Menapaki Jalan Bodhisatwa di Setiap Kehidupan

Bodhisatwa sekalian, kesehatan, keamanan, dan keselamatan kalian merupakan kekayaan bagi saya. Tahun ini Tzu Chi telah memasuki tahun ke-49. Sungguh, Tzu Chi sudah mendekati setengah abad. Hidup ini tidaklah kekal. Setiap hari, saya menggenggam setiap waktu dengan baik. Setiap hari, saya berterima kasih kepada setiap orang dari kalian yang terus mengikuti langkah saya selama bertahun-tahun ini.

Belakangan ini, saya membabarkan Sutra Bunga Teratai dengan penuh sukacita. Selain itu, saya sangat kagum karena pada zaman-Nya, Buddha sudah membuka pintu hati-Nya untuk membabarkan Dharma dan memutar roda Dharma agar Dharma bisa meresap ke hati semua makhluk. Namun, apakah setiap orang sudah membuka pintu hati? Contohnya Sariputra. Akibat terbelenggu oleh jaring keraguan, Sariputra tidak dapat sepenuhnya memahami ajaran Buddha. Dia tetap melekat pada pandangan ekstrem terhadap kekosongan. Dia dapat melepaskan keinginan duniawi dan dapat melindungi kemurnian hatinya, tetapi dia kurang sebuah niat untuk membangun tekad dan ikrar agung.

Mengapa dia tidak dapat membangkitkan tekad dan ikrar agung? Dia pernah membangkitkan tekad dan ikrar agung. Dia pernah mencungkil mata kanannya untuk diberikan kepada seseorang, tetapi orang itu berkata bahwa yang dia inginkan adalah mata kiri. Sariputra pun mencungkil mata kirinya untuk diberikan kepada orang itu. Namun, orang itu kembali tidak menginginkannya. Jadi, manusia sangat keras kepala dan tidak tahu menghargai budi luhur orang lain. Karena itu, Sariputra merasa putus asa dan meninggalkan Jalan Bodhisatwa. Sejak itu, dia bersikap dingin pada semua makhluk.

Di satu kehidupan yang lain, Sariputra terlahir sebagai ular berbisa dan menggigit raja. Tabib kerajaan berkata bahwa hanya jika si ular berbisa mengisap kembali racunnya, barulah raja bisa tertolong. Semua orang pun menangkap ular itu. Namun, ular itu tidak bersedia mengisap kembali racunnya. Karena itu, mereka menyalakan api dan mengancam ular itu. Jika ia tidak bersedia  mengisap kembali racunnya, maka mereka akan melemparkannya ke dalam api. Namun, ular itu lebih rela mati. Sebelum orang-orang itu melemparnya ke dalam api, ular itu melompat ke dalam api dan membakar dirinya sendiri. Lihatlah, ia sangat keras kepala. Ia lebih rela mati daripada menerima permintaan orang-orang untuk menolong sang raja.

Kita bisa melihat bahwa saat itu, Sariputra telah kehilangan tekadnya. Dari kehidupan ke kehidupan, dia hanya berlatih untuk dirinya sendiri. Kemudian, Sariputra terlahir di zaman Buddha Sakyamuni. Meski Buddha terus memuji keajaiban Dharma dan menunjukkan kebenaran sejati, tetapi Sariputra tetap merasa ragu. Dia tetap melekat pada pandangan bahwa segala sesuatu adalah kosong, segala yang terlihat hanyalah ilusi dan tidak nyata. Dia tetap mempertahankan kejernihan hatinya. Namun, ketika Buddha merasa bahwa waktu-Nya sudah tidak banyak, Buddha segera membabarkan semua Dharma-Nya. Saat itulah Sariputra mulai menyingkirkan keraguannya dan mulai menerima ajaran Buddha serta membangkitkan tekad untuk menapaki Jalan Bodhisatwa. Namun, dia harus melatih diri selama berkalpa-kalpa untuk dapat mencapai kebuddhaan.

Mengapa Sariputra memerlukan waktu yang begitu panjang? Itu karena dia harus lebih banyak menjalin jodoh baik dengan semua makhluk, melakukan kebajikan, dan menciptakan berkah. Dia harus terus menjalin jodoh baik dari kehidupan ke kehidupan hingga mencapai kebuddhaan. Buddha Sakyamuni meramalkan bahwa Sariputra akan menjadi Buddha yang bergelar Padmaprabha dan kelak tanah Buddhanya akan sangat agung dan makmur. Selain itu, tanah Buddhanya juga akan penuh dengan makhluk surgawi dan Bodhisatwa.

Bodhisatwa sekalian, hidup di dunia ini, kita harus lebih giat membentangkan jalan. Terlebih lagi, kalian semua pasti sudah merasakan bahwa setelah berdedikasi di Tzu Chi,kita dapat belajar dari diri setiap orang. Orang baik adalah pelajaran yang membuat kita tersentuh, sedangkan orang yang menderita mengajari kita tentang penderitaan. Jadi, tanpa berhadapan dengan masalah, kebijaksanaan kita tidak akan bertumbuh. Dengan terjun ke tengah umat manusia, kita dapat melihat banyak hal.

Melalui hal-hal duniawi itu, kita dapat melihat Dharma yang dalam dan agung karena kita telah mempelajari Dharma. Semua rupa yang kita lihat dengan mata dapat merangsang perasaan  persepsi, niat, dan kesadaran.  Jika kita dapat merenungkan kebenaran ini dengan cermat, sesungguhnya semua itu berpulang  pada ajaran Buddha. Ini adalah kebenaran sejati. Kebenaran sejati pada hakikatnya kosong, tetapi ia mengandung eksistensi ajaib. Eksistensi ajaib ini adalah hakikat kebuddhaan yang murni. Semua orang bisa merasakan hakikat kebuddhaan yang murni. Namun, untuk mencapai kebuddhaan, kita harus melatih diri selama berkalpa-kalpa. Bagaimana kita bisa menunggu selama itu? Kita harus tetap berjuang menjalaninya. Jika tidak, kita akan terus terlahir di enam alam selama berkalpa-kalpa tak terhingga. Kelahiran kembali ini tak akan berakhir.

Jika kita yakin dapat mencapai kebuddhaan, meski harus menunggu sangat lama, kita dapat menggunakan waktu yang panjang ini untuk lebih banyak melakukan kebajikan, menciptakan berkah, dan menjalin jodoh baik dengan semua makhluk. Kita juga harus menjaga benih kebajikan dengan baik. Meski harus menunggu sangat lama,kita tetap harus menapaki jalan ini dan menerimanya. Kita juga harus lebih banyak menjalin jodoh baik agar di kehidupan mendatang, kita juga dapat bertemu dengan banyak orang baik. Jadi, kita harus menganggap setiap orang sebagai Bodhisatwa pendamping kita.

Kita harus memiliki rasa syukur, terutama terhadap relawan senior, jangan sampai kita meninggalkan mereka. Kita harus saling menghargai. Bagi orang yang belum mengenal Tzu Chi, kita harus lebih giat merekrut mereka untuk menjadi Bodhisatwa. Terhadap relawan baru yang baru bergabung dan belum memahami misi Tzu Chi, kita harus membimbing mereka dengan sepenuh hati agar mereka memahami semangat dan filosofi Tzu Chi. Kita harus membimbing mereka untuk menjaga hati dan mengemban tanggung jawab dengan baik.

Jadi, Bodhisatwa sekalian, saya berharap kalian bisa saling menyayangi, bersyukur, menghormati, dan mengasihi. Apakah kalian mengerti? (Mengerti) Relawan senior harus menyambut relawan yang baru dan relawan baru harus bersyukur serta menghormati relawan senior. Apakah kalian mengerti? (Mengerti) Baik, terima kasih.

 

Tekad goyah karena kondisi lingkungan

Berjalan selangkah demi selangkah untuk mencapai kebuddhaan

Melenyapkan keraguan dan membangun ikrar dengan tulus

Menapaki Jalan Bodhisatwa di setiap kehidupan

 

Sumber:Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Rita

Ditayangkan tanggal 16 Juli 2014.

 

Umur kita akan terus berkurang, sedangkan jiwa kebijaksanaan kita justru akan terus bertambah seiring perjalanan waktu.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -