Suara Kasih: Bodhisatwa Berkumpul, Menetapkan Hati Mendengar Dharma
Insan Tzu Chi dari berbagai negara di dunia berkumpul untuk
saling berbagi pengalaman
Insan Tzu Chi membagikan kehangatan kepada para tunawisma
Anak-anak yang memiliki hati murni dan dapat menginspirasi
orang lain
Menenangkan hati untuk terus mendengar ceramah pagi
Ini sungguh luar biasa karena insan Tzu Chi dari berbagai Negara berkumpul di Griya Jing Si untuk saling berbagi bagaimana mereka mengemban misi Tzu Chi di negara masing-masing. Kemarin, laporan pertama dibawakan oleh insan Tzu Chi Hong Kong. Di tengah kota yang maju itu, ada banyak orang yang menderita. Lihatlah, Bodhisatwa kita di sana begitu penuh perhatian. Mereka membagikan selimut yang hangat, makanan hangat, dan lain-lain kepada para tunawisma. Mereka juga berbincang dengan para tunawisma dengan suara lembut dan penuh kehangatan. Mereka juga membimbing para tunawisma untuk melakukan pelestarian lingkungan. Mereka mendekati para tunawisma itu dan berinteraksi dengan mereka dengan cinta kasih yang lembut. Bayangkan, betapa indahnya kehidupan mereka. Ketulusan dan kebajikan merupakan hal yang sangat indah. Mereka adalah Bodhisatwa yang sangat mengagumkan. Yang membuat kita menghormati mereka adalah karena mereka memiliki ketulusan hati dan cinta kasih yang penuh kebajikan untuk memperhatikan antarsesama. Mereka tidak hanya mengatakannya saja, tetapi benar-benar melakukannya. Tindakan mereka yang indah ini sungguh menyentuh hati.
Kita juga melihat kemurnian dan kepolosan anak-anak. Lihatlah, Huang Juan-yan yang berusia 6 tahun. Dia sangat tekun dan bersemangat. “Setiap pagi, saya bangun lebih awal, segera menukar baju dan mandi. Lalu, saya pergi ke sekolah untuk mendengar ceramah,” ucap Huang Juan-yan. Dia ingin agar orang tuanya menemaninya mendengar ceramah. Lihat posisi duduknya, dia duduk dengan begitu lurus. “Saya berharap Kakek Guru dapat melihat saya duduk dengan lurus, lurus hingga tidak bisa lebih lurus lagi,” ucapnya. Dia berharap saya melihatnya duduk dengan sangat lurus, lurus hingga tidak bisa lebih lurus lagi. Dia sungguh menggemaskan. Dia sungguh telah menyerap Dharma yang saya ajarkan. Entah berapa banyak yang bisa dia pahami. Saya tidak tahu. Akan tetapi, dia berkata, “Saya menyerap Dharma ke dalam hati.” “Saya hanya mengingat sebuah kalimat yang pernah Kakek Guru katakan, yakni, “Tidak memiliki cara”, ucap Huang Juan-yan. “Tidak memiliki cara”, bukankah ini yang sering saya katakan? Tanpa Dharma, kita tidak memiliki cara untuk membimbing orang lain. Akan tetapi, dia tidak hanya membimbing diri sendiri dengam menggunakan Dharma. Setelah membimbing diri sendiri, dia juga membimbing orang lain. Ada 7 orang teman sekolahnya telah terinspirasi olehnya. Dia dapat menginspirasi teman-temannya. Ini sungguh membuat orang tersentuh. Teman-teman sekolahnya juga berusaha untuk meneladaninya. Hati mereka sungguh murni. Anak-anak TK ini sungguh membuat orang tersentuh. Sungguh, ada banyak hal yang harus kita bina sejak kecil. Dia begitu menggemaskan. Melihatnya, saya ingin memeluknya. Dia sungguh menggemaskan.
Kita juga telah mendengar bahwa insan Tzu Chi sangat tekun mendengar ceramah pagi. Setiap kali mendengar mereka sangat tekun dan bersemangat mendengar ceramah pagi, Saya sungguh merasa sangat tenang dan sangat berterima kasih. “Saya merasa bahwa mendengar ceramah pagi merupakan makanan spiritual saya. Saya memerlukannya setiap hari, seperti kita perlu makan tiga kali sehari. Jika sehari saja tidak mendengar Dharma, saya akan merasa sangat sedih,” ucap Ye Shui-lan, relawan Tzu Chi. Meski di berbagai negara di seluruh dunia memiliki perbedaan waktu, tetapi para insan Tzu Chi di berbagai negara di seluruh dunia mengikuti ceramah pagi yang terhubung dengan Taiwan melalui konferensi video. Di Malaysia, ada banyak orang yang tidak memahami dialek Taiwan. Akan tetapi, mereka tetap datang mendengarnya karena ada sekelompok relawan yang memahami dialek Taiwan segera menerjemahkannya secara lisan, juga mengetikknya ke dalam bahasa Mandarin agar semua orang bisa melihat dan memahami apa yang saya katakan. Tak sedikit orang yang awalnya tidak memahami dialek Taiwan, kini sudah mulai memahaminya.
Akhir-akhir ini, relawan Tzu Chi dari berbagai Negara pulang ke Taiwan. Mereka semua berkata, “Saya mendengar ceramah pagi.” Saya selalu bertanya kepada mereka, “Apakah kamu memahami dialek Taiwan?” Mereka berkata, “Pada awalnya, saya tidak mengerti.” “Akan tetapi, tahun lalu, saya sudah bisa memahaminya sebanyak 30 persen.” Saya kembali bertanya, “Bagaimana dengan sekarang?” “Sekarang saya bisa paham 80 persen.” Setelah mendengar dalam jangka waktu lama, dia pun memahami dialek Taiwan. Semua orang juga segera membuat catatan. Saya pun berkata, “Saya melihat kalian begitu rajin menulis catatan.” “Kalian bisa membawanya kemari untuk diperlihatkan kepada saya agar saya bisa memeriksanya.” Ada yang menulis dalam bahasa Inggris dan menunjukkannya kepada saya. Saya berkata, “Saya tidak memahaminya, tetapi saya tidak akan melepaskanmu.” Saya pun meminta orang yang bisa bahasa Inggris untuk membacanya dan menerjemahkannya untuk saya. Orang yang mengerti bahasa Inggris pun mengambilnya dan menerjemahkannya dengan tepat. Mereka mencatat tanggal dan isi ceramah saya dengan sangat tepat dan baik. Jadi, belajar Dharma bukanlah hal yang sulit. Meski tidak memahami dialek Taiwan, mereka bisa mengatasinya dan menyerap Dharma ke dalam hati untuk membersihkan noda batin dan menumbuhkan jiwa kebijaksanaan. Mendengarnya, saya merasa sangat tersentuh. Meski sangat bersusah payah, tak seorang pun yang menyerah. Mereka juga berbagi bahwa keamanan di beberapa daerah di Malaysia tidak begitu baik.
Akhir tahun lalu, saat insan Tzu Chi berkumpul di kantor Tzu Chi untuk mendengar ceramah pagi, ada tiga orang perampok yang membawa pisau menerobos masuk untuk meminta uang. Untungnya, para relawan memiliki karma baik dari mendengar Dharma. Para perampok itu tidak ada niat untuk melukai orang lain. Mereka hanya menginginkan uang. Para relawan yang mendengar Dharma juga penuh cinta kasih. Mereka pun dapat bersikap tenang dan segera menyerahkan uang yang diminta kepada para perampok itu. Setelah peristiwa itu terjadi, banyak relawan yang merasa takut. Jadi, mereka menutup pintu kantor dan menghentikan kegiatan mendengar ceramah pagi selama beberapa hari. Akan tetapi, orang yang ingin mendengar Dharma merasa bahwa ini tidak benar. Mereka ingin terus mendengar Dharma. Jadi, para peserta yang awalnya hanya berjumlah enam hingga tujuh orang, kini sudah menjadi lebih dari 30 orang. Jumlah mereka terus bertambah.
Lihatlah, kini ada relawan Tzu Chi dan anggota Tzu Cheng yang menjadi pelindung. Mereka menjaga pintu dengan membawa tongkat. Jika ada orang yang ingin menerobos masuk, saya rasa mereka juga tidak tega menggunakan tongkat itu. Mereka mungkin malah akan membungkukkan badan dan mengundang para perampok untuk masuk, lalu membujuk mereka untuk meletakkan senjata dan membuka pintu hati untuk mendengar Dharma. Mungkin saja begitu. Kemarin, saat video mengenai kejadian ini ditayangkan, Ji Hang juga mengatakan bahwa ada seorang anggota gangster melihat para insan Tzu Chi dan anggota Tzu Cheng tengah merekrut 1 juta Bodhisatwa. Lalu, anggota gangster itu berkata kepada salah seorang insan Tzu Chi, “Kamu terlalu lemah lembut.” “Jika begitu, kapan baru bisa mencapai target?” “Saya akan membantumu.” Akibatnya, anggota gangster itu pun terinspirasi dan mengubah dirinya secara total, dari hitam menjadi putih. Intinya, dengan mengubah pola pikir, hati semua orang bisa menjadi begitu suci, begitu bajik, dan begitu indah. Kita harus mempercayai ajaran Buddha. Buddha berkata bahwa pada dasarnya semua makhluk memiliki benih kebuddhaan. Jadi, kita harus percaya bahwa semua orang memiliki benih kebuddhaan memiliki niat baik, dan kekuatan cinta kasih.