Menjadi Saksi Welas Asih yang Melampaui Batasan Agama
Kehidupan penuh ketidakkekalan. Akibat ketamakan akan kesenangan duniawi, manusia terus merusak bumi ini. Alhasil, bumi menjadi sakit. Di mana-mana terjadi bencana. Jika bukan gempa, maka gunung meletus. Jika bukan banjir, maka kekeringan. Selain itu, ada pula gelombang panas, tornado, dan angin kencang. Sungguh, kerusakan dapat kita lihat setiap hari. Namun, kita juga dapat melihat kehangatan yang ada di bumi ini setiap hari. Sumbangsih para Bodhisatwa dunia sungguh membawa kehangatan. Berhubung musim dingin akan segera tiba, maka insan Tzu Chi melakukan survei sebelum pembagian bantuan musim dingin bagi warga kurang mampu di pedalaman.
Di Fujian, pejabat pemerintah setempat mendampingi insan Tzu Chi untuk meninjau kondisi warga. Kita menemukan banyak lansia yang hidup kekurangan dan harus hidup sebatang kara atau membesarkan cucu seorang diri. Ada pula keluarga yang tidak mampu menyekolahkan anak-anaknya. Selain memberikan beasiswa bagi anak-anak, kita juga membantu kehidupan keluarga mereka. Kita menemukan bahwa keluarga mereka sangat menderita. Saat melakukan kunjungan, para relawan juga membawa buah tangan bagi keluarga-keluarga ini. Para relawan juga berinteraksi dengan para lansia dan para kepala keluarga bagai satu keluarga dan penuh keakraban. Sejauh dan sesulit apa pun jalan yang harus ditempuh, para relawan tidak pernah takut.
Tidak hanya di Fujian, di provinsi lain pun insan Tzu Chi mulai menyiapkan bantuan musim dingin. Setiap keluarga yang dikunjungi insan Tzu Chi merasakan kehangatan. Para warga kurang mampu ini dapat merasakan keramahan insan Tzu Chi. Ketulusan ini telah terukir di dalam hati mereka. Saat melihat insan Tzu Chi, mereka bagai melihat anggota keluarga sendiri. Begitulah sumbangsih para Bodhisatwa dunia.
Selain itu, misi pendidikan Tzu Chi hari ini memperingati ulang tahun ke-25, salah satunya dengan mengadakan sebuah forum yang menghadirkan pembicara dari Filipina dengan topik bencana Topan Haiyan yang menerjang Provinsi Leyte, pada 8 November 2013 dan menghancurkan hampir seluruh Kota Tacloban dan Ormoc. Saat pemerintah provinsi setempat berencana meninggalkan kota-kota itu, insan Tzu Chi datang ke sana untuk bersumbangsih dan menjalankan program bantuan dengan pemberian upah. Sejak setahun yang lalu hingga sekarang, insan Tzu Chi tak pernah meninggalkan daerah itu. Selain bantuan darurat, Tzu Chi juga memberi pendampingan jangka panjang demi menenangkan hati warga. Selain itu, Tzu Chi juga membangun kelas rakitan agar anak-anak dapat segera kembali bersekolah. Kini Tzu Chi tengah membangun tempat tinggal.
Jadi, insan Tzu Chi terus berada di sana untuk membantu dan memberi bimbingan agar para warga juga dapat mengulurkan tangan untuk membantu orang lain yang kesulitan. Meski para warga juga hidup kekurangan, tetapi kita membimbing mereka untuk memiliki kekayaan batin. Setahap demi setahap, kita membimbing mereka agar bersedia membantu orang lain. Inilah cara Tzu Chi untuk membangkitkan semangat para warga di Tacloban dan Ormoc. Tzu Chi juga membimbing mereka untuk mengubah pola hidup ke arah yang lebih sehat. Kita juga membangkitkan cinta kasih mereka agar sesama warga dapat saling peduli.
Kemarin, seorang pastor dari Gereja St. Nino datang berkunjung. Saat penyaluran bantuan di Tacloban, kita sering meminjam gedung gereja itu sebagai tempat berkumpul. Sesungguhnya, gereja itu juga rusak parah. Berhubung mayoritas warga Filipina beragama Katolik, maka saat dilanda bencana dan menderita, mereka sangat membutuhkan sandaran batin. Karena itu, insan Tzu Chi berinisiatif untuk membantu memperbaiki gereja itu agar para warga dapat kembali beribadah dan mendapat sandaran batin. Oleh karena itu, kita memperbaiki gedung gereja itu. Pastor dari gereja itu datang untuk berterima kasih kepada Tzu Chi.
Saya juga menyampaikan kepada beliau bahwa insan Tzu Chi di lebih dari 40 negara bersama-sama menggalang hati dan tenaga bagi para korban bencana Topan Haiyan. Di saat yang sama, saya juga berharap semua agama dapat sama-sama menjadi sandaran batin bagi semua orang dan dapat membimbing para umat agar di dalam hati setiap orang terdapat sebuah jalan yang benar dan terang. Beliau setuju dengan pandangan saya bahwa semua agama hendaknya tidak saling mendiskriminasi. Beliau juga berharap perbaikan gereja itu dapat rampung sebelum Hari Natal tiba agar ratusan ribu warga setempat dapat kembali memiliki sandaran batin. Kemarin, di Universitas Tzu Chi, para relawan dari Filipina berbagi tentang ketidakkekalan hidup, dimulai dari datangnya Topan Haiyan yang membawa kerusakan di Tacloban hingga bagaimana insan Tzu Chi datang membantu dan membangkitkan kembali semangat hidup warga. Semua ini adalah proses dalam kehidupan.
Sesungguhnya, bencana bermula dari akumulasi kerusakan yang diciptakan oleh manusia yang mengakibatkan ketidakselarasan iklim. Jadi, untuk mengatasi masalah dari akarnya, setiap orang hendaknya dapat menjaga pola hidupnya, tidak boros dan bergaya hidup mewah, serta tidak terus mencemari bumi. Dengan demikian, pemanasan global tidak akan terus semakin parah. Jika manusia terus mengejar kesenangan dan terus menciptakan pencemaran, maka pemanasan global akan terus meningkat dan bumi akan semakin rusak. Ini akan membawa bencana bagi umat manusia. Singkat kata, demi anak cucu kita di masa depan dan demi diri kita sendiri di kehidupan mendatang, kita harus sungguh-sungguh menjaga bumi ini dengan baik.
Bencana akibat ketidakselarasan empat unsur melanda dunia
Tulus berbuat baik untuk menyelaraskan alam
Menjadi saksi welas asih yang melampaui batasan agama
Benih-benih berkah memenuhi dunia
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 01 November 2014