Menyebarkan Dharma dan Menggarap Ladang Berkah

Bodhisatwa berkulit hitam di Afrika Selatan telah bergabung dengan Tzu Chi selama belasan tahun. Dahulu mereka selalu berkeluh kesah tentang hidup mereka yang serba kekurangan. Meski kondisi ekonomi mereka masih belum berubah, tetapi kini mereka telah membuka hati dan bersedia bersumbangsih bagi orang lain. Butir demi butir cinta kasih di sana telah bertumbuh menjadi pohon besar. Pohon-pohon besar itu telah menghasilkan buah yang berlimpah. 

Kini relawan setempat bahkan bisa menyebarkan bibit cinta kasih hingga ke luar negeri. Mereka berbagi pengalaman mereka dengan para relawan kita di Mozambik. Saat baru tiba di Mozambik, mereka tidak mengenal satu orang pun di sana. Namun, mereka tetap melakukan kunjungan dari rumah ke rumah. Meski mendapat perlakuan yang tidak ramah, menerima penolakan, dan lain-lain, tetapi para relawan dari Afrika Selatan ini telah menyerap Dharma ke dalam hati. Mereka menjalankan Enam Paramita. Mereka tahu bahwa dalam berdana, mereka harus bersemangat dan sabar. Semua kemampuan ini sudah mereka miliki. Karena itu, meski menghadapi nada bicara yang tidak lembut dan mimik wajah yang tidak sedap, mereka tetap bersabar, tetap penuh ketulusan dan kasih sayang untuk menjelaskan kepada orang tentang pengalaman mereka. Mereka berbagi pengalaman hidup mereka yang dahulu hidup serba kekurangan. 

Setelah mengenal Tzu Chi, perlahan-lahan mereka mulai berjalan keluar dari kesedihan dan memasuki suasana yang penuh sukacita. Dengan hati yang lapang, mereka dapat memperoleh sukacita sendiri, juga dapat membantu orang lain yang hidup menderita. Sukacita datang bukan karena harta mereka bertambah, tetapi karena mereka tahu berpuas diri dan dipenuhi kegembiraan. Para relawan dari Afrika Selatan berbagi  dengan warga di Mozambik tentang kekayaan batin mereka. Meski warga setempat tidak sepenuhnya memercayai perkataan para relawan, tetapi mereka tetap mendengarkan.

 

Saat para relawan memberi tahu jadwal pembagian bantuan kita, warga setempat juga tidak sepenuhnya percaya. Saat paket bantuan tiba di sana, para penerima bantuan itu merasa sangat tersentuh dan turut mengulurkan tangan untuk membantu. Melalui interaksi itu, para relawan dari Afrika Selatan memanfaatkan kesempatan untuk berbicara dengan mereka. Kita mengumpulkan orang-orang yang merasa terharu itu untuk meminta mereka menjaga ketertiban di lokasi pembagian bantuan, meminta mereka memindahkan barang bantuan, dan lain-lain. Selain itu, kita juga menerapkan semangat budaya humanis. Pembagian paket bantuan yang pertama itu berjalan dengan sangat sukses. Para warga yang bekerja sama dengan relawan dari Afrika Selatan juga merasa sangat tersentuh. 

Demikianlah mereka membimbing sekelompok warga lokal. Hingga kini, jumlah relawan kita di sana terus bertambah. Mereka juga menyerap Dharma ke dalam hati. Yang lebih menggembirakan adalah melihat mereka mempraktikkan Dharma dalam keseharian. Seminggu sekali mereka mengadakan pertemuan relawan. Perlahan-lahan, orang yang datang semakin bertambah hingga tempat berkumpul menjadi tidak muat. Lalu, mereka meminjam sebuah tempat di gereja yang dapat mememuat lebih dari 160 peserta. Dari pukul 12 siang hingga pukul 4 sore, mereka mengadakan acara pertemuan di dalam selama 4 jam. Hanya orang yang sungguh-sungguh mendedikasikan diri yang diperbolehkan mengikuti acara itu.

 

Denise selalu menyampaikan kata-kata saya dalam acara pertemuan itu. Contohnya imbauan saya untuk bertutur kata yang baik dan lain-lain. Denise bahkan mengajak relawan setempat untuk menghafalnya.”Dan kita berterima kasih kepada Master Cheng Yen yang telah mengajarkan kita dan memberi kesempatan ini kepada kita. Kita tahu bahwa ini adalah ladang berkah terbaik untuk kita,” ucap relawan. “Apa yang saya katakan tadi?” tanya Denise. ”Bertutur kata yang baik, melakukan hal baik, berpikiran baik, dan menapaki jalan yang benar. Sepertinya semua orang sudah mengingatnya,” jawab relawan. 

Lihat, beginilah caranya membimbing mereka. Relawan yang berdiri di sampingnya adalah Paulo. Dia selalu sangat berharap bisa menguasai bahasa Mandarin dan dialek Taiwan agar bisa memahami perkataan saya secara langsung. Kini, dia selalu menerjemahkan program saya yang ada teks bahasa Inggrisnya untuk para relawan lokal. Selain menerjemahkannya secara lisan, dia juga memutar videonya agar relawan setempat bisa membuka mata dan menyadari bahwa di dunia ini bukan hanya mereka yang hidup kekurangan.

 

Di dunia ini ada banyak sekali orang yang hidup kekurangan dan hidup menderita akibat bencana. Orang yang hidupnya lebih memprihatinkan dari mereka sangatlah banyak. Karena itu, kini mereka menyadari bahwa tidaklah sulit bagi mereka untuk menyisihkan koin setiap hari. Kini, mereka menyisihkan koin ke dalam tiga celengan bambu setiap hari. Celengan yang pertama adalah untuk membantu para korban bencana Topan Haiyan di Filipina. 

Lihatlah, mereka sendiri hidup kekurangan, tetapi masih mau membantu orang yang terkena bencana. Jadi, orang kurang mampu juga bisa membantu orang lain. Untuk celengan bambu kedua, berhubung mereka menyewa sebidang lahan dengan harga yang sangat murah, mereka ingin menggunakan uang dari celengan kedua sebagai modal untuk membeli bibit, alat-alat bercocok tanam, dan lain-lain. Hasil panen mereka akan digunakan untuk membantu anak yatim piatu, dll, sisanya baru mereka jual. Celengan bambu ketiga adalah untuk membangun kantor Tzu Chi di Mozambik. Demikianlah mereka mengemban misi Tzu Chi dengan sangat baik di sana. 

Mereka juga mengajak para warga di sana untuk melakukan pelestarian lingkungan dan berusaha mengimbau mereka bervegetaris. Mereka mewariskan ajaran Jing Si dengan sepenuh hati. Denise juga mengajari relawan setempat tentang tata krama, isyarat tangan, dan gerakan tubuh. Tanpa disadari, ajaran Buddha telah tersebar hingga ke Mozambik. Para relawan di sana mengatakan bahwa saat mendengar Dharma, berarti mereka mewariskan ajaran Jing Si, saat bercocok tanam di kebun sayur, berarti mereka menjalankan mazhab Tzu Chi. Inilah kekuatan cinta kasih. Semua ini tercapai berkat akumulasi waktu.

 

Lihatlah mereka bercocok tanam dengan baik. Daripada hanya duduk dan berkeluh kesah tentang sulitnya kehidupan ini, lebih baik kita berdiri untuk mengembangkan potensi dalam diri. Bisa membantu orang adalah hal yang membahagiakan. Dengan bercocok tanam, kita akan mendapatkan hasil. Lihatlah, pintu mazhab Tzu Chi telah terbuka di Mozambik untuk membimbing lebih banyak orang. Ajaran Jing Si juga terus diwariskan di sana. Semua ini adalah hal yang sangat menyentuh hati.

 

Menanamkan kebajikan dan berpegang teguh pada tekad

Mewariskan ajaran Jing Si dengan penuh kekuatan tekad

Terus mempertahankan semangat celengan bambu

MempraktikkanTiga Kebajikan untuk menggarap ladang berkah

 

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 20 September 2014.

 

Beramal bukanlah hak khusus orang kaya, melainkan wujud kasih sayang semua orang yang penuh ketulusan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -