Mempraktikkan Enam Paramita di Dunia
Jalinan jodoh sungguh istimewa. Sudah lebih dari setengah tahun saya tidak melakukan perjalanan. Kali ini, saat datang ke Kaohsiung, kebetulan anggota Tzu Cheng tengah menjalani pelatihan di sini. Melalui pelatihan ini, saya sangat berharap semua orang bisa merasa tersentuh dan benar-benar berkesan terhadap setiap dedikasi kita. Saat berdedikasi secara nyata, kita akan merasa tersentuh dari lubuk hati. Setelah merasa tersentuh, semua hal yang kita bagikan dapat menyentuh hati orang lain. Karena itu, saya berharap semua anggota Tzu Cheng bisa lebih sering melakukan kunjungan kasih dan berpartisipasi dalam kegiatan Tzu Chi. Setelah diri kita merasa tersentuh, baru kita dapat menyentuh hati orang lain.
Kita harus menyadarkan diri sendiri untuk menghargai berkah setelah melihat penderitaan orang lain. Kadangkala, kita merasa tidak puas terhadap diri sendiri karena tak mendapatkan hal yang diinginkan. Nafsu keinginan yang sangat besar membuat kita tak tahu berpuas diri sehingga kita menjadi sering mengeluh. Meski telah memiliki bisnis yang besar, kita masih ingin terus mengembangkannya. Meski telah memiliki banyak materi, kita masih merasa tidak cukup. Ini semua terjadi karena kita belum melihat penderitaan di dunia dan belum merasakan betapa mengerikannya ketidakkekalan. Karena itu, hati kita dipenuhi noda batin dan keluh kesah. Dengan kehidupan seperti itu, meski memiliki banyak materi, hati kita tetap dipenuhi noda batin. Saat kegelapan batin bangkit, kita akan menciptakan banyak karma buruk. Ini adalah sebuah siklus. Jika menciptakan banyak karma buruk, maka segala yang kita rasakan tidak akan ada yang sesuai harapan. Oleh karena itu, kita harus memahami segala kebenaran.
Kita juga bisa mendengar “Lembu Kecil” (Yang Kai-cheng) berbagi dengan kita, “Suatu kali, saat pergi ke sebuah posko daur ulang, kami melihat replika gerobak sapi putih. Sapi putih itu sangat kurus dan kecil. Kakek Guru bertanya, ‘Apakah sapi yang kurus dan kecil ini mampu menarik gerobak?’ Sesungguhnya, ia mampu menarik gerobak karena ia memiliki tekad yang kuat. Kakek Guru sangat bekerja keras dan memiliki tekad yang sangat kuat. Meski telah lanjut usia, Beliau tetap mampu mengemban Empat Misi Tzu Chi dan Delapan Jejak Dharma. Karena itu, saya sering mengingatkan diri sendiri, meski saya baru berumur sebelas tahun, tetapi saya tidak boleh bermalas-malasan. Asalkan ada niat, maka kita pasti memiliki kekuatan seperti sapi putih yang besar. Jika setiap orang menyalakan pelita hati, maka kita bisa membuat dunia ini semakin indah dan terang. Kita semua harus bersatu hati dan harmonis. Semangat Bodhisatwa Avalokitesvara bisa terwujud jika kita semua bersatu hati. Saya yakin jika kita semua bekerja sama, kita bisa kuat seperti sapi besar.”
Bodhisatwa sekalian, kita bisa melihat anak ini bisa mewariskan Dharma dengan sesama dan sangat memahami kerja keras saya. Apakah para anggota Tzu Cheng di sini bisa memahami kerja keras saya? (Bisa) Bisa? Baik. Baguslah jika bisa. Mendengar jawaban kalian, hati saya merasa terhibur. Namun, jika sungguh-sungguh merasakannya, maka kalian harus bertindak secara nyata. Bagaimanapun, saya sangat berterima kasih kepada kalian. Saya berterima kasih kepada kalian bukan berarti kalian telah menyerap Dharma ke dalam hati. Kalian harus giat menghirup keharuman Dharma dan benar-benar menyerap Dharma ke dalam hati agar bisa menyadari keindahan hati sendiri.
Saya sering berkata bahwa hati, Buddha, dan semua makhluk pada dasarnya tiada perbedaan. Dari hal ini, kita semua tahu bahwa setiap orang memiliki hakikat kebuddhaan. Namun, hakikat kebuddhaan kita tertutup oleh kegelapan dan noda batin yang sangat tebal. Karena itu, Buddha mengajarkan kepada kita untuk melenyapkan noda batin dan memahami kebenaran hidup. Setelah memahami kebenaran dan melenyapkan noda batin, bagaimana agar hati kita tidak lagi tercemar oleh noda batin? Kita harus melatih diri dengan terjun ke tengah umat manusia yang diliputi oleh kegelapan batin dan tabiat buruk. Saat kita bersumbangsih, belum tentu orang yang menerima bantuan akan berterima kasih kepada kita. Saat memberikan bantuan, mungkin kita dimarahi dan dihina orang. Namun, jika kita tetap bersedia bersumbangsih, maka itulah praktik dana yang sesungguhnya. Dengan mempraktikkan dana, sila, kesabaran, semangat, dan samadhi, kita baru bisa memperoleh kebijaksanaan. Dengan mempraktikkan itu selangkah demi selangkah, maka kita tidak akan tercemar oleh noda batin di dunia yang dapat menghambat kita dalam menapaki Jalan Bodhisatwa.
Selain itu, setiap orang memiliki tabiat dan cara kerja yang berbeda-beda. Contohnya, untuk mencapai tempat tujuan di depan, sebagian orang memilih berjalan lewat jalan samping, sebagian orang memilih berjalan lewat jalan belakang, ada pula orang yang memilih langsung berjalan lurus. Untuk mendekati tempat tujuan saja, orang-orang memilih jalan yang berbeda-beda. Meski tempat tujuannya adalah sama, tetapi setiap orang memiliki alur dan pandangan yang berbeda-beda.
Di dalam keluarga besar seperti Tzu Chi, kita harus belajar untuk tahu berpuas diri. Tahu berpuas diri berarti kita harus bersyukur karena bisa lahir dan tumbuh dewasa dengan sehat. Dimulai dari keluarga kecil, kita bergabung di keluarga besar Tzu Chi. Kita memiliki banyak anggota keluarga yang mendampingi kita menapaki Jalan Bodhisatwa. Kita harus sangat berpuas diri dan senantiasa bersyukur. Kita harus bersikap penuh pengertian terhadap sesama. Inilah bentuk pelatihan diri. Jika kita tahu untuk bersikap penuh pengertian, maka tiada hal yang tidak bisa diatasi. Kita juga harus berlapang dada. Kita harus berlapang dada terhadap semua orang. Ini juga merupakan bentuk pelatihan diri.
Ini disebut Empat Ramuan Berkhasiat Tzu Chi. Dahulu kita sering menyebutnya. Meski kini lebih jarang terdengar, tetapi kita tetap harus mempraktikkannya. Di dalam ladang pelatihan yang besar ini, tahu berpuas diri, bersyukur, penuh pengertian, dan berlapang dada merupakan cara terbaik bagi kita untuk melatih diri. Terlebih lagi, kita semua memiliki hati yang baik dan penuh cinta kasih. Kita sangat ingin membantu sesama, tetapi masing-masing dari kita hanya memiliki sepasang tangan, apakah kita mampu melakukannya sendiri? Tidak bisa. Karena itu, kita harus berterima kasih kepada orang-orang di sekitar yang telah membantu kita melakukannya. Kita harus berterima kasih kepada mereka.
Bodhisatwa sekalian, kita harus selalu memiliki rasa syukur dan rasa hormat terhadap sesama. Tujuan kita hanya satu, yakni cinta kasih. Jadi, jika kita bisa bekerja sama untuk membantu orang lain, saya yakin setiap orang akan merasakan sukacita. Intinya, kita harus menggenggam momen saat ini untuk melakukan hal yang benar. Dengan bersumbangsih, barulah kebijaksanaan kita bisa tumbuh. Kita harus senantiasa saling menyemangati dan bersungguh hati.
Menggenggam jalinan jodoh istimewa dengan giat melatih diri
Memahami segala kebenaran dan mengurangi nafsu keinginan
Memiliki rasa syukur, hormat, dan cinta kasih
Melatih diri di tengah umat manusia dan berjalan di Jalan Bodhisatwa