Memandang Semua Makhluk dengan Welas Asih yang Setara

Bulan 7 Imlek memang bulan penuh berkah. Jika setiap hari hati kita dipenuhi kebajikan, maka setiap hari adalah hari baik. Jika kita melewati setiap hari dan setiap bulan dengan niat yang baik, maka setiap saat adalah saat yang baik, aman, dan tenteram. Namun, makhluk awam telah terpengaruh oleh nafsu keinginan duniawi. Karena adanya nafsu keinginan, mereka mulai merasa takut. Karena itu, mereka percaya bahwa bulan 7 Imlek pada setiap tahun adalah “bulan setan” dan pintu alam setan akan dibuka.

Sesungguhnya, pintu setan dibuka manusia setiap hari. Pintu setan yang dimaksud bukan pintu alam neraka, melainkan pintu setan di dalam hati manusia. Ini karena di dalam hati manusia ada rasa takut dan pikiran yang menyimpang. Pikiran yang menyimpang adalah Mara di dalam hati kita. Sesungguhnya, Mara dan hantu bukan berada di luar, melainkan ada di dalam hati manusia. Saya berharap setiap orang bisa mengubah keburukan menjadi kebaikan. Dengan mengubah niat, kita bisa menjadi Bodhisatwa. Lihatlah Bodhisatwa Ksitigarbha. Beliau bersumbangsih tanpa pamrih. Bersumbangsih dan menyelamatkan semua makhluk hidup adalah misi-Nya. Beliau bahkan bersedia masuk neraka. Beliau juga berikrar untuk tidak mencapai kebuddhaan sebelum neraka kosong. Beliau tidak meminta untuk segera mencapai kebuddhaan. Setelah semua makhluk terselamatkan, barulah beliau yang terakhir mencapai kebuddhaan. Namun, dengan menggunakan hati Buddha, Beliau menapaki jalan Bodhisatwa dan melakukan hal yang harus dilakukan.


Karena itulah, kita senantiasa memuji Bodhisatwa Ksitigarbha yang begitu lapang dada dan berikrar luhur. Hari ini adalah hari kelahiran Bodhisatwa Ksitigarbha. Saya berharap setiap orang bisa mempunyai ikrar seperti Bodhisatwa Ksitigarbha. Melihat seluruh makhluk berubah setelah mempelajari Dharma, bisa menyucikan hati, dan terbebas dari penderitaan, Beliau merasa sukacita. Inilah harapan Bodhisatwa Ksitigarbha.

Di Taiwan, di setiap tempat ada Bodhisatwa. Insan Tzu Chi adalah Bodhisatwa dunia. Mereka menyebarkan cinta kasih di setiap tempat. Demi melenyapkan takhayul di bulan 7 Imlek, kita membimbing orang-orang agar tidak tenggelam dalam takhayul untuk memberikan persembahan kepada setan. Sebaliknya, kita hendaknya mengajak orang-orang untuk mengembangkan cinta kasih demi menolong semua makhluk.

Untuk menyelamatkan semua makhluk yang menderita, kita harus menanamkan Dharma di dalam hati setiap orang. Upacara Ullambana bertujuan untuk menyelamatkan semua makhluk yang menderita, bukan membunuh hewan untuk dijadikan persembahan. Karena itu, para relawan Tzu Chi di komunitas sangat giat mensosialisasikan makna sesungguhnya dari bulan 7 Imlek. Mereka juga menunjukkan pada orang-orang bahwa tidak sulit untuk bervegetaris. Mereka mensosialisasikan pentingnya menjaga kebersihan hati, kesehatan tubuh, dan kelestarian lingkungan.

Demi memuaskan nafsu makan manusia, industri peternakan semakin berkembang dan hewan ternak juga semakin banyak. Karena itu, tanah dan air menjadi tercemar. Selain itu, demi mempercepat pertumbuhan ternak, manusia menggunakan pakan hewan yang sudah dicampur dengan bahan kimia sehingga hewan yang mengonsumsinya menjadi tidak sehat. Lalu, daging hewan yang tidak sehat itu dimakan oleh manusia. Ini menjadi sebuah siklus yang buruk.

Selain itu, itu juga menciptakan karma buruk. Saat membunuh hewan, sebersit niat buruk telah timbul di dalam hati kita. Karena itu, kita harus menciptakan siklus yang penuh kebajikan dan cinta kasih agar bisa melestarikan bumi, menjaga kebersihan sumber air, menjaga kesehatan tubuh, menyucikan hati, dan menjaga keselarasan iklim.


