Pembagian Bantuan Musim Dingin, Mengenang Kisah Kali Angke
“Master Cheng Yen mengajari kita bahwa cinta kasih tidak membedakan kewarganegaraan. Cinta kasih yang sesungguhnya tidak dibatasi oleh kewarganegaraan, suku, atau agama. Oleh karena itu, kita adalah satu keluarga,” ucap relawan Tzu Chi di Swaziland.
Pemandangan penuh kehangatan yang terlihat ini adalah di Swaziland. Tahun ini, beras dari Taiwan telah dikirimkan ke Swaziland. Kita telah mulai melakukan pembagian bantuan. Saya sangat berterima kasih kepada seorang pengusaha dari Taiwan. Insan Tzu Chi telah bolak-balik ke Swaziland sebanyak lebih dari 30 kali. Perusahaan ini selalu menyediakan tempat tinggal dan memberi banyak bantuan kepada insan Tzu Chi. Sungguh tidak mudah bagi relawan Afsel kita untuk masuk ke wilayah Swaziland. mereka harus menempuh perjalanan sejauh lebih dari 600 km. Saat akan melewati perbatasan, mereka juga sering dipersulit. Meski demikian, mereka tidak gentar menghadapi kesulitan. Mereka tetap berulang kali pergi ke sana.
Perjalanan kali ini adalah yang ke-33 kali. Meski sulit untuk masuk ke wilayah itu, tetapi setiap kali memberikan bantuan dan melihat orang yang hidup kekurangan menerima barang bantuan, mereka merasa sangat senang dan gembira. Ketulusan dan kasih sayang para insan Tzu Chi membuat warga setempat sangat tersentuh. Karena itu, kini kita memiliki 700 relawan lokal di sana. Dalam penyaluran bantuan kali ini, Perusahaan Tex-Ray juga membangkitkan ikrar dan tekad agung. Mereka menyediakan selimut, makanan, dan barang kebutuhan harian untuk setiap keluarga penerima bantuan. Barang bantuan mereka dibagikan secara bersamaan dengan barang bantuan Tzu Chi.
Bodhisatwa dunia haruslah dibimbing untuk membangkitkan cinta kasih. Adakalanya, direktur Tex-Ray datang bertemu saya saat saya berada di Taipei. Saya berkata padanya, “Saya berterima kasih karena kalian telah membantu insan Tzu Chi Afsel kami yang pergi ke Swaziland.” Dia selalu menjawab dengan gembira, “Sama-sama.” “Para staf kami juga melakukannya dengan gembira.” Para stafnya yang merupakan warga lokal juga merasa sangat gembira karena dapat membantu saudara sebangsa mereka.Perlahan-lahan, para staf di perusahaan itu mulai memiliki kesan yang baik terhadap warga Tionghoa. Kita bisa melihat dalam penyaluran bantuan kali ini, Perusahaan Tex-Ray mendirikan tenda yang sangat besar untuk menjaga keamanan barang bantuan. Mereka juga membantu insan Tzu Chi membagikan bantuan dengan sikap penuh hormat dan cinta kasih.
Lihatlah, asalkan memiliki cinta kasih, di mana pun kita berada, kita tetap bisa menabur benih cinta kasih. Butir demi butir benih itu akan bertunas dan bertumbuh menjadi pohon bodhi. Lihatlah ketertiban relawan di Swaziland. Inilah hasil bimbingan relawan Tzu Chi Afrika Selatan yang telah bolak-balik ke sana sebanyak 33 kali. Ini sungguh penuh kehangatan. Saya sangat gembira melihatnya. Melihat setiap orang berkumpul untuk menghimpun kekuatan cinta kasih, saya merasa sangat tersentuh.
Kita juga bisa melihat Bodhisatwa daur ulang di Taiwan mulai bergerak untuk mengantisipasi demam berdarah. Selain itu, mereka juga menggalakkan pelestarian lingkungan. Kita memiliki lebih dari 5.600 posko daur ulang di Taiwan. Setiap relawan bergerak untuk membersihkan seluruh posko daur ulang dan lingkungan sekitar. Setelah itu, mereka menyemprotkan disinfektan untuk mencegah penyakit demam berdarah. Ini karena penyakit demam berdarah yang mewabah di wilayah selatan Taiwan, kini mulai perlahan-lahan meluas ke wilayah utara. Di wilayah selatan Taiwan, kita sudah mengambil langkah-langkah pencegahan sejak dahulu. Kini kita akan menggalakkan pelestarian lingkungan di seluruh Taiwan.
Dahulu, saya pernah berkata kepada relawan Tzu Chi di wilayah selatan Taiwan untuk tidak membawa pulang sampah yang dibuang orang. Karena itu, kini mereka sangat giat mengajak warga untuk menjaga kebersihan barang daur ulang dan sungguh-sungguh melakukan daur ulang. Kita bisa melihat mereka sangat bekerja keras untuk melakukan sosialisasi. Sungguh, kini sudah saatnya bagi kita untuk menekankan praktik benar dengan semua orang.
Dahulu, kita hanya mengimbau para warga untuk menjaga kebersihan barang daur ulang. Kini, kita harus benar-benar mendorong mereka untuk mempraktikkannya. Saya merasa sangat gembira melihat mereka yang sangat bersungguh hati dan penuh cinta kasih melakukan sosialisasi secara besar-besaran di komunitas. Saya sungguh sangat bersyukur dan tersentuh. Para relawan daur ulang kita telah membimbing para warga di komunitas untuk memilah barang daur ulang sendiri. Kita cukup meletakkan beberapa keranjang di sana, dan para warga sudah bisa memisahkan barang daur ulang sesuai jenisnya. Pemandangan yang terlihat itu sungguh membuat orang tersentuh.
Kita juga bisa melihat Kali Angke di Indonesia. Pada hari ini tahun 2002 lalu, kita mengadakan kegiatan perlombaan perahu naga di Kali Angke. Pada tanggal 4 November 2002, perlombaan perahu naga diadakan di Kali Angke. Mungkin semua orang tahu tentang kisah Kali Angke. Pada bulan Januari 2002, Jakarta dilanda banjir besar. Air banjir juga menggenangi wilayah Kali Angke dan tidak kunjung surut meski sudah 2 bulan lebih. Saat menyurvei lokasi bencana, kita melihat kali tersebut sangat kotor. Kedalaman kali yang awalnya 7 meter, saat itu hanya tinggal 1 meter akibat sampah yang menumpuk di dalamnya. Selain itu, banyak orang yang membangun tempat tinggal di bantarannya. Mereka menggunakan air di sana, juga buang air di sana. Mereka menggunakan air dari kali itu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Semua yang terlihat oleh kita sungguh sulit dipercaya.
Selain itu, lebar kali yang tadinya 70-an meter, saat itu hanya tersisa 25 meter akibat banyaknya bangunan liar yang dibangun di bantaran. Demi membersihkan kali itu, kita mengerahkan usaha yang besar. Pada bulan Februari 2002, kita mulai melakukan program 5P. Hingga pada bulan November 2002, lewat Bapak Sugianto Kusuma, gubernur DKI Jakarta saat itu menyatakan bahwa beliau ingin mengadakan kegiatan perlombaan perahu naga di sana. Awalnya saya berkata, “Air di sana masih sangat kotor. Janganlah mengadakan perlombaan di sana karena akan sangat memalukan.”
Namun, ucapan gubernur saat itu masih membuat saya tergugah hingga hari ini. Beliau berkata, “Justru karena kali ini masih belum bersih sepenuhnya, maka saya ingin mengundang para pejabat asing untuk melihat dan membandingkan kondisi kali itu dengan sebelumnya.” Karena itulah, kita mengadakan perlombaan perahu naga pada tanggal 4 November. Beliau mengundang banyak pejabat asing untuk melihat perlombaan itu. Kita bisa melihat Relawan Stephen Huang menaiki perahu motor karena gubernur DKI Jakarta saat itu juga berada di sana. Namun, saat di tengah kali, mesinnya mati akibat tersangkut sampah. Mereka merasa sangat panik di sana.
Melihat mereka bisa mengadakan perlombaan di sana, saya sudah merasa sangat bersyukur. Kini, Kali Angke telah diganti nama menjadi “Kali Angke Tzu Chi”. In Bahasa Indonesia, Dalam lafal bahasa Indonesia, “Tzu Chi” terdengar mirip dengan “suci”. Dahulu, Kali Angke disebut sebagai Jantung Hitam Jakarta karena airnya sangat kotor. Melihat kegiatan perlombaan perahu naga mereka, saya merasa sangat gembira. Inilah sejarah Tzu Chi pada hari ini. Setiap hari adalah hari bersejarah bagi kita dan ada Dharma yang bisa kita pelajari.
Relawan Afrika Selatan melakukan pembagian bantuan
Bersatu hati untuk menumbuhkan benih kebajikan
Mencegah timbulnya penyakit demam berdarah
Mengenang sejarah Kali Angke
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 04 November 2014