Suara Kasih: Budaya Humanis Kehidupan

 

Judul Asli:
Pengaruh Budaya Humanis bagi Kehidupan Masyarakat
    
Menghormati guru dan berjalan ke arah yang benar
Berbakti kepada orang tua dan berperilaku yang baik
Membimbing manusia kembali pada hakikatnya
Budaya humanis Tzu Chi membawa pengaruh yang baik bagi masyarakat
 

Sekolah Dasar Tzu Chi di Chiangmai, Thailand member satu teladan yang sangat menarik. Meski para siswanya masih duduk di bangku SD, namun pada Hari Guru setiap tahunnya mereka selalu memberikan hormat dengan tulus, penuh tata krama, dan sopan santun kepada para guru mereka. Tahun ini, para siswa mengatur sendiri rangkaian acara Hari Guru tersebut. Mereka memberi hormat dengan penuh sopan santun kepada para gurunya. Kemudian para guru mengoleskan serbuk putih di dahi para siswa dan memberikan seutas benang putih sebagai perlambang doa mereka bagi siswanya. Setelah itu, para siswa tak langsung berdiri, namun mereka berlutut sambil berjalan meninggalkan tempat.

Melihat semua itu, saya sungguh merasa martabat para guru ditinggikan dan sumbangsih mereka sungguh tak sia-sia. Ini merupakan sebuah tradisi yang baik. Pada masa sekarang ini kita cenderung melupakan tradisi tersebut. Hal ini tidaklah benar. Kita harus senantiasa mengajarkan etiket yang baik kepada anak-anak. Sikap hormat yang diungkapkan para siswa tadi sungguh bukan hal yang mudah. Universitas Tzu Chi selalu menjaga budaya humanis seperti ini. Di Kanada, Amerika Serikat, dan Australia, kita memiliki 29 universitas Tzu Chi yang mengajarkan budaya humanis. Belum lama ini Universitas Tzu Chi di Vancouver, Kanada, mengadakan upacara wisuda bagi para siswanya. Para siswa memakai toga dan siap diwisuda. Para orang tua yang menghadiri upacara wisuda sangat bersyukur dan yakin bahwa anak mereka kini lebih berbudi pekerti. Setelah menerima bimbingan budaya humanis di universitas Tzu Chi, anak-anak tersebut kini telah berubah.

Salah seorang ibu berkata bahwa anaknya sangat berubah setelah ke universitas Tzu Chi. Dulu ia pernah bertanya kepada anaknya, “Kami bekerja keras demi kamu. Jika sudah besar, apakah kamu akan berbakti kepada kami?” Anaknya menjawab, “Tergantung kelak saya punya uang atau tidak.” Lalu ibunya bertanya lagi, “Bagaimana kalau punya uang?” “Saya harus menghidupi kakek, nenek, ayah, ibu, dan masih banyak lagi, entah saya mampu atau tidak,” itulah jawaban sang anak sebelum masuk ke universitas Tzu Chi. Setelah mendapatkan ajaran Tzu Chi, sang ibu kembali bertanya, “Apakah kelak kamu akan berbakti kepada kami?” Tanpa pikir panjang ia langsung menjawab, “Tentu saja.” Karena kurang yakin, ibunya bertanya lagi, “Benarkah kamu akan berbakti kepada kami?” Ia pun menjawab, “Ya, kakek guru berkata bahwa berbuat bajik dan berbakti kepada orang tua adalah 2 hal yang tak boleh ditunda.” “Ketika mendengarnya, saya pun merasa kerja keras saya selama ini tidaklah sia-sia. Saya sungguh berterima kasih kepada Tzu Chi karena dunia pendidikan Tzu Chi telah membuat anak kami dapat bertumbuh dan menerima didikan yang sangat baik di sini,” kata ibu itu pada para guru.
 
Para guru di sekolah-sekolah Tzu Chi sangat bersungguh hati. Mereka menyadari bahwa pendidikan masa kini kurang menekankan budaya humanis. Karena itu, sekolah-sekolah Tzu Chi harus mengajarkan pelajaran ini. Pada bulan April kemarin para guru dari universitas Tzu Chi di Amerika Serikat dan Kanada berkumpul bersama dalam sebuah kamp untuk mendiskusikan cara mengajarkan budaya humanis Tzu Chi kepada para siswa mereka. Inilah sumbangsih para guru dalam misi budaya humanis Tzu Chi.

Mereka mengajarkan budaya humanis kepada para siswa sehingga moralitas dan etika yang baik dapat kembali ada dalam kehidupan keluarga mereka. Selain itu, para siswa pun akan memiliki tata krama yang baik. Didikan ini akan mengarahkan para siswa untuk berjalan ke arah yang benar. Pendidikan yang dapat membimbing manusia kembali berjalan di jalan yang benar adalah pendidikan yang paling baik.

Sesungguhnya, misi pendidikan Tzu Chi tak hanya diterapkan di sekolah-sekolah maupun universitas Tzu Chi. Di samping semua itu, kita juga membimbing masyakarat. Contohnya seperti di Filipina. Desa Dreamland pernah dilanda bencana. Insan Tzu Chi pun berangkat ke sana untuk mendampingi, menghibur, membantu, dan membangkitkan cinta kasih mereka dimulai dari menabung di celengan bambu. Kegiatan ini masih berlangsung hingga kini. Dulu Pantai Dreamland dipenuhi banyak sekali sampah.

Awalnya, insan Tzu Chi mengajak warga setempat membersihkan pantai. Namun, kini warga setempat berinisiatif membersihkan pantai sendiri. “Kami semua bekerja sama dan giat dalam membersihkan lingkungan kami. Kami makin bersemangat karena kini kami dapat melihat sebuah pantai yang bersih. Tak seperti sebelumnya, Desa Dreamland penuh dengan sampah. Kami sangat senang bekerja sama dengan Tzu Chi karena insan Tzu Chi telah menjadi teladan bagi kami,” kata warga setempat. Bukankah ini merupakan sebuah pendidikan? Dengan demikian, warga dapat menyadari bahwa jika mereka kembali bersemangat dan lebih gigih, maka mereka pun dapat hidup dengan lebih baik. 

Setelah itu, mereka pun mulai menjadi orang yang dapat membantu orang lain. Tak hanya membantu diri sendiri, mereka juga membantu orang lain. Dengan mengubah pola pikir, mereka akan merasakan hal yang berbeda meski kehidupan mereka tetap sama. “Dapat membantu orang kurang mampu seperti saya membuat saya merasa sangat senang,” seorang warga berkata. Di Kota Marikina terdapat lebih dari 1.000 relawan yang mengikuti pelatihan. Mereka berhenti merokok, minum bir, dan menghilangkan banyak kebiasaaan buruk.

Tata krama dan perilaku mereka kini telah berubah. “Karena di tempat kami tak ada celengan bambu, maka para tetangga menabung di botol plastik yang dapat didaur ulang. Ini untuk membantu orang yang membutuhkan. Saya sudah menabung sejak lama. Jika ada koin, saya segera menabung. Harapan saya adalah kami sekeluarga dapat menjadi donatur Tzu Chi,” kata salah satu dari donatur Tzu Chi itu. Seorang yang lain menambahkan, “Di sini banyak orang menyukai Tzu Chi. Saya memiliki 15 donatur. Saya merasa senang melakukan kebajikan.”

Ini juga merupakan budaya humanis. Tzu Chi telah mengubah mereka. Warga setempat berdoa dengan tulus setiap hari dan mengikuti ritual namaskara bersama dengan insan Tzu Chi. Insan Tzu Chi Filipina sangat giat. Mereka mengadakan ritual namaskara seminggu sekali. Saudara sekalian, dengan ketekunan mereka akan dapat menginspirasi banyak orang. Jika tak memulai dari diri sendiri, maka tak akan dapat menginspirasi orang lain. Saat jalinan jodoh telah matang, namun kita sendiri tak menjadi teladan, bagaimana kita dapat menginspirasi orang lain?

Insan Tzu Chi di Filipina bersatu hati untuk menjadi teladan. Mereka sungguh giat dan bersemangat. Saya sungguh berterima kasih kepada mereka. Inilah pendidikan Tzu Chi yang membawa perubahan pada kehidupan manusia. Inilah lingkaran cinta kasih universal. Bila bersumbangsih dengan penuh cinta kasih, maka kita akan menciptakan lingkaran keharmonisan. Jadi, kita harus lebih giat lagi.

Saya menyaksikan siaran berita Da Ai TV yang melaporkan bahwa beberapa hari lalu Indonesia kembali dilanda bencana gempa bumi berkekuatan 7,1 Skala Richter. Dalam waktu satu jam, gempa susulan terjadi hampir 6 kali sehingga dikeluarkan peringatan tsunami. Melihat semua itu, kita semua sungguh harus senantiasa berdoa dengan tulus. Di Perancis juga terjadi bencana banjir. Di tengah genangan air, yang terlihat hanya genting-genting rumah. Sungguh, kini iklim sangat tak bersahabat. Para Bodhisattva sekalian, kita sungguh harus meningkatkan kewaspadaan. Saya sering mengatakan bahwa bila hati manusia tak selaras, maka iklim pun tidak akan stabil. Untuk itu, kita harus lebih lagi bekerja keras untuk menyucikan batin manusia.

Diterjemahkan oleh: Erni & Hendry Chayadi / Foto: Da Ai TV Taiwan 
Jika menjalani kehidupan dengan penuh welas asih, maka hasil pelatihan diri akan segera berbuah dengan sendirinya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -