Saling Membantu di Tengah Kesulitan dan Memulihkan Batin Manusia
Kemarin, sekitar pukul 12 tengah malam, terjadi ledakan gas di Zhonghe yang berdampak pada belasan unit rumah. Di antaranya juga ada rumah insan Tzu Chi. Dia segera memberikan pendampingan dan penghiburan kepada para warga. “Inilah yang Master ajarkan kepada kami. Keluarga saya baik-baik saja. Yang penting semuanya selamat dan tidak ada yang terluka. Jadi, kami seharusnya mencurahkan perhatian kepada para tetangga. Tzu Chi sangat memperhatikan kami. Warga-warga di sini sungguh memiliki berkah,” ucap Huang Miao-zhu, relawan Tzu Chi.
Setelah itu, insan Tzu Chi mencurahkan perhatian secara berkelompok. Insan Tzu Chi selalu hidup bermasyarakat tanpa membeda-bedakan satu sama lain dan bekerja sama dengan kesatuan hati demi membantu orang yang membutuhkan bantuan dan memberikan penghiburan kepada mereka. Insan Tzu Chi juga bertindak dengan cepat. Berhubung pemilik rumah terluka dan dilarikan ke rumah sakit, maka insan Tzu Chi juga menuju rumah sakit untuk mencurahkan perhatian.
Di Chiayi juga terjadi kebakaran di sebuah rumah. Seorang anak laki-laki berusia 3 tahun terluka dan dilarikan ke rumah sakit. Insan Tzu Chi juga bersungguh hati untuk mencurahkan perhatian kepada keluarga dan anak laki-laki itu. Baik di wilayah selatan maupun utara Taiwan, insan Tzu Chi selalu segera bergerak saat ada orang yang membutuhkan bantuan. Kita juga bisa melihat seorang ibu berusia lebih dari 70 tahun. Putranya mengalami kecelakaan lalu lintas pada 21 tahun yang lalu.
Saat itu, dia tidak bisa berbicara dan tidak bisa duduk. Begitu duduk, dia akan terus merosot dari kursi. Karena itu, dia harus diikat di kursi roda. Kini sang ibu sudah lanjut usia. Yang paling dikhawatirkannya adalah kelak tidak ada orang yang merawat putranya. Saya lalu mengajak mereka ke posko daur ulang kita. Tidak masalah mereka mau datang pukul berapa dan datang berapa kali. Yang penting mereka mau datang dan putranya dapat berinteraksi dengan sesama. Putranya juga perlu menjalani pemulihan. Dengan melepaskan baut dan membongkar barang, putranya juga dapat melatih tangannya.
Selain membantu mereka, kita juga menyemangati mereka untuk berbaur dengan masyarakat. Sejak tahun lalu, mereka mulai pergi ke posko daur ulang. Setiap hari, perjalanan menuju posko daur ulang memakan waktu selama 40 hingga 50 menit. Mereka pergi dengan berjalan kaki. Ini juga termasuk terapi bagi putranya. Perhatian dari keluarga besar Tzu Chi juga membuat sang ibu merasa tenang karena kini putranya telah memiliki sandaran. Ada begitu banyak orang dari keluarga besar Tzu Chi yang bisa membantunya. Jadi, setiap orang memiliki potensi terpendam. Meski hanya bisa menggunakan satu tangan, dia tetap memiliki potensi yang terpendam.
Yang lebih mengagumkan adalah seorang anggota komite di Taichung, Zhen-ye. Pascagempa di Taiwan pada tahun 1999, dia sudah bergabung ke dalam Tzu Chi dan dilantik pada tahun 2007. Hidupnya penuh dengan rintangan. Namun, dia sangat optimis. Lihatlah, tubuhnya begitu kecil. Pertumbuhannya berbeda dengan orang-orang pada umumnya karena saat duduk di bangku SD, dia menderita penyakit tulang rapuh sehingga mudah mengalami patah tulang. Meski demikian, tekadnya untuk menuntut ilmu tidak kalah dari anak lain.
Meski saat duduk di bangku SD, pendidikannya terputus beberapa kali dan membuatnya merasa rendah diri, tetapi setelah masuk ke jenjang sekolah menengah dan berbaur dengan teman-teman sekolahnya, rasa rendah dirinya pun semakin berkurang. Dia bisa membuka pintu hatinya dan belajar dengan tekun hingga menyelesaikan jenjang sekolah menengah. Dia juga pergi ke tempat pelatihan keterampilan untuk mempelajari keterampilan.
Pada usia 20-an tahun, dia pergi ke Taipei untuk bekerja. Jalinan jodoh membuatnya mengenal suaminya di sana. Suaminya adalah seorang penderita bibir sumbing, tetapi mereka saling menghargai dan saling mengasihi. Mereka menikah dan telah memiliki seorang putri. Putri mereka sangat cantik. Suaminya juga sangat baik. Keluarga kecil ini menjalani hidup dengan bahagia.
Dia dilantik pada tahun 2007. Setelah dilantik, keaktifannya dalam kegiatan Tzu Chi tidak kalah dari relawan lain. Donaturnya juga sangat banyak. Suatu kali, seorang donator yang juga merupakan temannya menelepon untuk menceritakan penderitaan batin yang sedang dialaminya. Temannya juga berkata bahwa dia ingin bunuh diri. Lewat telepon, Zhen-ye berkata kepada temannya, “Tunggu sebentar, saya akan segera menjengukmu.” Lalu, dia mengendarai motor ke rumah temannya dan berbincang-bincang dengannya. Dia berbagi tentang berbagai pengalamannya dan berusaha membimbing temannya.
Saat dia hendak berdiri dengan bertumpu pada tangannya, tiba-tiba terdengar sebuah suara. Ternyata tulang tangannya patah lagi. Temannya terkejut dan memintanya untuk segera memeriksakan diri ke dokter. Dengan tenang dan sambil tersenyum, dia berkata, “Tidak apa-apa, tulang saya sering patah.” “Saya sudah terbiasa. Tidak apa-apa.” Sambil berkata begitu, dia melepaskan jaket yang dipakainya dan menggunakannya untuk menopang tangannya yang patah. Lalu, dia berkata, “Saya sudah bisa pulang sekarang.” Temannya berkata, “Kakimu tidak bisa digerakkan dengan leluasa. Kini kamu hanya bisa menggunakan satu tangan untuk mengendarai motor. Berbahaya tidak?” Dia berkata, “Saya sudah terbiasa seperti ini. Kamu tenang saja.”
Kali itu, untuk menempuh jarak yang biasanya hanya membutuhkan waktu selama 20 menit, dia menghabiskan waktu selama 40 hingga 50 menit. Dia mengendarai motor pelan-pelan. Setelah dia tiba di rumah, temannya menelepon lagi dan berkata, “Melihatmu seperti ini, saya sungguh sangat tercengang. Saya juga merasa sangat malu. Tenang saja, saya tidak berniat bunuh diri lagi.” Setelah melihat kondisnya, temannya berkata, “Saya akan sungguh-sungguh mengasihi tubuh saya. Saya tidak ingin bunuh diri lagi.” Jadi, patah tulang yang dia alami saat itu telah menyelamatkan temannya. Dia pun juga sangat bersyukur karena dapat menyelamatkannya.
Dia berbagi tentang perjalanan hidupnya yang sulit dan penuh rintangan. Meski sulit, tetapi dia tetap bisa melaluinya. Ini sungguh tidak mudah. "Dengan kondisi kesehatan yang seperti ini, saya justru bisa memiliki hati yang bajik. Jika kondisi kesehatan saya tidak seperti ini, mungkin saya memiliki temperamen yang buruk. Penderitaan akibat penyakit membuat saya tahu untuk bersyukur dan ingin melakukan lebih banyak hal. Saya merasa melakukan daur ulang sangat baik. Ini seperti sedang berolahraga. Setiap hari melakukan daur ulang dengan teman-teman adalah hal yang menggembirakan. Selama tubuh ini masih bisa bergerak, kita harus memanfaatkannya dengan baik. Selama tubuh saya masih bisa bergerak, saya akan memanfaatkannya sebaik mungkin," ucapnya.
Petugas pemadam kebakaran segera bergerak untuk memadamkan api
Melihat kehangatan antara para tetangga yang saling membantu
Tetap bersukacita melakukan daur ulang meski mengalami keterbatasan gerak
Keterbatasan gerak tidak menjadi rintangan untuk membimbing sesama
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 1 April 2015