Saling Menumbuhkan Jiwa Kebijaksanaan

“Dahulu, saya sangat mementingkan uang. Awal tahun ini, saat saya kembali ke Taiwan untuk mengucapkan  selamat Tahun Baru kepada Master, Master berkata kepada saya untuk mendengar ceramah pagi. Selama empat bulan ini, saya tidak pernah absen mendengar ceramah pagi. Baik pergi ke Selangor, Jakarta, maupun Singapura, saya pasti mendengar ceramah pagi setiap hari. Setelah mendengar ceramah pagi, saya mendapatkan banyak pelajaran. Dengan menghirup keharuman Dharma, saya memahami Empat Kebenaran Mulia dan hukum sebab akibat. Karena memahami hukum sebab akibat, maka saya mengubah semua tabiat buruk. Master meminta saya berhenti merokok, maka saya pun berhenti merokok. Bervegetaris adalah hal paling sulit bagi saya, tetapi saya berhasil melakukannya. Kini, saya tidak terlalu mementingkan uang lagi,” cerita Datuk James Hwong, relawan Tzu Chi Malaysia.

Dahulu, Datuk James Hwong sangat mementingkan uang, tetapi tidak mempunyai teman. Namun, setelah ikut kegiatan menghirup Dharma di pagi hari, dia mengenal banyak teman. Teman-teman ini bukan teman bersenang-senang, melainkan teman-teman yang menumbuhkan jiwa kebijaksanaan bersama. Dengan memiliki teman-teman itu, mereka bisa saling menumbuhkan jiwa kebijaksanaan. Saya juga berharap mereka bisa saling menumbuhkan jiwa kebijaksanaan. 

Kita juga bisa mendengar seorang anak muda berbagi tentang kehidupan malamnya di masa lalu. “Dahulu, saya suka mengonsumsi minuman keras, balap motor, merokok, dan menikmati kehidupan malam. Saya juga bersikap tidak sopan kepada kedua orang tua saya. Kemudian, saya jatuh sakit. Saat jatuh sakit, saya cuti sakit selama seminggu. Selama cuti sakit, saya melihat kedua orang tua saya selalu bangun sekitar pukul 4 pagi dan keluar dengan memakai seragam Tzu Chi. Mereka pulang pukul 6 pagi. Mereka tidak kembali tidur, melainkan berdiskusi dengan gembira. Saya pun merasa heran dan ikut mereka pergi mendengar ceramah pagi. Saat mendengar ceramah pagi, saya mendengar Master mengatakan sesuatu. Saat itu, saya tidak mengerti dialek Taiwan, tetapi saya mengerti satu kalimat, ‘Asalkan memiliki niat, maka tidak sulit untuk bertobat’. Kalimat itu menyadarkan saya. Ini sungguh luar biasa. Jadi, saya pun bertekad untuk mendengar ceramah pagi. Dalam dua minggu, saya berhenti minum minuman keras, berhenti merokok, dan tidak menjalani kehidupan malam lagi. Saya juga mulai bersikap sopan kepada orang tua saya. Yang paling utama, dahulu saya selalu pulang ke rumah sekitar pukul 4 atau 5 pagi. Kini, saya bangun pukul 4 pagi untuk mendengar ceramah Master,” ucap Zheng Wei-lun. Dia mengikuti orang tuanya mendengar ceramah pagi dan menyerap Dharma ke dalam hati sehingga dapat mengubah kehidupannya. 

Kita juga bisa mendengar kisah seorang Bodhisatwa lansia yang memiliki lebih dari 1.600 donatur. Setiap bulan, dia harus mengumpulkan dana amal dari banyak donatur. Ia berkata, “Setiap hari, saya selalu membawa payung baik di hari cerah maupun hujan. Begitu ada orang berbicara dengan saya, saya akan bertanya kepadanya, ‘Apakah kamu adalah donatur Tzu Chi?’ Jadi, meski saya memiliki banyak donatur, tetapi tidak semuanya saya kenal. Suatu kali, saya bertemu dengan sekelompok orang. Saya bertanya kepada mereka, ‘Apakah kalian sudah menjadi donatur Tzu Chi?’ Mereka menjawab, ‘Sudah’. Saya bertanya, ‘Siapa yang mengambil dana dari kalian?’ Mereka menjawab, ‘Kamu’. Saya hanya mengingat nama mereka. Jadi, sekarang saya menggunakan cara pintar. Saya akan mencatat nama mereka terlebih dahulu. Saya tidak berani lagi bertanya  kepada siapa mereka menyerahkan donasinya agar tidak mendapat jawaban yang sama.”


Dia memiliki banyak cara untuk menginspirasi orang lain. Dia sungguh menyerap Dharma ke dalam hatinya. Inilah yang harus kita pelajari. Kita harus mendengar Dharma dan menumbuhkan akar kebijaksanaan. Kita harus memiliki akar keyakinan yang dalam dan tekad yang kokoh. Sesungguhnya, kita harus berdedikasi. Dengan melakukan banyak hal dan mengemban banyak tanggung jawab, kita akan menghadapi berbagai macam orang yang berbeda dengan tabiat yang berbeda pula. Semua itu merupakan ujian bagi kita. Untuk tidak membangkitkan noda batin saat menghadapi orang, masalah, dan materi, sangatlah sulit. Namun, inilah cara bagi kita untuk berlatih bagaimana menyerap Dharma ke dalam hati.

Ketika berhadapan dengan kondisi yang memicu bangkitnya noda batin, kita hendaknya berusaha mengatasinya dan menghadapinya secara alami sehingga bagaimana pun perlakuan orang lain terhadap kita, kita tidak membangkitkan niat buruk. Semua itu bisa dilatih. Bagaikan sebuah besi, kita harus memasukkannya ke dalam tungku untuk dibakar hingga panas, lalu mengeluarkannya untuk ditempa dan dibentuk, kemudian memasukkannya lagi ke dalam tungku. Setelah melalui proses berulang-ulang, barulah ia bisa menjadi benda-benda yang halus dan kuat.

Kita tidak tahu sudah berapa banyak kehidupan kita membangkitkan kegelapan batin dan menciptakan banyak karma buruk. Kini, kita telah mendengar Dharma, maka kita harus melatih diri. Untuk itu, kita harus terjun ke tengah umat manusia. Tidak peduli orang dengan tabiat seperti apa muncul di hadapan kita, kita harus bisa selalu melihat dari sisi positif. Jika kita bisa melatih diri seperti ini, maka kita akan bisa kembali ke hakikat kebuddhaan yang murni. Hakikat kebuddhaan tidak berwujud. Kita tidak bisa melihat atau menyentuhnya. Namun, kita harus melatih batin kita hingga menyatu dengan kebenaran. Dengan demikian, maka tidak akan ada masalah yang bisa memengaruhi hati kita. Jadi, kita harus melatih diri.

Kita harus melatih batin kita untuk menyelami kebenaran sejati. Apa yang dimaksud kebenaran sejati? Kita harus merasakan langsung di tengah masyarakat untuk memahami sepenuhnya ajaran Buddha bahwa semua makhluk memiliki hakikat kebuddhaan. Hanya saja, semua makhluk terus membangkitkan niat buruk sehingga mempertebal noda batin. Akibatnya, manusia lahir dengan membawa karma buruk yang terus terakumulasi dari kehidupan ke kehidupan. Jadi, inilah akibat dari hakikat kebuddhaan yang ditutupi oleh banyak lapisan noda dan kegelapan batin. Bagaimana cara membersihkannya? Kita harus menggunakan air Dharma untuk membersihkannya. Jika kita sendiri tidak menyerap Dharma, bagaimana bisa menjernihkan hati orang lain?

Dengan mempelajari Dharma, kita bisa menumbuhkan jiwa kebijaksanaan dan memperkokoh keyakinan kita. Kita harus memiliki akar kebijaksanaan yang dalam dan kuat. Selain itu, kita juga harus mendukung orang lain untuk turut menanam benih kebajikan. Kita harus menabur benih kebajikan dan merekrut jutaan Bodhisatwa dunia. Kita harus memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk menanam benih kebajikan di hati mereka sehingga mereka dapat membangkitkan tekad dan mengembangkan jiwa kebijaksanaan. Ini juga merupakan pahala. Janganlah kita memandang dari segi usia. Asalkan mereka adalah orang baik dan tidak memiliki kebiasaan buruk, maka kita harus mendukung mereka untuk menjadi relawan.

Dalam pembabaran Sutra Bunga Teratai belakangan ini, saya terus berkata bahwa kita jangan menyesatkan orang lain, jangan memfitnah, dan terlebih lagi, jangan memutuskan akar kebajikan serta jiwa kebijaksanaan orang lain. Jadi, dalam hidup ini, meski seseorang sudah lanjut usia, kita tetap harus memberi kesempatan baginya untuk menanam benih kebajikan. Dengan demikian, dia bisa membawa serta benih baik ini ke kehidupan selanjutnya sehingga dia bisa memiliki jodoh untuk bertemu dengan insan Tzu Chi dan bisa berdedikasi di Tzu Chi.

Jadi, Bodhisatwa sekalian, mendengar semangat, tekad, serta ikrar kalian dalam menghirup Dharma di pagi hari, saya merasa sangat gembira. Tujuan kita mendengar Dharma adalah untuk menumbuhkan berkah dan kebijaksanaan. Kita harus menumbuhkan kebijaksanaan dan menciptakan berkah bagi dunia dengan cara terjun ke tengah umat manusia. Meski kita mungkin akan bertemu dengan banyak orang yang tidak ramah, mendengar atau melihat hal yang tidak menyenangkan, dan menghadapi banyak kesulitan, kita harus bisa menghadapi dan melewati semua kesulitan itu dengan hati yang damai dan tenang.

Kita harus memiliki hati yang penuh pengertian dan toleransi, baru bisa terjun ke tengah umat manusia. Meski berada di tengah kondisi yang penuh noda batin, kita tetap dapat mempertahankan hakikat kebuddhaan kita yang murni dan keluar dari kesulitan dengan aman. Dengan demikian, hakikat kebuddhaan kita tidak akan ternoda oleh noda batin. Untuk itu, kita harus lebih bersungguh hati.

 

Saling menumbuhkan jiwa kebijaksanaan

Sepenuh hati mendengar dan menyebarluaskan Dharma

Melihat segala sesuatu dari sisi positif dan kembali pada hakikat sejati

Membersihkan noda batin dan bersedia mengemban tanggung jawab

 

Link video (teks Mandarin dan Inggris): Ceramah Master Cheng Yen tanggal 15 Juni 2014

Sumber: DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Rita, Yuni

Jangan takut terlambat, yang seharusnya ditakuti adalah hanya diam di tempat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -