Suara Kasih: Bodhisatwa Dunia

 

Judul Asli:

 

Bodhisatwa Dunia yang Giat Menggarap Ladang Berkah

 

Perlombaan Perahu Naga diadakan di Kali Angke
Menyadarkan masyarakat untuk peduli pada kelestarian lingkungan
Bodhisatwa dunia giat menggarap ladang berkah      
Menumbuhkan lebih banyak benih demi mewujudkan sebuah hutan Bodhi

"Saya gembira dapat mengenakan seragam biru ini. Bagi saya, ini berarti tanggung jawab yang besar. Sebagai relawan abu-abu putih, tanggung jawab sudah cukup besar, kini sebagai relawan biru putih, tanggung jawab tentu semakin besar. Saya akan berusaha semaksimal mungkin dalam mengemban tanggung jawab," kata salah seorang relawan. Melihat kehangatan yang ada di dunia berkat banyaknya orang yang bersumbangsih, saya sungguh merasa bersyukur. Di Filipina, pada tanggal 3 Juli lalu, sekitar 13.000 keluarga kurang mampu menerima beras cinta kasih dari Tzu Chi. Saya sungguh berterima kasih kepada Dewan Pertanian Taiwan yang telah memberikan ribuan ton beras kepada Tzu Chi yang sebagian dikirimkan ke Filipina.

Di hari pembagian, warga berinteraksi dengan insan Tzu Chi dengan penuh ketulusan. Insan Tzu Chi, pemerintah, dan warga setempat sungguh bekerja sama dengan baik. Ini membuat saya amat tersentuh. Beberapa hari sebelum pembagian, cuaca di sana selalu hujan. Insan Tzu Chi pun cukup khawatir. Pada saat pembagian akan dimulai, matahari bersinar dengan terik, namun tiba-tiba cuaca menjadi berawan dan hujan mulai turun. Beruntung, hujan itu berhenti 15 menit kemudian. Cuaca pun menjadi lebih sejuk. Biasanya, pukul 4 sore di sana cuaca masih panas, apakah warga dapat bertahan dalam cuaca terik? Beruntung, hujan turun sebentar dan membuat cuaca menjadi sejuk.

Walikota, anggota kongres, dan pejabat Pemerintah Marikina lainnya turut hadir dalam acara pembagian beras ini. Mereka juga memberikan kata sambutan. Pemuka berbagai agama pun turut hadir. Kita dapat melihat pemuka Agama Islam, Katolik, Kristen Protestan, dan Buddha. Mereka bersama-sama naik ke atas panggung untuk memimpin doa bersama. Seorang Bhiksu Agama Buddha memimpin doa bersama dengan melantunkan Sutra Hati, dan ini sungguh menyentuh hati para hadirin. Semua orang beranjali dengan tulus tak peduli apa pun keyakinan mereka.

 

Mereka semua berdoa dengan penuh ketulusan. Doa bersama itu berlangsung dengan hening dan khidmat. Yang sungguh membuat orang tersentuh adalah walikota dan para pejabat pemerintah. Setelah memberikan kata sambutan, mereka tetap menunggu hingga semua orang selesai berdoa dan memulai pembagian beras. Saat pembagian beras berlangsung, mereka turut membantu mengangkat beras dan tidak meninggalkan tempat acara hingga acara pembagian beras itu selesai.

 

Masing-masing karung beras memiliki berat 25 kg. Bayangkan, mereka harus membagikan beras ini kepada sekitar 13.000 keluarga. Ketika diwawancara, mereka menyatakan rasa terima kasih kepada pemerintah Taiwan dan juga berterima kasih atas sumbangsih semua insan Tzu Chi. "Yang dapat kami petik hari ini bukan hanya bantuan materil, melainkan juga spiritual. Dan hari ini merupakan perayaan bagi hal ini. Ini adalah pembuktian cinta kasih yang menjadi teladan bagi semua orang. Semua ini sangatlah menyentuh," kata salah seorang warga.

Di sana, insan Tzu Chi telah membangkitkan ketulusan dan rasa hormat dalam diri warga. Selain itu, insan Tzu Chi juga menanamkan benih welas asih dalam batin para warga. Melalui sumbangsih secara nyata, insan Tzu Chi menanamkan benih welas asih dalam batin para warga setempat. Insan Tzu Chi menginspirasi warga setempat untuk turut membangkitkan welas asih dan bersumbangsih dengan cinta kasih. Insan Tzu Chi di Filipina dan Indonesia menjalankan misi dengan sumber daya setempat. Para pengusaha dan warga Tionghoa setempat telah membawa dan menyebarkan benih Tzu Chi di negara masing-masing.

Kita juga melihat tayangan perlombaan Perahu Naga di Kali Angke, Indonesia. Jalinan jodoh ini bermula pada bulan Februari 2002 ketika Jakarta diguyur curah hujan tinggi yang membawa bencana banjir besar. Di beberapa wilayah, genangan air mencapai setinggi atap rumah dan tak kunjung surut. Mulanya, Kali Angke memiliki lebar 75 meter dengan kedalaman 7 meter. Ini keadaan sebelum Kali Angke tercemar. Namun, selama puluhan tahun ini, Kota Jakarta berkembang pesat. Akibatnya, Kali Angke mulai tercemar sampah-sampah para warga. Karena itu, Kali Angke kemudian dikenal dengan sebutan Jantung Hitam Jakarta.

Banyak juga warga kurang mampu yang membangun tempat tinggal di bantarannya. Akibat sampah yang terus menumpuk di kali itu dan makin banyaknya bangunan ilegal di bantaran, maka lebar kali yang tadinya 75 meter, kini hanya tinggal 25 meter, sedangkan kedalamannya hanya tinggal 1 meter. Bencana banjir di Jakarta pada tahun 2002 silam membuat penderitaan warga di sana terekspos. Karena itu, insan Tzu Chi mulai bergerak. dan bekerja keras menormalisasi Kali Angke.

Daya dan upaya besar telah mereka kerahkan. Namun, beberapa tahun setelahnya, sampah kembali mencemari Kali Angke. Saat mendengar berita ini akhir tahun lalu, saya berkata kepada Bapak Sugianto Kusuma (Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia) serta beberapa pengusaha yang datang ke Hualien bahwa jika begitu kondisinya, berarti sia-sialah segala usaha mereka. Saya berkata, “Kabarnya sampah kembali menumpuk di Kali Angke. Jika begitu, bukankah usaha kalian sia-sia?” Mendengar perkataan saya ini, Bapak Sugianto Kusuma pun menjawab, “Master, kami akan kembali membersihkannya.” Karena itu, sejak bulan Maret tahun ini, mereka mulai bekerja keras untuk mengadakan pengerukan sepanjang beberapa kilometer.

Sampah-sampah yang berhasil diangkat sebagian besar berupa ban, barang-barang plastik, bahkan sofa. Bukankah ini semua sampah warga mampu? Saat merencanakan pembersihan kali ini, saya meminta mereka agar selain membersihkan kali tersebut, mereka harus menggandeng pemerintah untuk turut bertanggung jawab atas kebersihan kali tersebut. Jadi, kali ini Kali Angke kembali dibersihkan sepanjang beberapa kilometer. Berkat pengerukan yang dilakukan kali ini, kini Kali Angke telah menjadi lebih bersih dari sebelumnya.

Lihatlah, insan Tzu Chi setempat sungguh mengagumkan dan bersedia mendengarkan nasihat saya. Untuk itu, saya sangat berterima kasih. Insan Tzu Chi telah membangun harapan bagi negara mereka. Para warga kurang mampu kini dapat melihat cahaya harapan. Melihatnya, saya merasa terhibur. Kita sungguh harus memanfaatkan waktu yang ada setiap hari. Pada setiap saat, setiap niat, tindakan, maupun ucapan kita dapat menjadi inspirasi yang mampu menghimpun kekuatan dari banyak orang untuk bersama-sama bersumbangsih bagi mereka yang membutuhkan.

Demikianlah, Bodhisatwa dunia giat menggarap ladang berkah demi menumbuhkan lebih banyak benih hingga tercipta sebuah hutan Bodhi. Asalkan setiap orang bersedia untuk bertekad, masing-masing akan menjadi bagaikan benih yang akan menghasilkan lebih banyak benih yang kelak akan tumbuh menjadi hutan Bodhi. Semua ini dapat tercapai berkat adanya para Bodhisatwa dunia yang bagaikan petani. Dengan hati yang penuh welas asih, mereka bersumbangsih dengan bijaksana.

Jadi, jika memiliki hati yang penuh welas asih dan bersumbangsih dengan penuh kebijaksanaan, kita akan mampu menjadi Bodhisatwa yang menggarap ladang batin manusia bagaikan petani yang menggarap ladang. Di negara mana pun itu, kita harus bertekad menyebarkan benih kebajikan. Selama di suatu tempat terdapat manusia, kita harus menyebarkan benih kebajikan di sana. Inilah Bodhisatwa dunia yang memiliki welas asih dan kebijaksanaan bagaikan petani yang menyebarkan benih kebajikan di setiap tempat. Di mana pun itu, kita harus menebarkan benih kebajikan. Selama di tempat itu terdapat manusia, kita harus menanamkan benih kebajikan di lahan batin mereka. (Diterjemahkan oleh: Karlena Amelia.)

 
 
Jika selalu mempunyai keinginan untuk belajar, maka setiap waktu dan tempat adalah kesempatan untuk mendapatkan pendidikan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -