Suara Kasih: Hidup dengan Bijaksana

 

Judul Asli:

 

Melihat Kehidupan dengan Kebijaksanaan

 

Waktu berlalu dengan sangat cepat. Kita sungguh harus bersyukur karena bisa melewati tahun ini dengan aman dan selamat. Dalam kehidupan di dunia ini, kita tak bisa menghentikan waktu meski sekuat apapun berusaha. Benda materi, tubuh, dan pikiran terus berubah seiring berjalannya waktu. Segala benda di dunia ini tidak ada satu pun yang tak berubah atau rusak seiring berjalannya waktu.

Contohnya, saat mengunjungi RS Tzu Chi Dalin, mereka membawakan satu pot bunga peony kepada saya. Saat melihat bunga tersebut, saya memuji keindahannya. Saya tak bisa menahan diri untuk memujinya. Setelah mendengar pujian saya, orang yang mengikuti saya pun membawa bunga tersebut ke dalam mobil. Saat mobil mulai melaju, saya melihat dua kelopak bunga itu jatuh di samping pot. Melihat hal itu, saya berpikir, “Inilah kehidupan manusia.” Kehidupan manusia bagaikan bunga peony itu. Saat mekar, bunganya terlihat sangat indah. Akan tetapi, setelah saat saya memujinya dan mobil mulai melaju, dua kelopak bunganya pun jatuh.

Saat Ci Yue mengajak saya berbicara, perhatian saya sempat teralihkan. Beberapa waktu kemudian, saat saya kembali melihat bunga itu, banyak kelopaknya yang sudah jatuh. Hal itu kembali menyadarkan saya bahwa segala sesuatu di bumi ini, baik bunga, rumput, maupun pohon, semuanya terbentuk karena matangnya jalinan jodoh dan terus mengalami perubahan yang sangat halus. Bodhisatwa sekalian, kehidupan manusia juga demikian. Seiring berjalannya waktu dan setiap detik, segala sesuatu di dunia terus berproses tanpa henti. terus mengalami berbagai proses perubahan. Mereka akan bertumbuh, lalu mengalami kerusakan. Bukankah tubuh dan pikiran manusia juga demikian?

 

Kehidupan manusia bagaikan bunga peony itu. Meski terlihat indah, akan tetapi tak tahan akan guncangan sehingga kelopaknya mulai jatuh. Inilah ketidakkekalan. Pada tanggal 2 Mei lalu, tepatnya pukul 15.40 sore, sebuah rumah sakit menghubungi seorang relawan dan mengatakan jika anaknya meninggal dunia akibat kecelakaan mobil. Setelah membuat surat pernyataan di Kantor Polisi Luodong, relawan tersebut berkata kepada bapak polisi bahwa ia ingin bertemu dengan pelakunya.

 

Saat ia melihat pelaku, ia merasa sungguh tak sampai hati. Pelaku adalah seorang anak muda yang baru berusia 30 tahun serta sangat kurus dan lemah. Di sampingnya ada sang ayah yang matanya sudah merah akibat menangis dan ada sang istri yang baru melahirkan. Si Pelaku terus berkata, “Saya meminta maaf. Saya sungguh tidak sengaja.” Melihat hal tersebut, relawan berkata padanya, “Saya adalah umat Buddha. Saya memahami hukum karma. Ini adalah jalinan jodoh yang buruk, namun saya memilih untuk mengakhirinya dengan cara yang baik.”

Saat itu, relawan memegang tangan suaminya, lalu berkata padanya, “Jika hari ini kita adalah orang tua dari anak ini, saya yakin kita juga akan sangat khawatir. Bukankah kita juga berharap agar orang lain mau memaafkan anak kita?” Suaminya sungguh bijaksana. Dia segera berkata, “Saya memaafkanmu.Saya tak akan meminta pertanggungjawaban darimu.”

Lihatlah kisah Relawan Cui Xing. Jalinan jodoh dia dengan putranya berakhir begitu saja dalam waktu yang singkat akibat kecelakaan mobil. Inilah ketidakkekalan hidup. Jika hal ini terjadi pada orang tua lain, mungkin mereka akan sulit memaafkan pelaku itu dan akan meminta pertanggungjawaban. Keadaan ini akan terus berkepanjangan akibat adanya perasaan cinta, benci, dan dendam. Mereka mengasihi anak mereka dan menyimpan rasa benci serta dendam terhadap pelaku. Keluarga korban akan mengalami luka yang mendalam akibat kehilangan orang yang dikasihi serta adanya rasa benci dan dendam. Bayangkanlah penderitaan yang dialami oleh mereka.

Relawan Cui Xing memilih untuk menerima ajaran Buddha dan nasihat yang sering saya katakan, yakni harus berlapang dada, berpengertian, dan memaafkan orang lain dengan cinta kasih. Semoga tindakan yang diambil Cui Xing dapat menginspirasi anak muda itu dan keluarganya untuk terjun ke masyarakat serta belajar bagaimana menjadi teladan bagi orang lain.

Inilah Bodhisatwa dunia. Selain membantu orang yang membutuhkan dan meringankan penderitaan, Bodhisatwa dunia juga terjun ke tengah masyarakat untuk menjadi teladan dan membimbing orang lain. Kita dapat menggunakan berbagai cara untuk membimbing orang lain. Karena itu, kita harus bersungguh hati. Usai pementasan adaptasi Sutra kali ini, para relawan komunitas semakin bertambah serta lebih memahami Tzu Chi dan ajaran Buddha. Kini relawan di komunitas terus menyelami Dharma dan mengadakan kegiatan bedah buku. Saya berkata bahwa dengan menyerap ajaran Buddha, semoga kita bisa mengembangkan pengetahuan menjadi kebijaksanaan. Selain pengetahuan, kita juga harus membutuhkan kebijaksanaan. Jika melihat kehidupan ini dengan kebijaksanaan, Dengan menggunakan kebijaksanaan, kita dapat melihat sesuatu dengan tepat dan mampu menyadari prinsip kebenaran.

Dalam era sekarang diperlukan pemahaman atas salah dan benar. Bisa membedakan salah dan benar, barulah dinamakan memiliki kebijaksanaan. Jika hanya menggunakan pengetahuan,  kita tak bisa membedakan yang salah dan benar. Segala konflik bisa terjadi dalam masyarakat karena manusia hanya menggunakan pengetahuan dan kurang menggunakan kebijaksanaan. Dengan memiliki kebijaksanaan, kita baru bisa membedakan dengan jelas yang benar dan salah di dalam kehidupan ini. Inilah kebijaksanaan. Dalam masa penuh bencana diperlukan pembinaan welas asih agung. Sebagai insan Tzu Chi, kita harus menjadi teladan bagi orang lain. Kita harus bisa membedakan yang benar dan salah, membina welas asih serta mengembangkan kebijaksanaan. Selain itu, kita juga harus bertobat. Bertobat berarti  senantiasa mengingatkan diri agar tidak berbuat salah. Dengan begini, kita akan bisa menjadi teladan bagi orang lain. Apakah kalian paham? (Paham)

Mulai sekarang, kalian harus lebih memiliki kesatuan hati dan tekad, yakni hati Buddha dan tekad Guru. Kita harus menjadikan hati Buddha sebagai hati kita sendiri  dan tekad Guru sebagai tekad sendiri. Karena telah bertekad menjadi murid saya, kalian harus terus mengikuti jejak langkah saya dalam mengemban Empat Misi Tzu Chi dan Delapan Jejak Dharma. Kalian juga harus menaati 10 sila Tzu Chi dan mempraktikkan Sepuluh Kebajikan. Sebagai insan Tzu Chi, kalian harus terus mengikuti langkah saya. Diterjemahkan oleh Karlena Amelia.

 

 
 
Gunakanlah waktu dengan baik, karena ia terus berlalu tanpa kita sadari.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -