Suara Kasih : Dokter Berhati Buddha

 

Judul Asli:

Para Dokter yang Memiliki Hati Buddha
 

Penderitaan terbesar manusia adalah menderita penyakit
Berikrar luhur untuk mengemban misi kesehatan
Berusaha sekuat tenaga untuk menyembuhkan penyakit pasien
Para dokter harus memiliki welas asih untuk melindungi kehidupan

Beberapa hari lalu, sekelompok tim medis datang berkunjung untuk mengikuti seminar dengan penuh semangat dan tertib. Saya juga mendengar Wakil Direktur Lin berbagi tentang kerja keras yang kita lakukan selama hampir 30 tahun yang lalu. Dimulai dari sebersit niat untuk membangun  rumah sakit, kita terus melangkah maju dalam menghadapi berbagai rintangan baik dari pihak luar maupun keterbatasan dalam berbagai aspek. Namun, kita tetap menjalankan proyek ini karena tidak tega melihat banyak orang menjadi sakit karena miskin atau menjadi miskin karena sakit. Mereka semua sangat menderita.

Jadi, enam tahun setelah misi amal dijalankan, kita mulai mengadakan baksos kesehatan. Asalkan ada orang yang datang, kita akan memberikan pelayanan medis gratis kepadanya. Namun, sarana pengobatan di Hualien pada saat itu sangat tertinggal. Adakalanya, jika ada pasien yang tak dapat ditangani, kita akan memberi rujukan ke rumah sakit lain untuk diperiksa. Karena sarana pengobatan di Hualien tidak lengkap, kita harus mengantar mereka ke rumah sakit di Taipei. Kita tak hanya mengantarkan pasien, melainkan juga keluarganya. Bagaimana dengan anak-anak pasien? Insan Tzu Chi yang akan mendampingi dan memerhatikan mereka. Semua ini adalah tanggung jawab. Jika pasien berhasil diobati, kita akan merasa sangat gembira. Namun, jika pengobatan tidak berhasil, kita tetap bertanggung jawab untuk membantu keluarga tersebut melewati berbagai kesulitan. Pengalaman selama bertahun-tahun itu membuat saya semakin yakin bahwa Hualien harus memiliki sebuah rumah sakit agar pasien tidak perlu dirujuk ke Taipei. Selain menyelamatkan kehidupan pasien, kita juga ingin membantu keluarganya. Karena itu, tim medis di Rumah Sakit Tzu Chi sangat giat dalam meyakinkan pasien yang ragu-ragu untuk diobati.

”Faktor yang menyebabkan seorang wanita muda tiba-tiba jatuh pingsan sangatlah banyak. Di antaranya, termasuk faktor psikologis, penggunaan obat-obatan, epilepsi, serta penyakit otak. Semua ini harus kita perhatikan. Mengapa wanita ini dapat menjadi pasien saya? Karena dalam sebuah rapat, seorang dokter jaga di rumah sakit memberi tahu saya tentang pasien tersebut. Saya adalah tipe dokter yang tidak akan membiarkan pasien pergi sebelum mendapatkan jawaban yang memuaskan. Begitu mempelajari tentang seorang pasien, kita bertanggung jawab untuk mengobatinya. Karena itu, saya meminta dokter jaga di rumah sakit untuk mencari pasien tersebut,” kata dr Liu An-Bang.

Lihatlah, dr.Liu An-Bang yang sangat mengkhawatirkan pasien itu. Akhirnya, kita baru tahu bahwa ia adalah siswa dari Institut Teknologi Tzu Chi. dr.Liu An-Bang pun meminta siswa itu untuk kembali menjalani pemeriksaan. Dari hasil pencitraan resonansi magnetik, diketahui bahwa di bagian kepalanya terjadi kalsifikasi seukuran 2 buah koin. Penyakit ini timbul karena racun dari gas karbon monoksida.

Kita terus melakukan penelitian lebih lanjut hingga ke alat pemanas air di rumahnya. Setelah mengetahui penyakitnya, dokter pun mulai memberikan pengobatan. Inilah misi tim medis yang penuh cinta kasih. Seorang dokter harus memiliki Bodhicitta. Dalam ajaran Buddha Bodhicitta berarti pikiran yang tercerahkan. Seorang dokter harus memiliki cinta kasih dan welas asih. Untuk menjadi seorang dokter, ia harus membangkitkan welas asihnya untuk menyelamatkan kehidupan. Ini adalah misi seorang dokter.

Pasien ini berusia 30-an tahun. Karena sering merokok dan mengonsumsi minuman beralkohol, pankreasnya mengalami kerusakan. Saat dirujuk dari rumah sakit lain, ia berada dalam kondisi kritis karena saat itu tubuhnya telah mengalami infeksi akibat peradangan pankreas. “Biasanya, jika usus terluka, kita hanya perlu menjahitnya. Tetapi, pankreas berbeda. Pankreas adalah sebuah organ yang berfungsi menghasilkan enzim pencernaan. Ia adalah organ yang termasuk dalam sistem pencernaan. Jika mengalami kerusakan, maka ia akan mengeluarkan cairan enzim yang akan menimbulkan peradangan sehingga perut bagaikan saluran air kotor. Pada saat itu, dalam waktu 2 minggu kami menjalankan operasi sebanyak 4 kali untuk membersihkan cairan dalam perutnya. Selama 2 minggu itu, kami membiusnya agar tetap tertidur karena jika kita melihat perut kita dibuka, kita pasti akan ketakutan. Karena itu, kami membiusnya agar dapat tertidur selama 2 minggu. Saat siuman, seluruh perutnya telah selesai dijahit bagai tidak terjadi apa-apa. Lalu, ia berkata pada saya bahwa ia tidak ingat apa-apa,” kata seorang dokter.

Dokter itu berkata pada si pasien, “Ya, kami telah mengobati semua penyakitmu. Serahkan semuanya pada kami.” Pasien itu hanya perlu tidur, dan saat bangun semuanya telah membaik. Dokter tadi bernama dr. Chang Chun-Ming. Sebagai dokter, ia sangat menghargai nyawa pasien dan senantiasa menyelamatkan kehidupan dengan penuh cinta kasih.

Semangat dan cinta kasihnya terhadap pasien sungguh membuat orang tersentuh. Jadi, saat memutuskan untuk menjadi dokter, Anda harus membangun misi seperti ini. Sama halnya dengan rohaniwan seperti saya. Saat memutuskan untuk menjadi bhiksuni, kami harus bekerja untuk membawa manfaat bagi dunia. Setiap rohaniwan harus berikrar luhur untuk mempelajari welas asih dan kebijaksanaan Buddha agar dapat menolong orang yang menderita. Ini adalah harapan dari setiap rohaniwan.

Para dokter dan praktisis medis memiliki misi yang sama. Mereka berikrar untuk memberi pelayanan medis kepada orang yang membutuhkan. Karena itu, mereka mendedikasikan diri dengan hati Buddha yang penuh cinta kasih. Janganlah kita menjadi dokter demi ketenaran dan mencari keuntungan. Jika kita menjadi dokter karena alasan tersebut, maka kita adalah dokter yang berlabel harga. Nilainya akan berbeda dengan tujuan utama kita untuk menolong orang lain. Dalam kehidupan ini, yang terpenting adalah jiwa yang luhur dan makna kehidupan. Saya melihat di Rumah Sakit Tzu Chi, banyak dokter yang bersumbangsih dengan semangat Buddha.

“Saat bangun, ia akan kejang tanpa disadari. Ia membuka mulut dan tidak menggerakkan kepalanya selama lebih dari 4 menit, sungguh sangat sulit,” kata seorang dokter gigi. Lihatlah dokter gigi di Rumah Sakit Tzu Chi di Taipei. Pasien yang menderita lumpuh otak ini meminta bantuan kepada banyak rumah sakit, namun tidak ada rumah sakit yang bersedia memberi pengobatan untuknya. Ia mengirim surat permohonan kepada banyak rumah sakit, namun tidak ada yang meresponnya. Saat dokter dari rumah sakit Tzu Chi Taipei menerima suratnya, mereka pun bersedia menerima kasusnya. Berkat bantuan dari berbagai dokter spesialis barulah kita dapat memberikan pelayanan medis untuknya.

Di Rumah Sakit Tzu Chi, kita akan bersumbangsih dengan segenap tenaga. Inilah misi kesehatan Tzu Chi dan juga misi budaya humanis Tzu Chi. Semoga para staf misi kesehatan Tzu Chi dapat bekerja sama untuk menggabungkan misi amal, kesehatan, pendidikan, dan budaya kemanusiaan. Bukankah kita menjadi dokter demi menyelamatkan kehidupan dan mengemban misi amal? Jadi, kita dapat menjadi dermawan, dokter, pembimbing, dan seorang yang berbudaya kemanusiaan. Inilah perpaduan Empat Misi Tzu Chi. Diterjemahkan oleh: Lena

 
 
Semua manusia berkeinginan untuk "memiliki", padahal "memiliki" adalah sumber dari kerisauan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -