Menyadari Ketidakkekalan dan Segera Menciptakan Berkah
Dokter Wu Yung-kang adalah seorang dokter yang sangat baik, juga murid saya yang baik. Dia sangat memperhatikan fisik dan batin pasien. Demi melayani pasien, dia bisa lupa untuk makan. Adakalanya, pasien akan membawanya nasi kotak dan berkata padanya, “dr. Wu, Anda harus makan. Anda tidak bisa menjaga diri dengan baik.” Dia sungguh adalah orang yang hidup demi melayani pasien, bukan bekerja demi bertahan hidup. Dia hidup demi melayani pasien. Dia mendedikasikan hidupnya sendiri Untuk menyelamatkan hidup orang lain.
Pada tanggal 5 Agustus lalu, mulanya dia dijadwalkan untuk menjalankan lima operasi. Pada saat menjalankan operasi yang ketiga, dia mulai merasa tidak enak badan. Usai menjalankan operasi yang ketiga, dia pergi ke ruang ganti untuk beristirahat di sana. dia pergi ke ruang ganti untuk beristirahat di sana. Salah seorang dokter yang masuk ke sana melihatnya agak berbeda. Dokter itu segera memeriksanya dan mendapati bahwa ternyata dia mengalami perobekan pembuluh darah aorta yang sangat parah. Para staf medis segera menghubungi keluarganya. 10 departemen yang terdiri atas hampir 40 tenaga medis menjalankan operasi selama 23 jam untuk menyelamatkannya.
Hari itu, selama seharian, saya terus mengkhawatirkannya. Tentu saja, kami semua yang berada di Griya Jing Si juga berdoa untuk kesembuhannya. Namun, kemarin, dr. Wu sudah meninggal dunia. Istrinya dan kakaknya juga melihat bagaimana tim medis kita berusaha untuk menyelamatkannya. Mereka sangat berterima kasih. Tadi malam, istri dr. Wu menelepon saya. Hal pertama yang dia katakan adalah “Master, maaf. Saya tidak menjaga murid Master dengan baik. Yang paling disesalkan adalah dia tidak bisa membantu Master merawat lebih banyak pasien. Saya meminta maaf karena tidak menjaganya dengan baik. Saya meminta maaf. Namun, Master janganlah bersedih.”
Istrinya malah datang menghibur saya. Dia berkata,“Kalian tidak perlu khawatirkan saya.” Dia berkata, “Saya merasa suami saya sama sekali tidak menderita. Ada begitu banyak orang yang perhatian dan mengantar kepergiannya. Dia sama sekali tidak menderita.” Saya berkata pada istrinya, “Kamu harus memintanya cepat kembali. Katakan padanya bahwa Master yang bilang.” Istrinya menjawab, “Saya sudah bilang padanya untuk cepat kembali dan menyelesaikan misi yang belum terselesaikan.” Istrinya begitu pengertian dan menyerap Dharma ke dalam hati. dr. Wu masih sangat muda. Dia baru berusia 56 tahun. Tanpa ada tanda-tanda, dia meninggal dunia. Saya sangat kehilangan. Bagaimana saya bisa melepas kepergiannya? Sekarang saya masih merasa kehilangan.
Kemarin pagi, saya juga menerima kabar tentang meninggalnya seorang dokter di RS Tzu Chi Hualien, yaitu dr. Huang Lu-chin. dr. Huang sudah menetap di Hualien selama 27 tahun. Dua tahun lalu, dia dilantik menjadi anggota Tzu Cheng. Dia juga murid saya yang baik. Dia hidup tanpa beban karena dia tidak berkeluarga. Sepanjang hidupnya, dia menganggap rumah sakit sebagai rumahnya dan menganggap pasien sebagai keluarganya. Dia memperhatikan pasien bagai keluarga sendiri. Pada saat penyaluran bantuan internasional, dia juga selalu meluangkan waktu untuk berpartisipasi. Dia sungguh mengagumkan. Dahulu, saat saya ke Taidong untuk mengadakan baksos kesehatan, dia juga selalu ikut pergi bersama saya. Pada saat itu, saya selalu pergi bersama para dokter untuk mengadakan baksos kesehatan. Pada saat itu dia sudah bergabung dengan Tzu Chi. Dia sudah bergabung dengan Tzu Chi selama 27 tahun. Kematiannya yang tiba-tiba membuat saya sulit menerimanya. Dia adalah dokter yang sangat baik. Dia tidak banyak berbicara, tetapi selalu bekerja keras untuk mengobati pasien.
Dua orang murid saya ini adalah murid yang dekat dengan hati saya. Saya merasa sangat kehilangan. Bagaimana saya bisa menerimanya? Namun, saya juga tidak berdaya. Banyak penderitaan yang tak bisa saya ungkapkan dengan kata-kata. Banyak hal yang membuat orang tak berdaya terus terjadi secara berkelanjutan. Sesungguhnya, di dalam pesawat Malaysia Airlines yang jatuh di Ukraina kemarin juga ada relawan Tzu Chi yang akan dilantik tahun ini. Dia adalah orang Hong Kong yang pergi ke Belanda untuk mengembangkan bisnisnya. Ibu mertuanya juga adalah relawan Tzu Chi. Dia dan istrinya menemani ibu mertuanya untuk kembali ke Malaysia. Mereka pulang dengan menumpang pesawat itu. Saat kecelakaan itu terjadi, hati saya merasa sangat sedih dan sulit untuk menerimanya. Kemudian dilanjutkan dengan jatuhnya pesawat di Penghu, Taiwan. Banyak keluarga yang merasakan kesedihan mendalam. Ibu dari kopilot pesawat itu adalah relawan Tzu Chi. Dia berkata kepada saya, “Saya berterima kasih karena Master sudah membabarkan Dharma untuk saya. Karena itu, hati saya bisa merasa bebas. Master tidak perlu mengkhawatirkan saya.”
Selain itu, dia juga berkata bahwa melihat kondisi pascakecelakaan, dia tidak hanya merasa tenang, tetapi juga merasa tersentuh karenanya jenazah anaknya masih utuh duduk di dalam kokpit dan tangannya masih memegang setir pesawat. Dia berkata bahwa jenazah anaknya masih utuh. Saat ingin melepaskannya, tangan anaknya seperti mencengkeram dengan erat. Dia berkata bahwa melihat anaknya menjalankan tugas dengan baik, dia sangat terharu. Namun, saat mendengarnya berkata demikian, saya juga merasa sangat sedih. Coba pikirkan betapa banyak bencana yang terjadi. Selanjutnya adalah ledakan pipa gas di Kaohsiung. Selama beberapa hari ini, insan Tzu Chi sangat kelelahan, tetapi mereka masih tetap bertahan. Setiap hari mereka masih pergi mencurahkan perhatian.
Dunia ini penuh dengan penderitaan. Ketidakkekalan bisa terjadi dalam sekejap. Belakangan ini kita sungguh bisa merasakan ancaman dan bahaya ada di mana-mana. Ketidakkekalan bisa datang dalam sekejap. Pikirkanlah, hidup ini menderita atau tidak? Meski menderita, tetapi kita juga tak berdaya. Karena itu, kita harus saling membantu untuk menyerap ajaran Buddha ke dalam hati. Sungguh, saya berharap setiap orang bisa mawas diri dan menggunakan hati yang tulus untuk terus menyebarkan ajaran baik di masyarakat agar setiap orang bisa mematahkan takhayul serta mempertahankan keyakinan benar dan pikiran benar, menjaga hati dengan baik, dan saling menyemangati.
Merasa kehilangan atas meninggalnya dua dokter humanis
Jangan lupa membangun tekad untuk kehidupan mendatang
Ketidakkekalan bisa terjadi dalam sekejap
Tekun dan bersemangat untuk mempertahankan pikiran benar
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Rita