Menyelaraskan Pikiran dan Membantu Korban Bencana

Kecanggihan teknologi memang membawa banyak kenyamanan bagi manusia. Namun, kecanggihan teknologi juga membawa bahaya bagi manusia. Melihat berita tentang penyebaran virus Ebola, sungguh membuat orang khawatir. Sejak bulan Februari lalu, virus tersebut terus menyebar. Sekarang Kenya telah melarang pengunjung dari negara yang terjangkit virus memasuki perbatasan mereka. Ini juga salah satu cara melakukan antisipasi.Sejauh apa pun jaraknya, virus bisa terbawa manusia dan menyebar di tempat kunjungan mereka. Walaupun bukan secara sengaja, tetapi alat transportasi yang memadai telah membuat virus menyebar dengan cepat tanpa disadari.

Selain itu, nafsu keinginan dan ketamakan juga telah menyebabkan persaingan yang berujung pada bencana akibat ulah manusia. Saya sungguh tidak sampai hati melihat warga dari berbagai negara kehilangan tempat tinggal mereka. Banyak orang yang ingin membantu, tetapi yang bisa mereka lakukan sangatlah terbatas. Lagipula, barang bantuan bisa sampai di tangan para warga atau tidak juga tidak bisa dipastikan.

Singkat kata, kehidupan manusia penuh penderitaan. Karena itu, kita hendaknya sungguh-sungguh menyelaraskan pikiran. Satu-satunya cara yang bisa kita lakukan adalah menyelaraskan pikiran manusia. Kita juga melihat sekelompok warga Filipina yang bekerja di Taiwan. Mereka tahu dengan jelas bahwa pascatopan Haiyan di Filipina, insan Tzu Chi bergerak untuk membantu. Karena itu, kali ini di Sanxia, tempat kita menyiapkan rumah rakitan sementara bagi korban bencana di Filipina, banyak Bodhisatwa dari Filipina yang antusias mendaftarkan diri untuk turut membantu.

Sejak November tahun lalu hingga kini, insan Tzu Chi di Filipina tidak pernah menghentikan langkah kaki mereka. Berulang kali mereka membagikan beras kepada para korban bencana. Warga setempat sangat menyayangi dan menghormati Tzu Chi dari Taiwan. Mereka menunjukkan rasa hormat dan cinta kasih mereka melalui tindakan. Walaupun mereka dilanda bencana besar hingga hidup dalam kesulitan, tetapi mereka menyerap Dharma ke dalam hati dan berikrar untuk menyisihkan satu koin setiap hari guna membantu orang yang membutuhkan. Mereka terus melakukannya hingga kini. Setiap kali relawan Tzu Chi tiba, mereka selalu menyumbangkan seluruh isi celengan mereka.

Lihatlah, akumulasi sedikit demi sedikit donasi lama-lama bisa menjadi banyak. Para warga pertama kali mendonasikan koin pada saat kita menjalankan program bantuan Tzu Chi. Usai pengumpulan koin itu, bank setempat menghitungnya selama berbulan-bulan. Dari sini terlihat betapa banyaknya koin yang terkumpul. Tentu saja, koin yang belum dihitung masih sangat banyak.

Kini, ada lebih dari 8.000 warga setempat yang telah mulai mengikuti pelatihan relawan. Setelah mempelajari Dharma, kehidupan mereka mulai berubah. Selain itu, kekuatan cinta kasih mereka juga terus meluas  seperti tetesan air yang terus merembes. Dalam pembagian beras kali ini, para warga kembali mendonasikan koin mereka. Lihatlah guci demi guci koin yang terkumpul. Akumulasi sedikit demi sedikit donasi itu menjadi jumlah yang besar. Setiap orang membangkitkan kebajikan dan mempertahankan tekad awal mereka. Saya sudah mulai menyisihkan koin. Salah satu warga berkata, ”Saya ingin mendonasikannya kepada Tzu Chi untuk membantu orang lain.  Saya mendonasikan sejumlah koin. Saya harap ini bisa membantu warga Tacloban yang terkena dampak Topan Haiyan. Saya sangat senang bisa turut membantu dengan cara saya sendiri.”

Lihatlah mereka menyisihkan koin setiap hari. Yang terpenting bukanlah berapa jumlah donasi yang terkumpul, melainkan himpunan kekuatan setiap orang. Mereka melakukan apa yang bisa dilakukan setiap hari. Saya sungguh tersentuh melihatnya. Dengan sebersit niat baik, kita bisa melenyapkan bencana.

Demikian juga dengan di Kaohsiung. Ledakan pipa gas di Kaohsiung hingga kini sudah memasuki hari ke-17. Relawan Tzu Chi sudah bergerak membantu sejak dini hari pada hari pertama. Selama ini, kita sudah berkunjung ke setiap keluarga yang perlu dikunjungi dan mengetahui bahwa ada warga yang pascaledakan hingga kini masih tidak dapat membuka kembali toko mereka. Karena itu, mereka kesulitan untuk membayar biaya pendaftaran sekolah anak mereka.

Pada tanggal 15 Agustus lalu, saya meminta para relawan kita untuk  mengutamakan pemberian dana pendaftaran sekolah untuk mengutamakan  pemberian bantuan dana sekolah agar anak-anak bisa mendaftarkan diri untuk bersekolah. Saya melihat relawan Tzu Chi mengantarkan bantuan dana sekolah ke setiap keluarga yang membutuhkan. Gerakan tersebut telah dimulai kemarin.

Kita juga melihat Kepala RS Kao dan para dokter RS Tzu Chi Hualien yang berjumlah sekitar 30 orang menumpang kereta api pukul 02.30 dini hari dari Hualien. Begitu tiba di Kaohsiung pada pagi hari, Mereka langsung bergerak memberikan bantuan yang sangat diperlukan warga setempat. Saya sangat berterima kasih kepada mereka. Sesungguhnya, hari ini adalah ultah RS Tzu Chi Hualien yang ke-28. Kepala RS Kao mengubah perayaan ultah RS dengan kegiatan berkontribusi bagi umat manusia. Berhubung kini Kaohsiung sangat membutuhkan pelayanan kesehatan, maka Kepala RS Kao beserta para staf medis pergi ke Kaohsiung untuk berkontribusi.

Ini juga merupakan cara untuk merayakan ulang tahun. Saya sangat berterima kasih. RS Tzu Chi Dalin dan RS Tzu Chi Taichung juga mengubah perayaan ulang tahun dengan cara memberi pelayanan kesehatan. Begitu pula dengan RS Tzu Chi Taipei. Inilah budaya humanis dalam misi kesehatan. Pada saat seperti ini, apakah kita masih tega bergembira untuk merayakan ultah RS? Kita hendaknya berempati dan turut merasakan penderitaan orang lain. Pada saat orang-orang menderita, kita tidak sanggup bergembira. Inilah yang dinamakan insan Tzu Chi. Kita hendaknya menempatkan diri pada posisi mereka yang menderita. Saya sungguh berterima kasih kepada para relawan Tzu Chi dan dokter kita. Setiap orang berkontribusi dengan hati yang paling tulus. Melihat mereka setiap hari berdoa dengan tulus demi para korban bencana, saya sungguh berterima kasih.

 

Kecanggihan teknologi membawa bahaya

Konflik karena ketamakan mengakibatkan banyak orang harus mengungsi

Membalas budi dengan cinta kasih dan membantu persiapan rumah rakitan sementara

Memberikan dana pendaftaran sekolah dan mengadakan baksos untuk para korban ledakan


Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 17 Agustus 2014.

Apa yang kita lakukan hari ini adalah sejarah untuk hari esok.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -