Mengobati Para Pasien dengan Keterampilan Medis dan Hati Buddha
Terhadap Badai Tropis Chan-hom, kita tetap harus meningkatkan kewaspadaan. Kita harus mengantisipasi angin dan hujan. Kita harus waspada setiap saat. Tentu saja, setiap orang juga harus membangkitkan ketulusan. Kini empat unsur alam sungguh tidak selaras. Kebakaran hutan di Kanada kerap terjadi. Kebakaran demi kebakaran terus terjadi tanpa henti. Setelah hutan-hutan itu terbakar, untuk memulihkannya seperti semula merupakan hal yang sangat sulit. Sama halnya dengan saat tubuh manusia menderita luka bakar, untuk memulihkannya kembali diperlukan waktu yang panjang dan usaha keras.
Kita bisa melihat sejak ledakan di Taiwan terjadi hingga kini, para tenaga medis mendedikasikan diri untuk menyelamatkan para korban luka-luka. Para tenaga medis harus menahan kelelahan fisik dan bekerja dalam jangka waktu yang panjang untuk meringankan penderitaan pasien dan membantu mereka menjalani fisioterapi. Para tenaga medis berusaha untuk mengurangi penderitaan para pasien kelak.
“Kami harus membantu pasien melakukan fisioterapi sejak awal. Mungkin mereka hanya bisa berbaring di ranjang, tetapi kami akan berusaha semampu kami. Dimulai dari beberapa gerakan dasar, kita membantu mereka menggerakkan persendian tangan dan kaki. Ini harus mulai diterapkan dari sekarang. Semakin banyak yang kami lakukan sekarang, kelak penderitaan mereka akan semakin berkurang,” ucap Zhang Yi-wei, Fisioterapis RS Tzu Chi Taipei.
Kita juga mendengar bahwa saat di ruang operasi, karena khawatir suhu tubuh pasien luka bakar menurun, para dokter rela menjalankan operasi sambil bermandi peluh. “Berhubung sebagian besar tubuh pasien terluka, suhu tubuh mereka sangat mudah menurun. Karena itu, saat operasi berlangsung, kami menggunakan beberapa cara untuk mencegah penurunan suhu tubuh pasien. Cara pertama adalah dengan menaikkan suhu ruangan. Dahulu, pengaturan suhu ruang operasi biasanya sekitar 20 derajat. Namun, khusus untuk para pasien luka bakar, kami akan menaikkan suhu ruang operasi menjadi 26 atau 27 derajat. Dengan demikian, penurunan suhu tubuh pasien akan lebih lambat. Akan tetapi, bagi tenaga medis di dalam ruang operasi yang menjalankan operasi dan melakukan anestesi, suhu seperti itu tidaklah nyaman. Terlebih lagi, operasi ini membutuhkan waktu yang panjang sekitar empat hingga enam jam,” kata Huang Jun-ren, Kepala bagian anestesi RS Tzu Chi Taipei.
Sesungguhnya, tim medis kita telah sangat bekerja keras. Kita juga melihat cinta kasih antarrekan kerja. Seorang perawat mengisi sarung tangan dengan air, lalu membekukannya dan mengikatnya di punggung para dokter agar mereka merasa lebih sejuk. Setiap dokter yang menjalankan operasi mungkin akan berkeringat. Sesungguhnya, setiap orang sangat kepanasan. Jadi, dengan cara ini, mereka menurunkan suhu tubuh para dokter agar dapat terus melanjutkan pekerjaan mereka. Inilah tujuan utamanya. Tujuan mencegah penurunan suhu tubuh pasien adalah demi melindungi pasien. Meski berkeringat, tetapi para dokter tidak bisa menyeka keringat mereka.
Lihatlah, meski perawat berada di samping untuk membantu mereka menyeka keringat dan mengikat es batu pada punggung mereka, mereka tetap melanjutkan pekerjaan mereka. Mereka sangat berfokus pada pekerjaan mereka. Inilah pelatihan konsentrasi pikiran. Di tengah pelatihan konsentrasi pikiran, mereka membangkitkan welas asih agung sehingga dapat turut merasakan kepedihan dan penderitaan orang lain. Mereka mengerahkan segenap hati dan tenaga untuk meringankan penderitaan pasien. Mereka mendedikasikan diri dengan sepenuh hati. Sungguh, terhadap para tenaga medis, kita seharusnya memberikan semangat dan berterima kasih. Para dokter dan perawat mengerahkan segenap hati dan tenaga untuk menyelamatkan para pasien. Dengan hati bagaikan orang tua, hati Buddha, dan penuh susah payah, mereka mengobati para pasien. Setiap hari, kita bisa melihat hal ini di rumah sakit. Ini sungguh membuat orang kagum dan tersentuh.
Setiap hari, pada sekitar pukul 5 pagi, Kepala RS Chao sudah mulai memperhatikan kondisi para pasien. Beliau bagaikan orang tua yang mengasihi anak sendiri. Dua hari yang lalu, kita melihat ayah seorang perawat di unit perawatan intensif yang sangat tidak sampai hati melihat putrinya dalam jangka waktu panjang terus berada di pusat perawatan luka bakar untuk merawat begitu banyak pasien. Saat memikirkan kondisi putrinya, sang ayah juga teringat tenaga medis lainnya. Karena khawatir para tenaga medis kekurangan asupan gizi karena lupa makan atau tidak berselera, ayah tersebut memasak sepanci telur pindang dan mengantarkannya ke rumah sakit untuk putrinya beserta rekan kerja putrinya. Melihat orang tua yang begitu perhatian, saya sungguh sangat tersentuh.
Kita harus berterima kasih kepada semua pekerja di bidang medis yang bertekad untuk menyelamatkan kehidupan. Kita juga harus berterima kasih kepada keluarga mereka yang bisa memahami bahwa saat ini, mereka tengah berjuang untuk yang bisa memahami bahwa saat ini, mereka tengah berjuang untuk menyelamatkan orang yang menderita. Banyak tenaga medis yang tidak sempat pulang ataupun pulang dalam kondisi sangat lelah. Saya juga berharap anggota keluarga mereka dapat memberikan lebih banyak penghiburan dan semangat kepada mereka. Mereka mendedikasikan semua waktu mereka untuk merawat para korban luka-luka. Mereka sungguh membutuhkan dukungan keluarga. Saya juga sangat berterima kasih kepada enam rumah sakit Tzu Chi di Taiwan dan empat badan misi Tzu Chi yang telah bekerja sama.
Kita bisa melihat dua dosen jurusan keperawatan di Universitas Tzu Chi, yakni Nona Peng Tai-chu dan Hsieh Mei-lin yang turut memberikan bantuan sehingga tenaga medis lainnya dapat beristirahat sebentar. Dengan bertambahnya tenaga kerja, tenaga medis kita menjadi lebih bersemangat dan pekerjaan mereka menjadi lebih berkurang. Inilah wujud cinta kasih. Kita juga melihat seorang gadis yang menderita lumpuh otak. Demi para korban ledakan kali ini, dia akan menyumbangkan 10 dolar NT setiap menjual semangkuk kembang tahu.
Saya tidak tahu bagaimana cara membantu mereka. Selain itu, saya merasa bahwa rasa sakit para korban bukanlah rasa sakit yang bisa kita bayangkan. Dia membangkitkan tekad dan ikrar untuk membantu para korban luka-luka dalam ledakan di taman rekreasi air di Taiwan. Dia juga ingin mengerahkan sedikit tenaga untuk bersumbangsih bagi masyarakat. “Dalam kehidupan saya, saya bertemu banyak penyelamat. Saya selalu berpikir bahwa jika mampu, saya akan membalas budi masyarakat,” ucap Xiao-yu, Karyawan. Saya sungguh tersentuh melihatnya. Kehidupannya sungguh penuh cinta kasih. Permata Taiwan adalah kebajikan dan cinta kasih para warganya. Ini sungguh pantas dipuji. Kita sungguh harus berterima kasih kepada tenaga medis yang mengganggap pasien bagaikan keluarga sendiri. Ini merupakan kenyataan yang bisa kita lihat pada saat ini. Singkat kata, kita harus meneruskan kekuatan cinta kasih.
Menahan lelah dan terus bekerja keras untuk mengembangkan welas asih dan kebijaksanaan
Mengobati para pasien dengan keterampilan medis dan hati Buddha
Keluarga tenaga medis memberikan dukungan tanpa keluh kesah dan penyesalan
Menghimpun niat baik untuk melindungi sesama dan berdoa demi ketenteraman dan keselamatan
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 9 Juli 2015