Suara Kasih: Bacang Cinta Kasih
Judul Asli:
Bersatu Hati Membuat Bacang Cinta Kasih
Insan Tzu Chi di berbagai negara merayakan Festival Perahu Naga
Bersatu hati membuat bacang cinta kasih dan menebarkan kebajikan
Hasil penjualan bacang berguna untuk membantu orang-orang yang membutuhkan
Bersumbangsih tanpa pamrih mendatangkan kebahagiaan
“Hidup ini sangatlah singkat. Karenanya, kita harus banyak berbuat bajik dan lebih banyak bersumbangsih bagi dunia. Dengan demikian, kita juga dapat mengasah kebijaksanaan spiritual dalam diri kita. Semangat insan Tzu Chi bagaikan kekuatan tak berwujud yang terus mendorong saya untuk terus maju, sehingga saya pun berpikir untuk menjadi seperti kakak-kakak se-Dharma, ikut bersumbangsih dan menolong sesama,” kata seorang relawan Tzu Chi di Tiongkok sewaktu membuat bacang cinta kasih.
Tradisi pembuatan bacang dan kue cinta kasih telah berlangsung selama 13 tahun di Tiongkok. Sesungguhnya, sejak 40 tahun yang lalu, insan Tzu Chi telah memiliki kebiasaan membuat bacang dan memberikannya kepada para lansia yang tinggal sebatang kara sehingga para lansia ini mengetahui bahwa Festival Perahu Naga telah tiba dan juga bisa makan bacang seperti para tetangganya. Saat Festival Pertengahan Musim Gugur, insan Tzu Chi akan memberikan kue bulan agar para lansia dapat merayakan hari raya sama seperti orang lain. Kebiasaan Tzu Chi ini telah dimulai sejak lebih dari 40 tahun lalu.
Perlahan-lahan, insan Tzu Chi menyadari bahwa karya kemanusiaan Tzu Chi kian berkembang. Insan Tzu Chi pun sangat bijaksana. Untuk membantu korban bencana di negara lain, mereka membuat bacang dan menjualnya pada saat perayaan Festival Perahu Naga. Hal ini tak hanya dilakukan oleh insan Tzu Chi di Taiwan.
Kini insan Tzu Chi di Tiongkok pun mengikuti langkah insan Tzu Chi Taiwan. Inilah yang dilakukan insan Tzu Chi di Tiongkok. Tahun ini terdapat ribuan relawan di Kunshan yang bekerja selama delapan hari untuk membuat 250.000 bacang yang akan dijual untuk menggalang dana. Demikian pula insan Tzu Chi di Beijing. Tahun ini insan Tzu Chi di Beijing pun mulai membuat bacang. Dari 3 Juni hingga 12 Juni, mereka membuat 16.000 bacang. Kita sungguh harus berterima kasih kepada seorang bapak di Beijing. Ia sangat bersungguh hati.
Pada mulanya, ia membuka sebuah restoran, namun setelah memahami tentang Tzu Chi, ia menyadari bahwa ia membunuh hewan untuk dijadikan makanan. Akhirnya, ia memutuskan untuk menutup restorannya dan mendedikasikan dirinya dalam misi Tzu Chi. Jadi, ia pun menyediakan restorannya sebagai tempat pembuatan bacang. Tahun ini, insan Tzu Chi di Beijing sungguh telah membangkitkan kekuatan cinta kasih mereka untuk membuat bacang cinta kasih. Insan Tzu Chi di Tianjin pun ingin membuat bacang sebanyak hampir 13.000 butir.
Semua ini berkat seorang warga yang telah terinspirasi. Ia menyediakan tempat pembuatan bacang dan mengajak karyawannya untuk bergabung, bahkan ia sendiri pun menjadi relawan Tzu Chi. Demikian juga di Provinsi Fujian. Staf medis di RS Fuding dan insan Tzu Chi di Fuding bekerja sama untuk membuat bacang. Dalam tiga hari, mereka membuat lebih dari 20.000 bacang. Sebanyak 20.000 lebih bacang ini adalah hasil kerja sama staf medis dan relawan Tzu Chi. Selain itu, demi menghemat air mereka mencuci daun bambu di sebuah sungai. Sungai tersebut adalah sungai terbersih yang memiliki air terjernih di sana. Para relawan mulai mencuci daun sejak pagi-pagi sekali hingga pukul 5.30 sore. Sungguh membuat orang tersentuh melihatnya. Setelah selesai membuat bacang, mereka pun mengantar bacang ke kamar pasien, sungguh penuh kehangatan. Mereka juga mengantarnya kepada para penerima bantuan Tzu Chi. Para staf dari RS Fuding yang mengikuti langkah insan Tzu Chi dengan penuh kehangatan. Bersama-sama dengan insan Tzu Chi, tim medis membuat lebih dari 20.000 bacang.
Begitu juga di Xiamen, Fujian bagian selatan. Insan Tzu Chi di Xiamen akan mulai membuat bacang dari tanggal 12 Juni hingga 15 Juni. Kini mereka tengah mempersiapkan pembuatan sebanyak 35.000 bacang. Relawan di wilayah selatan Fujian mencakup Xiamen, Zhangzhou, dan Nanjing, masing-masing telah merencanakan pembuatan bacang sebanyak itu. Di Dongguan pun demikian. Insan Tzu Chi Dongguan berencana membuat bacang sebanyak 10.000 buah dan insan Tzu Chi di Shenzhen membuat lebih dari 8.000 bacang. Kantor Tzu Chi di Foshan, Guangzhou akan membuat bacang sebanyak 5.000 buah. Jika diakumulasi, lebih dari 350.000 bacang akan dibuat oleh insan Tzu Chi di Tiongkok.
Mereka sangat bersungguh hati dalam membantu biaya pendidikan anak-anak kurang mampu dari hasil penjualan bacang. Karena sebelumnya kita hanya membantu anak-anak lokal. Melalui kegiatan bacang cinta kasih ini, kita dapat membantu anak-anak dari wilayah Sichuan, Guizhou, dan Jiangxi sehingga cinta kasih dapat semakin tersebar.
Rumah Sakit Tzu Chi di Taichung, Taiwan juga dipenuhi aroma bacang. Para relawan Tzu Chi membagikan bacang kepada para staf medis. Para staf medis sungguh gembira ketika menerima bacang. Sungguh penuh kehangatan. Inilah cara kita memancarkan cinta kasih pada saat perayaan hari besar ini. Namun, bagi saya merayakan suatu hari raya berarti “satu hari telah berlalu dan waktu kita di dunia pun berkurang”. Ketika sebuah hari raya tiba, berarti satu tahun telah berlalu. Karena itu, kita semua harus senantiasa meningkatkan kewaspadaan dan tidak membiarkan waktu berlalu sia-sia.
Misalnya saja seorang pasien di Suzhou yang menderita penyakit kanker. Tadinya ia adalah penerima bantuan Tzu Chi. Setahun kemudian, setelah berhubungan dengan Tzu Chi, semangatnya pulih kembali. Ia mulai menabung koin di celengan setiap hari dan mulai mengikuti kegiatan Tzu Chi. Kini ia telah menjadi relawan. Demikian juga dengan ibunya yang ikut terinspirasi untuk menjadi relawan. Sepasang ibu dan anak ini yang tadinya hidup dalam kondisi sulit kini telah menjadi Bodhisattva.
Ia mengesampingkan penyakitnya dan mengganti tujuan hidupnya, yakni untuk menjadi relawan Tzu Chi bersama keluarganya. Meski menderita penyakit sehingga tak bisa bergerak maupun berjalan dengan leluasa, namun setiap hari ia menjadi relawan di Jing-Si Books and Café Suzhou. Selain itu, ia dan ibunya juga ikut mementaskan drama musical Sutra Bakti Seorang Anak. Mereka sungguh optimis dan mampu membuka hati dalam menghadapi kehidupan ini. Selain membimbing diri sendiri, mereka juga menginspirasi orang lain.
Dalam kehidupan ini, janganlah kita menunggu lingkungan berubah, melainkan kita yang harus mengubah lingkungan. Setiap kali melihat kisah yang menginspirasi, kita harus mengambil hikmahnya, “Satu hari telah berlalu dan waktu kita di dunia pun berkurang. Bagaikan seekor ikan kekurangan air, apa kebahagiaan yang didapat?” Berkah dan kebahagiaan apa yang masih kita cari? Yang paling membahagiakan adalah bersumbangsih tanpa pamrih dan merasakan kedamaian batin. Saya percaya inilah yang paling membahagiakan.
Diterjemahkan oleh: Erni & Hendry Chayadi / Foto: Da Ai TV Taiwan