Memiliki Hati yang Murni dan Mengembangkan Kemampuan

“Dia sangat giat berdedikasi di Tzu Chi. Semua kaus kakinya dipakai hingga berlubang. Saya berkata padanya, ‘Saya membeli banyak kaus kaki baru untukmu. Mengapa kamu tidak pakai yang baru?’ Dia menjawab, ‘Kita harus hidup hemat karena Master membutuhkan banyak dana.’ Dia juga makan seadanya. Saya bertanya, ‘Kamu ingin makan apa?’ Dia menjawab, ‘Masak misua saja. Begitu lebih hemat.’ Kalau ditanya, ‘Mau minum  sup apa?’ Jawabnya, ‘Cukup seduh segelas teh hijau.’ Dia menjalani hidup seperti itu. Dia selalu bangun pukul 2 atau 3 pagi untuk membaca buku Master. Saya bertanya, ‘Mengapa kamu tidak tidur lebih lama?’ Dia menjawab, ‘Master sudah bangun.’ Setiap hari, dia bekerja dari pagi hingga malam. Saya bertanya, ‘Apakah kamu tidak lelah?’ Dia menjawab, ‘Apakah kamu pernah mendengar Master mengeluh lelah?’ Jadi, melalui tindakannya, saya belajar banyak darinya. Di akhir hidupnya, dia berkata kepada saya, ‘Saya tidak akan meninggalkan Tzu Chi.’ Sebelum menjalani operasi, dia berkata kepada saya, ‘Jika saya tidak terselamatkan, donorkanlah tubuh saya kepada Tzu Chi. Jika kamu membawa saya kembali ke Tzu Chi, saya akan tersenyum.’ Karena itu, saya membawanya pulang ke Tzu Chi,” cerita Lin Li-xia, istri almarhum relawan Lü Jin-yong.

“Pada tanggal 15 Juni di hari dia meninggal, pagi-pagi saya sudah datang ke Aula Jing Si. Saya berpikir kelak siapa yang akan menjadi sandaran saya? Beberapa orang berkata, ‘Kamu kehilangan sebuah tangan (orang yang membantu).’ Saya menjawab, ‘Saya bukan hanya kehilangan kedua tangan saya, tetapi saya kehilangan sandaran saya.’ Kami semua sangat merindukan Paman Yong,” kata Chen Qing-juan, relawan Tzu Chi.

“Dia pergi dengan tiba-tiba. Saat dia akan dibawa ke RS Tzu Chi Dalin, kami berkata kepadanya, ‘Kamu harus baik-baik saja. Kamu adalah tiang penyangga bagi Tzu Chi. Jika terjadi apa-apa padamu, tidak ada yang bisa menggantikan posisimu.’ Saya berkata seperti itu padanya. Begitu tiba di RS Tzu Chi Dalin, dia masih menelepon saya dan meminta saya memberi tahu semua orang untuk bekerja sama mengemban tanggung jawab dengan baik. Setelah itu, kami tidak pernah melihatnya lagi,” ungkap Weng Ying-cheng, relawan Tzu Chi.

Jadi, kita harus membantu mengemban tanggung jawabnya. Kalian harus menjaga kesehatan dengan baik. Kita harus menjaga kesehatan dengan baik karena masih banyak hal yang harus kita lakukan. Karena sudah berjanji padanya, maka kita harus mengemban tanggung jawabnya. Kita tak boleh kurang satu pun Bodhisatwa di sini. Kalian harus menjaga  kesehatan dengan baik.

Paman Yong adalah murid saya yang baik, juga adalah teladan bagi kita semua. Dia telah meninggal dunia dengan damai. Dia sudah melakukan semua tanggung jawabnya dengan baik dan berpesan segala hal dengan sangat baik. Dia juga menemani istrinya menumpang kereta api untuk yang terakhir kalinya seperti orang yang sedang berwisata. Sesungguhnya, setibanya di RS Tzu Chi Dalin, dia tetap bersikap santai seolah-olah dia bukan orang sakit. Sebelum masuk ke ruang operasi, dia masih melambaikan tangan dan berkata, “Saya tidak akan mengecewakan Master.” Lihatlah, dia seperti sedang berpamitan dengan semua orang. Sesungguhnya, dia sedang berpamitan dengan semua orang.

Kehidupan dan kematian adalah bagian dari hukum alam. Ada orang berkata kelahiran membawa derita, sesungguhnya kematian juga membawa derita. Kematian membawa derita karena kita tidak rela melepas dan berpisah. Ketidakrelaan ini bisa membuat pikiran kita menjadi kacau. Jika pikiran kacau, maka kita akan mudah terpengaruh oleh kondisi luar. Jika batin mudah terpengaruh oleh kondisi luar, maka kita mungkin akan terlahir di tiga alam rendah, atau di alam manusia, atau di alam dewa. Tiada yang tahu. Lihatlah, di akhir hidupnya, dia tetap begitu damai dan senyuman tetap menghiasi wajahnya. Selain itu, harum kayu cendana juga tercium dari tubuhnya.

“Saat berdoa baginya, saya menceritakan ajaran Master padanya. Saya berkata padanya, ‘Kamu pergilah dengan tenang. Kamu jangan khawatirkan hal di sini. Saya akan mendoakanmu.’ Lalu, saya bertanya kepada Shu-qing, ‘Ini aroma apa?’ Shu-qing bilang, ‘Saya mencium harum kayu cendana.’ Saya menjawab, ‘Ya, mengapa begitu harum?’” kata Lin Li-xia, istri almarhum.

Dibenarkan oleh Lin Shu-qing, relawan Tzu Chi, “Harum kayu cendana itu tercium secara samar-samar dan ia adalah yang berkualitas baik. Harumnya sama seperti kayu cendana yang kita gunakan di rumah saat memberi persembahan kepada Buddha.”

Ini sungguh tidak mudah. Pelatihan dirinya telah cukup. Intinya, siapa yang makan, dialah yang kenyang. Dia telah cukup memakan makanan spiritual. Makanan spiritual ini telah menumbuhkan jiwa kebijaksanaannya. Jadi, kita jangan merasa sedih untuknya. Sebaliknya, kita harus bersukacita untuk dia. Kita harus menyimpan semangatnya di dalam hati kita.  Dia terus berpikir untuk membantu saya dan senantiasa mengingat ajaran saya. Dia sungguh mempraktikkan ajaran saya sehingga setelah dia meninggal, kita bisa mencium keharuman Dharma. Inilah keharuman Dharma yang benar-benar telah meresap ke dalam hati semua orang. Semoga keharuman Dharma ini bisa selamanya menuntun kita melangkah ke jalan yang benar.

Saya berterima kasih atas teladan yang diberikan Paman Yong kepada kita. Meski merasa kehilangan, tetapi kita juga mendapatkan sukacita di dalam Dharma dan menghirup keharuman kebajikan. Sungguh, dia telah melatih diri hingga keharuman kebajikannya bisa tercium oleh banyak orang. Ini sungguh tidak mudah. Jadi, kita harus berdoa untuknya.

“Belakangan ini, saya sangat giat mengikuti kegiatan Tzu Chi. Banyak orang yang bertanya kepada saya, ‘Mengapa kamu memiliki begitu banyak waktu? Saya selalu melihatmu di setiap kegiatan Tzu Chi.’ Ini karena saya menggunakan waktu yang dahulu digunakan untuk meminum alcohol untuk mengikuti kegiatan Tzu Chi. Jadi, saya memiliki banyak waktu,” sharing Guo Bo-fu, relawan Tzu Chi.

Melihat kalian mengubah pola hidup yang buruk, saya sungguh merasa sangat tersentuh. Tentu saja, kekuatan cinta kasih ini tidak boleh terputus. Saya terus menekankan bahwa kita harus terjun ke tengah umat manusia untuk melatih diri agar tabiat buruk orang lain tidak memengaruhi kita. Dengan begitu, baru kita bisa sungguh-sungguh seperti bunga teratai yang tak ternoda meski tumbuh di tengah lumpur. Jadi, itulah mengapa saat Buddha lahir, satu jari telunjuk Buddha menunjuk ke langit dan telunjuk lainnya menunjuk ke bumi, lalu berkata, “Di langit dan di bumi, Akulah yang teragung”. Kemudian, Beliau berjalan tujuh langkah dan setiap langkah-Nya meninggalkan bunga teratai.

“Di langit dan di bumi, Akulah yang teragung”, artinya kebenaran adalah yang teragung di alam semesta. Kebenaran sangatlah penting. Kebenaran adalah yang paling universal di dunia ini. Itulah kebenaran sejati. Buddha datang ke dunia demi satu tujuan penting, yakni untuk mengajarkan kebenaran kepada semua makhluk. Beliau menggunakan berbagai cara untuk menjelaskan prinsip kebenaran kepada kita agar kita bisa memahaminya. Setelah memahami prinsip kebenaran yang diajarkan oleh Buddha, jika kita hanya melatih diri demi pencapaian pribadi, maka itu tak bisa memberi manfaat bagi orang lain. Buddha berkata bahwa itu tidaklah cukup. Kita juga harus memberi manfaat bagi orang lain. Untuk memberi manfaat bagi orang lain, kita harus melenyapkan noda dan kegelapan batin. Bahkan kita juga harus melenyapkan rasa keakuan. Kita harus melenyapkan keakuan dan tidak membeda-bedakan.

Lihatlah insan Tzu Chi berdedikasi dengan rendah hati. Lihatlah anggota komisaris kehormatan Tzu Chi. Di mana pun berada, mereka tetap mendedikasikan diri. Mereka juga melakukan daur ulang. Mereka bisa memindahkan, memipihkan, dan memilah barang daur ulang. Jadi, di Tzu Chi, semua orang adalah setara. Intinya, dengan melepaskan status diri, kita bisa melakukan banyak hal dan berdedikasi di tengah umat manusia tanpa kemelekatan dan noda batin.

“Bunga teratai mekar di setiap langkah-Nya”, artinya adalah setiap tempat yang dilewati oleh Bodhisatwa pasti meninggalkan jejak cinta kasih. Contohnya Topan Super Haiyan yang melanda Filipina kali ini. Kerusakan yang terjadi di sana sangat parah hingga pemerintah setempat mengumumkan untuk meninggalkan kota itu. Namun, setelah insan Tzu Chi terjun ke sana dan bekerja selama lebih dari 40 hari, kondisi kota itu menjadi pulih kembali. Jika sekarang kalian pergi ke sana, kalian bisa melihat seluruh kota menjadi sangat hidup. Pada malam hari, lampu-lampu bersinar terang dan suasana kota sangat ramai.

Kota itu hampir ditinggalkan. Namun, lihatlah setiap langkah insan Tzu Chi, pasti meninggalkan jejak cinta kasih. Usai memberikan penyaluran bantuan bencana, insan Tzu Chi pulang dengan hati yang bebas kemelekatan. Mereka dipenuhi dengan sukacita dan tidak memiliki kemelekatan. Selanjutnya, kita telah mulai menenangkan hati para korban bencana. Sekarang kita juga memiliki rencana penyaluran bantuan jangka menengah.

Para komisaris kehormatan kita merupakan insan berbakat di masyarakat. Kini mereka juga adalah pilar bagi kita untuk menjalankan misi. Saya sangat berterima kasih atas kesungguhan hati semua orang. Setiap orang memiliki bakat dan kemampuan masing-masing. Jika kita bisa menggabungkan bakat dan kemampuan, saya yakin kita bisa menjadi aliran jernih bagi masyarakat dan berdedikasi bagi semua umat manusia, tidak hanya bagi Taiwan.

 

Melakukan semua hal dengan hati yang jernih

Menghadapi kematian dengan senyuman dan mencium harum kayu cendana

Menyalurkan bantuan bencana dan memulihkan lokasi bencana

Menjadi tiang penyangga dan mengembangkan kemampuan untuk menjalankan misi Tzu Chi

 

Link video (teks Mandarin dan Inggris): Ceramah Master Cheng Yen tanggal 29 Juni 2014

Sumber: DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Rita, Yuni

Hanya orang yang menghargai dirinya sendiri, yang mempunyai keberanian untuk bersikap rendah hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -