Menumbuhkan Jiwa Kebijaksanaan Lewat Sumbangsih di Tengah Masyarakat

Pada tanggal 3 Agustus lalu, Yunnan  diguncang gempa bumi dahsyat berkekuatan 6,5 skala Richter. Korban yang meninggal berjumlah 617 orang. Sebelum gempa bumi, wilayah itu sudah terus diguyur hujan hingga menyebabkan tanah longsor. Gempa bumi kali ini memperparah keadaan dan mengakibatkan banyak akses jalan yang terputus. Pemerintah pusat dan daerah Tiongkok sungguh bergerak cepat untuk melakukan upaya penyelamatan. Mereka mengerahkan helicopter dan mobil untuk menyelamatkan para warga. Mereka sungguh mengatasi berbagai kesulitan. Upaya penyelamatan termasuk sangat lancar. Namun, masih sangat sulit bagi kita untuk masuk ke lokasi bencana. Karena itu, relawan Tzu Chi mencurahkan perhatian di rumah sakit tempat para korban dirawat. Melihat insan Tzu Chi pergi mencurahkan perhatian, saya merasa sangat tersentuh. Mereka menggunakan isyarat tangan untuk mendekatkan diri dengan para korban. 

Lihatlah anak ini. Insan Tzu Chi terus berada di sampingnya bagai ayah kandungnya, bahkan membacakan buku cerita untuknya. Meski tempat tersebut berada jauh dari kita, tetapi para relawan baru di sana sangat giat berkontribusi. Sungguh, setiap orang di dunia adalah satu keluarga. Mengapa kita harus membatasi diri pada hubungan darah? Singkat kata, melihat bencana yang terjadi di dunia, saya sungguh merasa khawatir. Ajaran Buddha juga mengajarkan ini kepada kita. Pada masa dunia diliputi Lima Kekeruhan seperti ini, Tiga Bencana Besar dan Tiga Bencana Kecil akan terjadi secara bersamaan. Karena itu, kini kita bisa melihat banyak ketidakkekalan. Kita bisa melihat banyak pertikaian dan peperangan. Akibat pikiran yang tidak selaras, manusia menjadi saling bertikai sehingga memicu banyak kekacauan. Ini adalah hal yang sangat disesalkan. Karena itu, kita harus meningkatkan kewaspadaan. 

Selain itu, kondisi iklim yang tidak selaras juga telah menyebabkan kekeringan. Gagal panen mengakibatkan orang-orang di dunia kekurangan bahan pangan yang akan berujung pada kelaparan. Kini, banyak orang di Taiwan yang masih gemar mengonsumsi makanan mewah. Karena itu, mereka sering pilih-pilih makan. “Ini tidak enak dimakan, itu juga tidak enak dimakan.” Di tempat yang dilanda kelaparan, orang-orang bahkan mencari rumput untuk dimakan. Singkat kata,bumi telah menyokong kehidupan manusia. Karena itu, kita harus menaati hukum alam. Selama memiliki makanan, kita harus makan secukupnya. Karena itu, kita terus mensosialisasikan pola makan cukup 80 persen kenyang dan menggunakan 20 persennya untuk menolong orang. Kita hendaknya menjalani pola makan yang seimbang. Kita jangan pilih-pilih makanan, juga jangan makan terlalu berlebihan. Kita harus makan secukupnya. Jika setiap orang memiliki pikiran yang selaras dan menjalani pola makan seimbang, maka secara alami unsur alam akan selaras dan kehidupan kita akan aman dan tenteram. Intinya, kita harus menjalani kehidupan yang selaras agar kondisi alam bisa selaras dan kehidupan setiap orang bisa aman dan tenteram. 

Lihatlah Kaohsiung. Yang dilakukan insan Tzu Chi di Kaohsiung sangat membuat orang tersentuh. Selama 20 hari ini, langkah insan Tzu Chi tidak pernah berhenti. Beberapa relawan berjalan hingga kakinya kapalan dan lecet. Meski telapak kaki sudah kapalan dan lecet, mereka tetap tersenyum saat berkunjung ke rumah setiap warga dan merangkul setiap orang     dengan penuh kehangatan. Para dokter kita juga berkunjung ke rumah warga. Mereka melihat banyak orang yang masih trauma dan sulit menenangkan hati. Banyak orang yang masih tidak bisa tidur di malam hari karena merasa ketakutan. Karena itu, para anggota TIMA dan dokter dari RS Tzu Chi menjangkau orang yang menderita penyakit fisik dan penyakit batin serta keluarga yang membutuhkan layanan pengobatan. 

Melihat para dokter berulang kali berusaha untuk mengungkapkan perasaan yang tulus, para warga semakin bisa membuka hati untuk mendapat layanan pengobatan serta penghiburan batin. Semua itu sungguh membuat orang tersentuh. Inilah yang terjadi di Kaohsiung. Kita juga melihat dua orang anggota regu pemadam kebakaran telah melewati masa kritis dan sudah bisa keluar dari ruang perawatan intensif. Mereka mengungkapkan rasa terima kasih mereka terhadap insan Tzu Chi. 

“Saya sangat berterima kasih kepada kakak-kakak Tzu Chi yang telah menjaga ibu saya selama beberapa hari ini. Saya merasa sangat bahagia karena ada pendampingan kalian. Saya berharap bisa segera kembali bekerja dan berusaha bersama kalian untuk memberi pelayanan bagi masyarakat. Perhatian yang kalian curahkan sungguh membuat saya merasakan kehangatan dan ketulusan kalian. Ini semua membuat saya pulih lebih cepat. Karena adanya perhatian kalian, saya menjadi terdorong untuk segera berdiri kembali dengan kaki sendiri,” ucap seorang warga. 

Beberapa keluarga juga mengalami kesulitan untuk membayar biaya pendaftaran sekolah anak mereka. Seorang anak bahkan berpikir untuk berhenti sekolah karena tidak ingin menambah beban orang tuanya. Untungnya, insan Tzu Chi tiba di sana tepat waktu sehingga anak tersebut bisa melanjutkan sekolah dengan tenang tanpa perlu mengkhawatirkan biaya pendaftarannya. Orang tuanya juga sangat bersyukur. Anak tersebut juga sangat gembira karena akhirnya dia bisa melanjutkan sekolah sesuai dengan harapannya. Saya sungguh berterima kasih kepada para insan Tzu Chi yang telah bersumbangsih tanpa mengenal lelah sehingga bisa menenangkan hati begitu banyak orang. 

Kita sungguh harus mengembangkan jiwa kebijaksanaan dan menyerap Dharma ke dalam hati. Dengan begitu, baru kita bisa sungguh-sungguh membangkitkan cinta kasih yang sehat dan memberi manfaat bagi masyarakat. Bukankah dalam ceramah pagi  saya mengatakan bahwa kita harus menjadi Bodhisatwa yang memiliki sukacita dan kekuatan batin untuk menyucikan dunia ini? Semua ini bergantung pada sebersit niat. Asalkan kita memiliki cinta kasih dan bersumbangsih tanpa pamrih, maka kita akan memiliki kekuatan batin. Jadi, kita harus bersumbangsih dengan hati penuh sukacita.Meski tidak tega terhadap para korban dan bisa turut merasakan penderitaan mereka, tetapi karena insiden sudah terjadi, kita harus mengerahkan segenap kemampuan untuk memberi bantuan. Ini cara Bodhisattva bersumbangsih. Baiklah.Saya berterima kasih atas kesungguhan hati kalian. Kita harus senantiasa menggenggam waktu dengan baik.

 

Memberi ketenangan dan sukacita dengan penuh cinta kasih dan welas asih

Mendampingi dan memperhatikan para korban dengan hati penuh cinta kasih

Menghargai berkah dan tidak pilih-pilih makan

Menumbuhkan jiwa kebijaksanaan lewat sumbangsih di tengah masyarakat

 

Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 22 Agustus 2014.

 

Bila sewaktu menyumbangkan tenaga kita memperoleh kegembiraan, inilah yang disebut "rela memberi dengan sukacita".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -