Membagikan Beras Cinta Kasih dan Membangkitkan Ikrar Luhur

Tahun ini, beras yang disediakan oleh pemerintah Taiwan telah dibagikan kepada sembilan negara melalui Tzu Chi. Lihatlah, para warga begitu bersukacita saat menerima bantuan beras tersebut. Bahkan, murid-murid sekolah dasar juga membantu memindahkan beras ke sekolah dasar lain yang membutuhkan demi memenuhi asupan gizi anak-anak di sana. Lihatlah semua orang begitu gembira. Inilah yang kita lihat selama beberapa hari ini. Selain melihat kebahagiaan mereka, pada saat memejamkan mata, kita dapat membayangkan senyuman mereka yang manis. Saya sungguh gembira.

Kita juga melihat para warga di Filipina. Di wilayah pemukiman kumuh, dari setiap rumah tercium keharuman nasi putih. Para warga merasa sangat gembira. Ada sepasang lansia penerima bantuan yang harus membesarkan dua orang cucu. Mereka menerima dua karung beras yang totalnya seberat 40 kg. Sesampainya di rumah, mereka mengambil 5 kg beras untuk dibagikan kepada tetangga mereka agar mereka juga bisa menikmati beras itu. Lansia tersebut sungguh memiliki kekayaan batin. Ada pula seorang wanita yang meski hidup kurang mampu, tetapi dia juga terjun menjadi relawan Tzu Chi. Dia juga merupakan salah seorang penerima bantuan. Saat teringat sebuah keluarga yang lebih membutuhkan bantuan, dia segera mengantarkan beras yang diterimanya kepada keluarga itu tanpa pulang ke rumah terlebih dahulu.

Cinta kasih ini adalah cinta yang paling murni. Mereka tidak memiliki nafsu keinginan dan hati mereka penuh cinta kasih. Masyarakat kita sungguh membutuhkan cinta kasih seperti ini. Jika semua orang memiliki cinta kasih seperti ini, maka masyarakat kita akan damai dan harmonis. Jika tidak, bencana alam dan bencana akibat ulah manusia akan terus terjadi. Contohnya para warga di Sudan Selatan yang tengah terancam kelaparan. Sekitar 7 juta orang di sana kekurangan bahan pangan. Banyak anak yang menderita kekurangan gizi. Mereka juga kekurangan obat-obatan. Kondisi cuaca yang buruk membuat hidup mereka semakin menderita. Selain itu, wabah kolera masih merebak di sana. Kini ditambah lagi dengan pecahnya konflik. Peperangan, bencana alam, dan wabah penyakit melanda Sudan Selatan di waktu yang sama. Saya sungguh tak sampai hati melihatnya.

Dibandingkan dengan mereka, kita sungguh memiliki berkah. Kita harus selalu memiliki hati penuh syukur dalam menghadapi setiap hari. Orang yang memiliki berkah hendaknya membangkitkan cinta kasih untuk membantu orang yang kurang beruntung. Namun, ada orang yang terlalu mementingkan diri sendiri, terlalu pelit, dan tidak rela memberi. Mereka tidak tahu ada berapa banyak orang yang menderita dan sangat mengharapkan sedikit bantuan dan cinta kasih dari kita. Karena itu, kita harus segera mengimbau lebih banyak orang untuk bersumbangsih. Untuk menciptakan berkah di dunia, kita harus memulainya dari hati kita. Jika semua orang bisa membuka pintu hati, maka sifat hakiki setiap orang yang penuh cinta kasih akan terbangkitkan. Setiap orang di masyarakat memiliki cinta kasih yang murni. Ini bukanlah hal yang tidak bisa kita lakukan, asalkan semua orang bersungguh hati dan saling menginspirasi.

Chen Yan-bo, seorang relawan Tzu Chi bercerita, “Sejak kecil, telinga kiri saya sudah tidak bisa mendengar. Saat berusia sekitar 20 tahun, telinga saya yang satu lagi juga kehilangan daya pendengaran. Setelah berobat ke dokter, daya pendengaran pada telinga ini hanya tertolong setengah. Jadi, daya pendengaran saya hanya seperempat dari orang normal. Sebelah sini hanya berfungsi setengah, sebelah sini sama sekali tidak berfungsi.” Lihatlah Relawan Chen dari Taiwan. Dia sangat pemberani. Dia telah mengatasi begitu banyak kesulitan untuk melakukan hal yang bermanfaat bagi masyarakat. Liao Mu-tao, relawan Tzu Chi yang sering bersamanya mengungkapkan, “Saya bertanya secara pribadi padanya, ‘Mengapa Anda ingin belajar dokumentasi?’ Jawabannya sangat membuat saya tersentuh. Dia berkata, ‘Saya bersedia menjadi sepotong puzzle kecil.’ Saya bertanya, ‘Apa maksudnya?’ Dia bilang, ‘Di mana ada kekurangan atau lubang, saya bersedia menambalnya.’”

Di mana pun dibutuhkan, dia bersedia untuk melengkapinya. Dia telah dilantik menjadi anggota komite dan Tzu Cheng. Dia menjadi relawan dokumentasi. Dia bisa mengambil video, melakukan wawancara, dan mengedit video. Lihatlah, semua itu bisa dilakukannya. Chen Yan-bo juga mengatakan, “Ini karena semua hal yang dilakukan Master bukan hal yang biasa. Master selalu berbicara tentang bagaimana menolong semua makhluk dan menyelamatkan hati manusia. Saya merasa inilah yang paling dibutuhkan umat manusia masa kini. Jika kita bisa mencapainya, maka semua makhluk akan hidup bahagia. Saya berusaha untuk mendokumentasi keindahan dan kebajikan di dalam Tzu Chi agar generasi penerus bisa melihat bagaimana cara orang di generasi sekarang menolong semua makhluk. Semua ini bisa dijadikan sebagai bahan untuk merekrut lebih banyak Bodhisattva dunia. Kita bisa menginspirasi lebih banyak orang untuk bergabung dengan Tzu Chi.”

Kita juga melihat seorang relawan di Penang, Malaysia. Relawan Lin Rong-quan sudah berusia sekitar 50 tahun. Mulanya dia sangat sehat meski mengalami kesulitan ekonomi. Dia sangat giat dan memiliki perencanaan hidup yang baik. Akan tetapi, ketidakkekalan terjadi lebih cepat dari rencananya. Ketika berusia 23 tahun, saat sedang membaca koran, dia tiba-tiba merasa gambar dan tulisan bergoyang-goyang. Apa yang sebenarnya terjadi? Setelah diperiksa, ternyata dia menderita kelainan saraf optik. Dia berobat ke berbagai rumah sakit, tetapi tidak ada yang bisa menyembuhkannya. Perlahan-lahan, dia kehilangan daya penglihatan dan hampir buta total. Meski demikian, dia tetap membangkitkan tekadnya. Dia bukan hanya tidak menyerah pada keadaan, tetapi juga mulai melakukan banyak hal yang bermakna. Kini dia melihat dengan telinganya. Dia menonton tayangan Da Ai TV setiap hari dan menyerap setiap Dharma ke dalam hati.

Dia membangkitkan tekad dan menegakkan ikrar untuk merekrut 500 orang donatur. Dengan mantap relawan Lin berkata, “Dengan keyakinan, kegigihan, dan keberanian, tak ada hal yang tidak bisa kita lakukan. Merekrut 500 orang donatur, tidak ada masalah. Merekrut satu ‘Bodhisattva Berlengan Seribu’, tidak masalah bagi saya. Benar tidak yang saya katakan? Saya akan melakukan yang terbaik.” Dia juga mendapat bantuan dari banyak orang. Banyak orang yang membantunya. Jadi, dia mengatakan bahwa tidak sulit untuk merekrut 500 orang donatur.

Jadi, ada orang yang kehilangan daya pendengaran, ada pula orang yang kehilangan penglihatan tetapi mereka bisa mengerahkan segenap kekuatan untuk bersumbangsih bagi masyarakat dan umat manusia serta berusaha menginspirasi orang lain untuk memasuki pintu kebajikan dan turut mengerahkan kekuatan baik. Apakah kita yang masih sehat tidak bisa melakukannya? Sungguh, janganlah kita menciptakan keresahan dalam masyarakat. Kita harus berusaha untuk menciptakan kedamaian dalam masyarakat dan menyelaraskan pikiran manusia. Jika antarmanusia bisa saling mengasihi dan saling mendukung, maka masyarakat kita akan dipenuhi berkah. Untuk mewujudkan masyarakat yang harmonis dan dunia yang bebas dari bencana, dibutuhkan keselarasan pikiran manusia. Jika pikiran manusia selaras, maka dunia juga akan aman dan tenteram.


Membagikan beras cinta kasih kepada warga yang kurang mampu

Para penerima bantuan meneruskan lingkaran kebajikan

Tetap bersumbangsih meski memiliki keterbatasan daya pendengaran dan daya penglihatan

Mengembangkan potensi untuk berkontribusi tanpa batas

Link video (teks Mandarin dan Inggris): Ceramah Master Cheng Yen tanggal 29 Mei 2014
Sumber: DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Rita, Yuni
Jangan menganggap remeh diri sendiri, karena setiap orang memiliki potensi yang tidak terhingga.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -