Menghemat Sumber Daya Alam dan Membawa Ikrar ke Kehidupan Berikutnya
Kini kondisi iklim sangat tidak selaras, terutama akibat ketidakselarasan unsur air. Di Amerika Serikat, di wilayah yang mengalami kekeringan mulai dijalankan pembatasan air secara tegas. Kini pemerintah Taiwan juga menjalankan pembatasan air. Di sebagian wilayah air hanya berjalan 5 hari dan berhenti 2 hari dalam seminggu. Inilah akibat dari kekurangan air. Kita bisa melihat guru TK Cinta Kasih membangkitkan kebijaksanaan mereka untuk mengajari anak-anak menghemat air. Setiap anak hanya boleh menggunakan sebotol air dalam sehari.
“Anak saya lebih aktif. Pada hari pertama, dia sudah menumpahkan airnya hingga hanya tersisa setengah botol. Dia langsung menangis dan berkata bahwa setengah botol air tidak akan cukup untuk dipakai sehari. Teman-temannya lalu berbaik hati dan meminjamkan air kepadanya. Dia meminjam sedikit air dari beberapa temannya. Jadi, airnya cukup untuk hari itu. Beberapa hari kemudian, dia dengan gembira berkata kepada saya, ‘Ayah, saya telah mengembalikan semua air yang saya pinjam dari teman-teman.’ Awalnya, saya masih berpikir bahwa anak-anak baru duduk di bangku TK. Hanya boleh menggunakan sebotol air sehari, apakah ini tidak terlalu berat bagi mereka? Namun, mulai minggu depan, mungkin ada banyak wilayah yang aliran airnya tidak berjalan seharian. Saat anak saya menumpahkan airnya, masih ada teman-temannya yang bisa meminjamkan air mereka kepadanya. Namun, jika Taiwan tidak ada air, kita tidak tahu harus meminjam kepada siapa,” cerita seorang ayah.
Lihatlah, ini merupakan pendidikan yang berlandaskan kebijaksanaan. Saat dilanda krisis air, bagaimana cara memanfaatkan air dengan baik? Ini harus dipikirkan dengan sepenuh hati. Selama puluhan tahun ini, kita terus mengimbau orang-orang untuk menghargai air. Kini krisis air sudah ada di depan mata. Kita harus mengimbau setiap orang untuk menghemat air dalam keseharian. Kita sendiri juga harus menghemat air. Kita sendiri juga harus menghemat air.
Selain masalah krisis air, kita juga bisa melihat sebuah kebakaran di Yilan pada sore hari tanggal 6 April. Pemerintah setempat segera bergerak untuk membantu di lokasi bencana. Pemerintah setempat segera bergerak untuk menangani masalah ini. Insan Tzu Chi juga segera bergerak untuk menenangkan fisik dan batin para warga. Kita juga mengantarkan makanan hangat, dana solidaritas, dan lain-lain. Lihatlah, para insan Tzu Chi berusaha untuk menenangkan hati para warga. Insan Tzu Chi selalu bersumbangsih dengan kekuatan cinta kasih seperti ini.
Di setiap komunitas masyarakat harus ada kekuatan cinta kasih seperti ini. Cinta kasih bagaikan air Dharma di dalam hati setiap orang. Saat ini, kita memang sangat kekurangan air. Lingkungan membutuhkan air. Batin kita juga membutuhkan air Dharma. Jika batin kita terlalu kering, maka api kegelapan batin akan terbangkitkan. Karena itu, kita membutuhkan basuhan Dharma.
Kita bisa melihat para insan Tzu Chi di Cengkareng, Indonesia juga mendengar Dharma di pagi hari. Seorang umat Muslim yang saleh di sana juga sangat yakin bahwa Tzu Chi bersumbangsih demi masyarakat. “Pengen belajar melatih diri. Master ngajarin-nya bukan hanya akhlak, dari kehidupan sehari-hari, welas asih ke sesama bukan hanya ke antarmanusia, ke binatang juga harus kita jaga. Keseimbangan antaralam juga. Tidak membeda-bedakan agama, lintas agama ras suku bangsa,” ucap Wahyu Sri. Ini tidak memengaruhi kepercayaannya. Selain itu, dia juga bisa bergabung ke dalam Tzu Chi untuk membawa manfaat bagi dunia.
Kita juga bisa melihat di Malaysia, para relawan kita sangat tekun dan bersemangat. Mereka mempercepat langkah untuk mendalami Dharma dan mempersiapkan adaptasi Sutra. Setiap orang saling menyemangati dan meneguhkan keyakinan. “Sesungguhnya, saya menderita kanker payudara. Saya sudah menjalani elektroterapi. Saya merasa ini bukan masalah. Asalkan dapat bersumbangsih dengan gembira, kita tidak perlu memikirkan penyakit kita,” ucap relawan tersebut.
Orang yang dapat bersumbangsih adalah orang yang paling memiliki berkah. Hidup ini tidak ternilai harganya. Kita juga bisa melihat murid saya yang baik di Tainan, Qiu-piao. Kemarin, dia telah kembali ke Hualien. Dia dan suaminya, Relawan Zhang Wen-lang, bergabung ke dalam Tzu Chi secara bersamaan pada tahun 1990 dan dilantik pada tahun 1991. Pasangan Bodhisatwa ini memiliki kesatuan hati dan tekad. Dalam pemeriksaan kesehatan pada 6 tahun lalu, Qiu-piao didiagnosis terkena kanker lambung. Sejak saat itu, dia terus berjuang melawan kanker dengan berani.
Selama enam tahun ini, saat saya pergi ke Tainan, dia selalu terlihat di tengah para relawan. Dia selalu terlihat sangat cantik. Setiap kali, dia selalu datang untuk menghibur saya. Agar saya tidak mengkhawatirkannya, dia selalu berpenampilan rapi di hadapan saya. Meski dia berkali-kali mengalami masa kritis, tetapi saat Relawan Zhang harus melakukan kegiatan Tzu Chi, dia selalu berkata kepada suaminya, “Saya tidak bisa pergi bersamamu. Jadi, kamu juga harus mengerjakan bagian saya. Kamu tidak perlu mengkhawatirkan saya. Anak kita akan merawat saya.” Sungguh, anak mereka sangat perhatian dan mendukung mereka mengemban misi Tzu Chi.
Penyakit yang diderita Qiu-piao sama sekali tidak memengaruhi Relawan Zhang dalam mengemban misi Tzu Chi. Baik penyaluran bantuan internasional maupun kegiatan Tzu Chi lainnya, semuanya dapat Relawan Zhang ikuti tanpa terpengaruh. Qiu-piao bahkan menyemangati suaminya. Pada dini hari kemarin, Qiu-piao meninggal dengan tenang. Dia memiliki sebuah harapan, yakni kembali ke sisi saya. Dia ingin menyumbangkan tubuhnya demi kepentingan pendidikan medis. Awalnya, setiap orang sangat khawatir tubuhnya bisa disumbangkan atau tidak. Selama 6 tahun ini, kondisi kesehatannya tidak baik. Karena itu, kita khawatir dia tidak memenuhi persyaratan untuk menyumbangkan tubuhnya. Beruntung, harapannya bisa terkabulkan.
Kemarin pagi, jenazahnya diantarkan ke Hualien. Setelah tiba di Hualien dan mengurus semua prosedurnya, keluarganya datang ke Griya Jing Si. Inilah kehidupan murid saya yang baik. Dia menyerap Dharma ke dalam hati sehingga dapat datang dan pergi dengan damai. Keluarganya juga sangat tenang dan damai. Ini juga membuat saya jauh lebih tenang. Hukum alam memang tidak bisa dihindari. Meski demikian, saya tetap merasa kehilangan. Wajahnya yang cantik masih terbayang dalam ingatan saya. Saya mendoakannya dengan tulus. Kita semua harus berdoa semoga dia bisa terlahir kembali di sebuah keluarga Bodhisatwa.
Melihat ketidakselarasan iklim di seluruh dunia
Mendidik anak-anak dengan kebijaksanaan agar mereka bisa berhemat
Saling menyemangati tanpa membeda-bedakan agama
Terlahir kembali dengan membawa ikrar
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 8 April 2015