Menyalurkan Bantuan dengan Cinta Kasih dan Melindungi Semua Makhluk
Kita bisa melihat Mozambik, Zimbabwe, dan Malaysia dilanda banjir pada saat yang hampir bersamaan. Malaysia masih memiliki sumber daya alam yang berlimpah. Selain itu, saat banjir melanda Malaysia, ada sekelompok besar insan Tzu Chi dari wilayah selatan dan wilayah utara Malaysia yang bersatu untuk menyalurkan bantuan bencana dan bersumbangsih bagi orang yang menderita. Namun, di Zimbabwe dan Mozambik, saat tidak dilanda bencana pun, para warga sudah hidup kekurangan. Mereka tidak memiliki apa-apa. Rumah yang mereka tempati sangat sempit dan dibangun dengan material seadanya. Bayangkanlah, terendam air selama satu hingga dua bulan, bagaimana rumah seperti itu bisa bertahan? Dari foto yang dikirimkan ke sini, kita bisa melihat orang yang menderita di sana.
Contohnya seorang anak berusia 14 atau 15 tahun. Entah bakteri apa yang menyerangnya. Sepasang matanya bengkak dan terus mengeluarkan air mata. Banyak orang tidak berani mendekatinya. Penderitaan anak itu sungguh tak terkira. Setelah melihat anak itu, insan Tzu Chi menjangkaunya untuk memberikan barang bantuan dan merangkulnya. Melihat insan Tzu Chi menjangkaunya, barulah warga setempat berani mendekat. Inilah penderitaan hidup warga setempat. Kita bisa melihat kondisi hidup mereka yang serba sulit sudah berlangsung sangat lama. Mereka selalu hidup kekurangan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Namun, banjir kali ini membuat mereka kehilangan tempat yang bersih dan kering ntuk ditempati.
Lihatlah kondisi hidup orang lain yang serba sulit. Jika kita bisa membangkitkan sedikit cinta kasih dan agak berhemat dalam keseharian kita, maka kekuatan yang terhimpun dapat kita gunakan untuk melakukan banyak kebaikan bagi mereka. Kita harus memiliki rasa senasib dan sepenanggungan. Saya terus mengimbau orang-orang tentang hal ini. Di dunia ini, untuk menyebarkan Dharma, kita membutuhkan Bodhisatwa dunia di setiap tempat. Semakin banyak Bodhisatwa dunia semakin baik. Ini karena di mana pun bencana terjadi, kita membutuhkan orang untuk mengumpulkan barang bantuan guna membantu para korban bencana. Karena itu, kita harus menyebarkan ajaran Buddha secara luas.
Kita juga harus menyebarkan ajaran kebajikan, bukan hanya teori ajaran Buddha saja. Kita harus menjauhkan diri dari segala kejahatan. Bahkan sebersit ketamakan pun jangan kita bangkitkan. Kita harus melakukan segala kebajikan. Meski mengalami sedikit rintangan, kita juga harus berusaha semaksimal mungkin untuk membantu orang lain. Dengan membina kebiasaan seperti ini, berarti kita telah mempraktikkan ajaran kebajikan. Jika setiap orang bisa menaati ajaran agama masing-masing, saya yakin kita pasti bisa memiliki cinta kasih dan welas asih agung, mengasihi semua makhluk tanpa membeda-bedakan serta memiliki rasa senasib sepenanggungan. Semua ini akan tersebar di seluruh dunia.
Di mana pun ada orang yang menderita, Bodhisatwa dan penyelamat akan muncul di sana. Lihatlah Zimbabwe. Relawan setempat membungkukkan badan untuk membagikan beras dan selimut. Mereka juga membentangkan kedua tangan untuk merangkul warga setempat. Mereka sangat lembut dan tabah. Agar memiliki ketabahan seperti ini, dibutuhkan keberanian. Mereka berani menjangkau orang yang tidak berani didekati oleh orang lain. Sikap insan Tzu Chi telah menjadi teladan bagi warga setempat. Inilah yang disebut pendidikan moral yang nyata menciptakan masyarakat yang penuh berkah.
Sesungguhnya, sekelompok relawan yang mengantarkan barang bantuan ini juga bukan orang berada. Namun, mereka telah membangkitkan kekayaan batin sehingga dapat bersumbangsih seperti ini. Orang yang menderita juga dapat merasakan rasa hormat dan cinta kasih para relawan sehingga penderitaan batin mereka teringankan. Seorang bapak menulis sebuah surat kepada kita. Dia berkata, “Saya melihat anak saya memakan nasi yang dimasak dengan beras yang dibagikan Tzu Chi dengan sangat gembira.” Kita telah menginspirasi Bodhisatwa dunia di Zimbabwe. Jadi, saat terjadi bencana di sana, relawan setempat dapat bergerak untuk menyalurkan bantuan. Karena itulah, kita harus menyebarkan kekuatan dan benih cinta kasih ke setiap tempat di seluruh dunia.
Tentu saja, kekuatan cinta kasih bukan hanya ada pada generasi kita, tetapi juga generasi-generasi berikutnya. Lihatlah sekelompok Bodhisatwa cilik yang kembali ke Hualien. Mereka saling belajar satu sama lain. Lihatlah para Bodhisatwa cilik mempelajari tata krama dalam keseharian. Saat belajar tata krama dalam berjalan, ada seorang anak laki-laki yang mempraktikkannya bagi anak lain. Dia berjalan dengan sangat berwibawa. Mereka juga mendengar ceramah pagi setiap hari. Banyak anak yang berbagi pemahaman mereka setelah mendengar ceramah pagi. Contohnya seorang anak berusia 4 tahun, You-cheng. Hari itu, dia memperlihatkan catatan-catatan mereka kepada saya. Saat menerimanya, saya merasa catatan-catatan itu lumayan berat. Dia sendiri juga membuat catatan. Dia selalu mendengar ceramah pagi. Saat mendengar kisah dalam ceramah pagi, dia mencatatnya dengan cara menggambar karena belum bisa menulis.
Topik hari ini adalah pengaruh kebiasaan dan keharuman moralitas. Suatu hari, Buddha dan seorang murid-Nya melakukan perjalanan. Di tengah jalan, mereka melihat seutas tali. Buddha lalu meminta sang murid memungut dan mencium bau tali itu. Yang tercium adalah bau yang sangat busuk. Buddha lalu bertanya padanya, “Apakah kamu tahu mengapa baunya sangat busuk?” Sang murid berkata, “Tidak tahu.” Buddha berkata, “Karena tali ini pernah digunakan untuk mengikat ikan. Karena itulah, ia berbau busuk.” Lalu, mereka melanjutkan perjalanan. Di tengah jalan, mereka melihat secarik kertas. Buddha meminta sang murid untuk memungut dan mencium bau kertas itu. Yang tercium adalah bau yang sangat harum. Buddha kembali bertanya, “Apakah kamu tahu mengapa baunya sangat harum?” Sang murid menjawab, “Saya tahu, karena ia pernah digunakan untuk membungkus dupa. Karena itulah, ia berbau harum.”
Jadi, jika kita bersama orang baik, maka bagaikan kertas itu,kita juga akan menjadi orang baik. Sebaliknya, jika bersama orang jahat, maka kita juga akan menjadi orang jahat, seperti tali yang berbau busuk itu. Dia juga mengimbau orang dewasa untuk bervegetaris. Tekad anak itu lebih teguh daripada orang dewasa. Dia dapat memengaruhi orang dewasa. Tanaman sayur tidak akan mati jika dipetik. Namun, hewan akan langsung mati begitu dibunuh untuk dimakan. Karena itu, janganlah kita membunuh hewan. Manusia memiliki nyawa, hewan juga memiliki nyawa. Jadi, janganlah kita memakan mereka. Anak itu mengasihi hewan dan memahami bahwa kehidupan semua makhluk adalah setara. Kita harus membangkitkan cinta kasih, mendalami Dharma, dan melakukan kebajikan.
Singkat kata, kita harus membangkitkan kekuatan cinta kasih dan bersumbangsih dengan sepenuh hati. Dengan melakukan praktik nyata, kita akan memperoleh banyak manfaat. Kita pasti bisa merasakan dan melihat manfaatnya. Jadi, kita harus selalu bersungguh hati.
Melihat penderitaan akibat banjir dan penyakit
Merangkul orang yang menderita dengan lembut dan menjadi teladan
Menyalurkan bantuan dengan cinta kasih untuk meringankan penderitaan
Melindungi semua makhluk dengan cinta kasih dan prinsip kesetaraan
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 11 Februari 2015