Suara Kasih: Bertekad untuk Menjalankan Perahu Cinta Kasih
Judul Asli:
Menyebarkan benih kebajikan di Zimbabwe Insan Tzu Chi menyediakan makanan | |||
Saya senantiasa berkata bahwa kita harus mempertahankan ajaran Buddha di dunia. Jika ajaran Buddha senantiasa ada di dunia, maka kebenaran juga akan ada selamanya. Kita harus senantiasa ingat bahwa hakikat kebuddhaan tidak akan lenyap. Janganlah kita terpengaruh oleh kekacauan di dunia saat ini sehingga hati kita menjadi tidak seimbang dan kehilangan arah. Hal ini akan menciptakan pergolakan di dalam masyarakat. Karena itu, kita harus sangat bersungguh hati. Kita dapat melihat di Zimbabwe. Akibat kebijakan pemerintah yang kurang sempurna, negara Zimbabwe mengalami kemiskinan dalam jangka waktu yang panjang. Di Zimbabwe, ada sebuah sekolah dasar. Meski disebut sekolah, sesungguhnya ia berada di ruang terbuka. Anak-anak bersekolah di bawah terik matahari. Penderitaan mereka sungguh tak terkira. Tahun lalu, Tzu Chi membantu mereka mendirikan tujuh ruang kelas rakitan. Meski ruang kelas itu bersifat sementara dan sangat sederhana, tetapi setidaknya anak-anak tidak lagi terguyur hujan atau terjemur sinar matahari. Akan tetapi, anak-anak di sana sangat sulit untuk mendapatkan makanan. Karenanya, dari hari Senin hingga hari Sabtu, insan Tzu Chi menyediakan makan siang bagi anak-anak di sekolah. Jadi, dari hari Senin hingga hari Sabtu, mereka bisa makan siang di sekolah. Pada hari Minggu, bagi anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu, mereka bahkan tak berkesempatan untuk makan. Mereka hanya bisa memakan rumput liar atau tanaman apa pun yang bisa dimakan. Penderitaan mereka sungguh tak terkira. Mereka makan dengan menggunakan jari tangan, tetapi di sana terdapat banyak penyakit menular. Karena itu, insan Tzu Chi membimbing anak-anak untuk mencuci tangan sebelum makan. Selain menyediakan makanan bernutrisi, insan Tzu Chi juga mengajari anak-anak agar memiliki pola hidup yang sehat. Melihat anak-anak hidup menderita, kita berharap bisa perlahan-lahan membimbing mereka agar memiliki tata krama. Saat insan Tzu Chi memberikan sesuatu dengan membungkukkan badan, anak-anak juga dibimbing untuk menerimanya dengan badan dibungkuk. Inilah cara kita membimbing mereka agar memiliki tata krama. Ini semua membutuhkan hati. | |||
| |||
Ini mendatangkan ancaman bagi kesehatan mereka. Karena itu, sekelompok peneliti dari dunia internasional berkumpul bersama untuk menghadiri Kongres Gizi Vegetarian Sedunia. Lihatlah, dr. Lin Ming-nan dari RS Tzu Chi Dalin juga mempresentasikan pola hidup vegetaris Tzu Chi dalam Kongres Gizi Vegetarian Sedunia. Insan Tzu Chi di Amerika Serikat juga sangat memberi dukungan. Di dalam kongres itu, banyak peserta yang setuju bahwa menu makanan vegetarian adalah makanan yang sehat. Kita juga melihat sebuah sekolah di Hualien. Setiap hari Rabu, anak-anak di sana selalu bervegetaris. Insan Tzu Chi selalu bergerak untuk mensosialisasikan pola hidup vegetaris di sekolah. Kini, insan Tzu Chi juga berbagi kepada anak-anak tentang pola makan 80 persen kenyang. Selangkah demi selangkah, insan Tzu Chi mengajak anak-anak untuk melihat penderitaan orang-orang yang hidup kelaparan. Insan Tzu Chi menggunakan film documenter dalam memberikan bimbingan. Alhasil, anak-anak bisa menerima pola makan 80 persen kenyang, dan selalu menghabiskan seluruh makanan mereka. Inilah pendidikan kita. | |||
| |||
Saya sungguh tersentuh melihat keberanian mereka. Inilah yang berlangsung di Aula Jing Si Indonesia. Meski masih banyak partisipan tak begitu mengerti bahasa Mandarin, tetapi asalkan ada niat, maka tiada yang sulit. Mereka mementaskan lagu “Jalankan Ikrar”. Mereka membentuk formasi perahu Dharma yang menyeberangkan semua makhluk di Dunia Saha. Saya sungguh tersentuh melihatnya. Kita juga melihat Pulau Biak yang terletak sekitar 1.000 km dari Jakarta. Untuk datang ke Jakarta, mereka harus menempuh perjalanan dengan kapal yang kemudian dilanjutkan dengan mobil. Perjalanan mereka membutuhkan waktu 5 hari. Demikian pula dengan perjalanan pulangnya. Ini sungguh tidak mudah. Mereka juga mementaskan lagu “Jalankan Ikrar” di Pulau Biak. Di pulau yang kecil itu, mereka juga mementaskan lagu “Jalankan Ikrar”. Kita juga melihat seorang warga suku asli Biak yang juga merupakan benih pertama Tzu Chi di sana. Tahun 2010 lalu, dia kembali ke Taiwan. Dia berkata bahwa dia sangat kagum pada Tzu Chi dan menyatakan ingin berguru kepada saya. Dia bertekad untuk menyebarkan benih Tzu Chi di Biak. Kini, setelah tiga tahun kemudian, kita dapat melihat benih-benih Tzu Chi telah bertunas di Biak. Mereka juga mementaskan lagu “Jalankan Ikrar”. Selain itu, kini dia juga telah bervegetaris. Keluarganya juga sangat harmonis. Istrinya berkata bahwa dahulu temperamennya sangat buruk, tetapi kini temperamennya menjadi baik. Dia juga sudah bervegetaris dan mengemban misi Tzu Chi dengan sepenuh hati. Ada pula sepasang suami istri beretnis Tionghoa yang menjalankan bisnis di sana. Mereka bekerja sama untuk menginspirasi relawan lokal dan relawan beretnis Tionghoa di sana. Mereka melakukan daur ulang dengan baik. Kondisi barang ini masih sangat baik. Di sana tidak ada pemborong barang daur ulang. Karena itu, setelah melakukan pemilahan barang daur ulang, mereka akan mengirimkannya ke Surabaya atau Jakarta. Perjalanan yang ditempuh sangat jauh. Mereka begitu mengasihi sumber daya alam. Mereka menjaga kebersihan dari sumbernya dan giat melakukan daur ulang. Ini sungguh membuat saya tersentuh. Singkat kata, ada banyak kisah yang menyentuh. Karena itu, saya berharap setiap orang bisa sering menyaksikan Da Ai TV untuk melihat kisah-kisah relawan secara lengkap. Kita yang berada di Taiwan sungguh beruntung, karenanya kita harus memandang ke seluruh dunia. Kita harus berusaha menyebarkan ajaran Buddha hingga ke seluruh dunia dan melihat apa dampak positif yang tercipta karenanya. Kita harus banyak mendalami Dharma agar bisa membimbing orang lain. (Diterjemahkan Oleh: Laurencia Lou ) | |||