Memberi Bantuan Bencana dan Bimbingan dengan Penuh Cinta Kasih
Bencana banjir dan ketidakkekalan sulit diprediksi karena kondisi iklim sungguh sangat ekstrem. Ini semua terjadi karena karma buruk kolektif semua makhluk. Di Madagaskar, wabah penyakit pes telah merebak dan dengan cepat menelan 40 korban jiwa. Penyakit pes juga termasuk penyakit menular. Intinya, setiap orang merasa sangat khawatir.
Selain itu, penyakit virus Ebola yang merebak di Afrika Barat juga masih belum teratasi. Banyak ilmuwan dari berbagai Negara terus melakukan penelitian bagaimana cara menghentikan penyebaran virus ini. Sungguh, di tengah penyebaran wabah penyakit, setiap orang harus bermawas diri dan berhati tulus dalam keseharian. Kita juga harus lebih menjaga kebersihan. Kita juga bisa melihat bencana yang melanda Haiti. Penderitaan para warga di sana sungguh tak terkira.
Di sebuah wilayah yang berjarak ratusan kilometer dari Port-au-Prince terjadi banjir besar. Kabarnya, banjir terjadi akibat sistem drainase yang tidak dibangun dengan baik dan banyaknya sampah di sana. Warga setempat juga hidup kekurangan. Kemarin, saya memberi tahu para staf kita bahwa hal pertama yang harus kita lakukan adalah memberikan bantuan darurat bagi warga setempat. Ini karena banyak warga setempat yang hidup kekurangan.
Saat tidak dilanda bencana, sebagian besar warga hanya mampu makan sekali dalam dua hari. Apakah kalian percaya bahwa mereka hanya makan sekali dalam dua hari? Beginilah kehidupan mereka sehari-sehari yang serba kekurangan. Saat dilanda bencana, barang kebutuhan mereka semakin terbatas. Karena itu, pastor setempat meminta bantuan kepada kantor pusat mereka di Kanada. Kehidupan para warga di sana sangat menderita. Karena itu, saya berharap kita dapat segera memberikan bantuan darurat.
Masalah lainnya adalah masalah sampah. Pascabencana, tumpukan sampah bisa menimbulkan wabah penyakit. Karena itu, saya meminta para relawan Tzu Chi untuk segera menjalankan program bantuan lewat pemberian upah guna menyelesaikan masalah sampah. Selain itu, air yang dikonsumsi para warga adalah air keruh. Air tersebut dapat mengakibatkan sakit perut. Karena itu, saya berharap para relawan kita dapat menggali sumur untuk para warga setempat.
Kini, para relawan kita tengah melakukan survei dan mencari cara untuk menggali sumur yang dalam demi mendapatkan air yang bersih. Inilah tiga hal yang harus segera dilakukan oleh insan Tzu Chi di sana. Setelah melihat berbagai penderitaan di dunia, kita hendaknya lebih menyadari berkah, menghargai berkah, dan kembali menciptakan berkah. Janganlah kita membiarkan waktu kita berlalu sia-sia.
Kita juga bisa melihat negara jangkauan insan Tzu Chi di Afrika bertambah satu lagi, yaitu di Botswana. Suatu kali, saya berkata kepada Relawan Pan, “Kalian telah menjangkau enam negara di Afrika Selatan. Kamu harus memikul tanggung jawab ini.” Saya mengucapkannya tanpa disengaja. Lalu, Relawan Pan berkata, “Master, kami baru menjangkau lima negara. Mengapa Master mengatakan bahwa kami telah menjangkau enam negara?” Saya menjawab, “Asalkan ada niat, maka akan ada berkah. Mungkin kalian akan segera menjangkau negara yang keenam.”
Setelah itu, Relawan Pan Ming-shui pun berkata kepada relawan setempat, “Master berharap kita dapat menjangkau 6 negara di Afrika Selatan. Kita harus bisa melakukannya.” Suatu kali, saat mereka kembali ke Taiwan, saya berkata, “Kalian jangan memaksakan diri. Kalian telah menjangkau negara-negara yang begitu jauh, seperti Swaziland, Mozambik, Lesotho, Zimbabwe, dan lain-lain. Jangan terlalu memaksakan diri.” Relawan Pan berkata, “Tidak. Master telah mendoakan kami. Jadi, kami harus bisa melakukannya.” Sungguh, mereka telah berhasil mencapainya.
Negara keenam yang mereka jangkau adalah Botswana. Di Botswana, ada 10 pengusaha dari Taiwan. Setelah memasuki wilayah itu, kita baru tahu bahwa para pengusaha di sana juga sangat memiliki cinta kasih. Dalam kehidupan sehari-hari. Mereka juga selalu bersumbangsih bagi warga kurang mampu. Melihat insan Tzu Chi menyalurkan bantuan di sana, mereka merasa sangat gembira. Tentu saja, ada beberapa pengusaha yang membantu pendidikan anak-anak setempat. Ada pula yang memberikan bantuan kepada warga kurang mampu.
Kini, setelah mendapat dukungan dari Tzu Chi, mereka menjadi lebih percaya diri. Dengan bertambahnya wilayah jangkauan, Relawan Pan merasa sangat gembira. Setiap relawan Tzu Chi di Afrika Selatan juga merasa sangat gembira. Namun, saya merasa tidak tega melihat Relawan Pan yang meski menderita sakit, tetapi tetap mengajak sekelompok relawan untuk pergi ke Botswana. Karena menderita taji tulang, dia harus terus menahan rasa sakitnya. Kali ini, dia harus menempuh perjalanan sejauh lebih dari 1.000 km. Sesungguhnya, taji tulang yang dideritanya sangat menyakitkan, tetapi dia tetap bertahan dan terus melangkah maju. Melihat Relawan Pan menderita sakit fisik, hati saya juga terasa sakit. Saya sungguh tidak tega.
Dengan bertambahnya satu negara jangkauan dan bekerja sama dengan warga setempat, mungkin kita bisa menciptakan berkah bagi lebih banyak orang. Kita juga bisa melihat peringatan 25 tahun badan misi pendidikan Tzu Chi yang begitu menakjubkan. Dalam peringatan 25 tahun ini, banyak alumni angkatan pertama yang kembali. Kita bisa melihat pencapaian mereka.
Dahulu, mereka dididik dengan peraturan yang sangat ketat. Saat kembali kali ini, mereka juga tidak mengeluh. Saat itu saya merasa peraturannya sangat ketat. Kini, setelah menjadi seorang ibu, saya merasa itu tidak ada apa-apanya. Menurut saya, itu sudah seharusnya. Betul. Peraturannya seharusnya lebih diperketat lagi. Pada saat itu, mereka tidak terbiasa dengan peraturan kita yang ketat. Namun, jika mengenangnya kembali di masa kini, mereka merasa sangat bersyukur.
“Pada saat itu, saya pernah sangat keberatan dengan masalah seragam. Hingga suatu hari, Rektor Ming-liang mengatakan sesuatu kepada kami. Beliau berkata, ‘Penampilan luar bukanlah hal yang terpenting. Yang paling penting adalah isi di dalam otak kita.’ Saat itu, berhubung masih muda, saya tidak begitu memahami maksud beliau. Namun, seiring bertambahnya usia, perlahan-lahan saya mulai memahaminya,” ucap seorang siswa.
Kini mereka sangat memiliki pencapaian. Badan misi pendidikan kita telah berdiri 25 tahun. Murid kita yang telah lulus dan bekerja berjumlah lebih dari 10.000 orang. Selain itu, saya juga mendengar kabar bahwa dalam perhitungan rata-rata murid lulusan sekolah kedokteran dan sekolah keperawatan yang berdedikasi di dunia medis Taiwan, Universitas Tzu Chi dan Institut Teknik Tzu Chi menempati juara pertama dan kedua. Ini karena murid kita bekerja sesuai dengan keterampilannya.
Bagi yang mempelajari ilmu kedokteran, mereka akan berprofesi sebagai dokter. Bagi yang mempelajari ilmu keperawatan, mereka akan bekerja sebagai perawat. Mereka bekerja sesuai dengan ilmu yang dipelajari. Ini sungguh membuat saya merasa terhibur. Pendidikan yang kita berikan tidaklah sia-sia. Saya juga sangat berterima kasih kepada para murid kita yang dapat mematuhi peraturan dan menerima bimbingan dari para guru.
Saya juga sangat berterima kasih kepada para guru yang telah membimbing para murid dengan penuh semangat misi. Mereka mendidik murid-murid dengan penuh cinta kasih. Berkat cinta kasih mereka, murid-murid kita juga dapat meneruskan semangat misi ini. Didikan guru yang penuh cinta kasih membuat murid-murid yang telah lulus dapat berkontribusi bagi masyarakat dengan semangat misi yang sama. Singkat kata, saya sungguh sangat bersyukur.
Karma buruk kolektif mengakibatkan bencana kerap terjadi
Memberikan bantuan darurat bagi korban bencana banjir di Haiti
Relawan Tzu Chi dari Afrika Selatan mengadakan kunjungan kasih ke Botswana
Memberi didikan dengan penuh cinta kasih dan penuh semangat misi
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 25 November 2014