Saat tanah dan air bersih, manusia baru bisa hidup sehat. Semua ini adalah kebenaran. Relawan Tzu Chi di Hong Kong juga menggalakkan hal yang sama. Meski sangat sulit, mereka berusaha untuk meluruskan pandangan orang-orang. Contohnya insan Tzu Chi di Myanmar. Bencana banjir di sana sudah berlangsung lebih dari sebulan dan hingga kini air masih belum surut. Banyak orang kehilangan pekerjaan. Banyak petani yang mengalami gagal panen. Setelah melakukan survei ke lokasi bencana, insan Tzu Chi mulai menyiapkan barang bantuan berupa beras, minyak, dan kacang kedelai.

Lin Sanyu, relawan Tzu Chi setempat menjelaskan, “Kali ini kita memasukkan kacang kedelai ke dalam stoples yang besar dan memberikannya kepada para korban bencana untuk menyemangati mereka. Walaupun saat ini mereka dilanda bencana dan menerima bantuan, tetapi kelak setelah mempunyai kemampuan, mereka juga bisa menyisihkan koin ke dalam celengan bambu untuk membantu orang yang membutuhkan.”

Relawan kita terus berusaha untuk membangkitkan cinta kasih setiap orang. Dahulu, Bapak U Thein Tun pernah menerima bantuan dari Tzu Chi berupa bibit padi dan pupuk. Demi berterima kasih kepada Tzu Chi, dia tidak menggunakan pestisida. Setiap hari dia pergi ke sawah untuk berdoa, bernyanyi, dan berbagi Kata Renungan Jing Si dengan tanamannya. Anehnya, petani lain yang menggunakan pestisida hasil panennya tidak baik, dia yang tidak menggunakan pestisida malah mendapat hasil panen yang berlimpah. Ini berkat kebaikan hatinya.


Kini dia tengah mengikuti pelatihan relawan. Dia juga ikut dalam penyaluran bantuan bencana kali ini. U Thein Tun berkisah, ”Level air di sini memang sangat tinggi. Di tempat kami, kami masih bisa bercocok tanam. Namun, sebelumnya saya juga pernah mengalami kesulitan. Saya harus meminjam bibit padi dari orang lain dan harus membayar bunganya. Setelah bertemu Tzu Chi, saya menjadi punya kekuatan. Saat itu, saya mulai mengenal celengan bambu. Namun, sebagai petani, kami tak memiliki uang lebih untuk berdana. Karena itu, saya mulai berpikir kita makan nasi setiap hari. Jadi, saya bisa menyisihkan beras. Lalu, saya mendiskusikannya dengan istri saya. Setelah itu, kami terus menyisihkan beras dan menyumbangkannya untuk membantu orang lain hingga setelah mereka mendapatkan hasil panen, hidup mereka lebih baik. Saya sangat suka berbuat kebajikan. Karena itu, saya meninggalkan pekerjaan di sawah dan menjadi relawan di sini selama dua hari.”

Dia tidak melupakan bantuan yang pernah diterimanya saat hidup dalam kesulitan. Dia bahkan bisa mengatasi kesulitannya dan mempertahankan tekad menyisihkan segenggam beras setiap hari untuk menolong orang lain. Dia bahkan berbagi kisah hidupnya dengan orang lain untuk membawa manfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Beberapa orang yang mendengar kisahnya merasa luar biasa dan penuh sukacita. Lalu, mereka bertekad untuk melakukan hal yang sama.

Inilah sumbangsih tanpa pamrih. Setelah mengubah diri sendiri dan mempraktikkan Dharma, mereka berbagi pengalaman dengan orang lain. Inilah Bodhisatwa dunia. Bersumbangsih bukan hanya hak orang berada. Asalkan memiliki kekuatan dan bersedia bersumbangsih, kita pasti dapat membantu orang lain. Jika satu keluarga yang terdiri atas empat orang dapat menyisihkan segenggam beras setiap kali akan memasak, maka selain tetap dapat makan dengan kenyang, beras yang mereka sisihkan itu juga bisa digunakan untuk menolong orang lain. Contoh seperti ini tengah kita galakkan di seluruh dunia. Singkat kata, jika hati kita dipenuhi kebajikan setiap hari, maka setiap hari dan setiap bulan akan dipenuhi berkah.

 

Kebajikan di dalam hati akan mendatangkan berkah

Pikiran menyimpang yang muncul akan membangkitkan Mara

Segera melakukan survei dan menyalurkan bantuan di Myanmar

Membalas budi dengan kebajikan dan menghimpun berkah dan kedamaian

 

Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 26 Agustus 2014.

Genggamlah kesempatan untuk berbuat kebajikan. Jangan menunggu sehingga terlambat untuk melakukannya!
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -