Menaati Moralitas untuk Menciptakan Keharmonisan Masyarakat

Setiap pagi, saat berjalan keluar, saya bisa melihat kecemerlangan sinar matahari terbit dari kejauhan yang sangat lembut. Usai memberikan ceramah dan kembali berjalan keluar, sinar matahari sudah menyinari “Griya Jing Si kecil” kita. Sinar matahari sangat silau. Tanpa disadari, matahari sudah terbit dan bersinar terang.

Inilah yang Buddha ajarkan kepada kita bahwa segala sesuatu pasti mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi ini sangatlah halus dan secara berkesinambungan tanpa kita sadari. Tubuh kita juga demikian. Kita bertumbuh besar tanpa disadari. Secara perlahan-lahan, kita bertumbuh besar. Tubuh kita juga mengalami metabolisme tanpa berhenti sedetik pun. Semua itu adalah perubahan.

Kita sendiri tidak menyadari perubahan pada tubuh kita, terlebih lagi perubahan yang terjadi pada segala sesuatu di alam semesta ini seperti bumi yang terus berotasi dan berevolusi tanpa henti. Inilah hukum alam. Lihatlah empat musim yang berganti tepat pada waktunya. Inilah hukum alam. Manusia juga harus menaati prinsip moralitas. Jika manusia bisa menaati prinsip moralitas, maka masyarakat akan hidup aman dan tenteram. Namun, akibat hubungan antarmanusia yang telah terlepas dari moralitas, kondisi masyarakat menjadi tidak harmonis.

Setiap pagi, saat melihat siaran berita, saya sering melihat bencana akibat ulah manusia. Contohnya Irak. Konflik yang terjadi berkepanjangan di sana membuat para warga sulit bertahan hidup. Para warga yang mengungsikan diri mengalami penderitaan tak terkira karena harus berpisah keluarga mereka. Mereka sungguh menderita. Melihat penderitaan para pengungsi yang kekurangan makanan, air minum, dan lain-lain, lembaga kemanusiaan PBB telah mengirimkan 100 ton bantuan makanan ke Irak. Sesungguhnya, 100 ton makanan itu masih tidak cukup untuk mengenyangkan perut para pengungsi di sana. Namun, untuk mengirimkan barang bantuan ke Irak sangatlah sulit. Lembaga kemanusiaan sungguh bekerja keras demi mengirimkan barang bantuan itu.

Kita juga melihat konflik di Jalur Gaza. Dari siaran berita, kita bisa melihat kerusakan yang sangat parah dan para warga yang berusaha untuk menyelamatkan diri. Bencana seperti ini terjadi akibat pikiran manusia yang tidak berjalan sesuai moralitas. Antarsesama manusia hendaknya saling mengasihi. Kita juga melihat seorang wartawan yang terbunuh pada saat meliput di area konflik. Tentara yang terluka dan tewas akibat konflik ini juga sangat banyak. Ini semua terjadi akibat pikiran manusia yang tidak selaras.

Selain bencana akibat ulah manusia dan bencana alam, ada pula ketidakkekalan. Kehidupan ini sungguh tidak kekal. Kalian pasti masih ingat dengan jelas bahwa pada tanggal 23 Juli lalu, sebuah pesawat TransAsia Airways jatuh di Penghu. Ketidakkekalan itu juga terjadi dalam sekejap. Seminggu setelah insiden itu, di Kaohsiung terjadi ledakan pipa gas. Pascaledakan pipa gas tersebut, banyak orang yang membangkitkan cinta kasih. Sejak pukul 2 dini hari itu, insan Tzu Chi sudah bergerak dan berkumpul untuk membantu para korban ledakan. Berhubung banyak orang yang meninggal, terluka, dan mengalami trauma, pada pukul 2 dini hari itu, insan Tzu Chi sudah berkumpul untuk berangkat ke rumah duka guna memperhatikan keluarga korban dan berdoa bagi korban yang meninggal. Ada pula relawan yang pergi ke rumah sakit untuk menghibur keluarga korban dan memperhatikan warga yang mengalami luka-luka.

Sejak pukul 2 dini hari itu, relawan Tzu Chi sudah bergerak untuk memberi penghiburan dan mengantarkan makanan hangat hingga hari ini. Kekuatan cinta kasih ini telah tersebar di seluruh lokasi bencana. Saya juga berterima kasih kepada para anggota TIMA. Sejak hari pertama pascaledakan, mereka terus memberikan layanan pengobatan dan memperhatikan para korban ledakan serta menjaga kesehatan para insan Tzu Chi. Insan Tzu Chi yang berada di Kaohsiung sungguh sangat kelelahan karena harus menjangkau wilayah yang begitu luas.

Berdasarkan data yang kita peroleh, keluarga yang terkena dampak ledakan berjumlah hampir 40.000 keluarga. Karena itu, kita perlu menggerakkan insan Tzu Chi dari luar wilayah untuk berangkat ke Kaohsiung. Banyak orang yang berinisiatif untuk membantu. Boleh dibilang relawan Tzu Chi di seluruh Taiwan pergi ke Kaohsiung untuk membantu. Singkat kata, inilah kekuatan cinta kasih. Selain anggota TIMA yang bersumbangsih dengan penuh cinta kasih, para relawan Tzu Chi juga bekerja siang dan malam tanpa beristirahat. Inilah kekuatan cinta kasih yang terlihat di masyarakat.

Namun, kehidupan orang masa kini sungguh menyimpan banyak ancaman. Setiap orang hidup dalam lingkungan seperti itu. Kita tidak tahu berapa banyak pipa yang tertanam di bawah tanah. Jadi, kita hendaknya mengurangi nafsu keinginan. Janganlah kita bergaya hidup konsumtif dan terlalu mengembangkan perindustrian agar pipa yang tertanam di bawah tanah bisa lebih berkurang.

Bodhisatwa sekalian, saya berharap kita semua bisa memiliki cinta kasih yang sama. Insan Tzu Chi berasal dari berbagai latar yang berbeda-beda. Setiap orang juga sangat sibuk dengan keluarga dan pekerjaan masing-masing. Namun, mereka memiliki satu hati yang sama, yaitu di mana pun bencana terjadi, mereka akan bergerak dengan kompak untuk segera memberi bantuan.

Kita bisa melihat kondisi Kaohsiung sudah perlahan-lahan pulih. Semoga sendi kehidupan di sana bisa segera normal kembali. Kita masih terus berusaha untuk menenangkan hati orang-orang. Asalkan memiliki cinta kasih dan bersedia terjun ke tengah masyarakat, kita bisa melihat banyak prinsip kebenaran.

 

Perubahan yang sangat halus terjadi secara berkesinambungan

Menjalankan prinsip moralitas agar masyarakat bisa hidup harmonis

Nafsu keinginan memicu peperangan

Berikrar dengan hati yang paling tulus untuk menghibur para korban bencana

 

Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 24 Agustus 2014.

Keharmonisan organisasi tercermin dari tutur kata dan perilaku yang lembut dari setiap anggota.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -