Suara Kasih: Hidup Hemat dan Mengurangi Kadar Emisi Karbon

 

Judul Asli:

Hidup Hemat dan Mengurangi Kadar Emisi Karbon

Anggaran untuk perayaan Capgome sangat besar
Lampion terbang mudah menciptakan bencana
Membangkitkan kesadaran dan memetik hikmah dari bencana
Menjalankan pola hidup hemat dan mengurangi kadar emisi karbon

Setelah merayakan Tahun Baru Imlek, selanjutnya orang-orang tengah mempersiapkan perayaan Capgome yang jatuh pada tanggal 15 bulan 1 Imlek. Setiap pemerintah daerah telah menghitung anggaran yang diperlukan untuk merayakan Capgome. Kabarnya, total anggaran yang disiapkan adalah lebih dari 4 ratus juta dolar NT (sekitar 160 miliar rupiah). Jika ditambahkan dengan anggaran dari pihak sipil, maka berapa banyak uang yang akan habis terpakai? Jika uang tersebut dihemat, maka kita bisa menggunakannya untuk membantu orang yang membutuhkan, membantu pembangunan sekolah, membantu anak-anak dari keluarga kurang mampu, atau menambah fasilitas yang sungguh-sungguh dibutuhkan oleh masyarakat.

Saya tidak paham mengapa orang-orang harus memboroskan begitu banyak uang hanya untuk perayaan sesaat. Selain itu, lampion terbang juga sangat berbahaya. Lampion itu dilepaskan ke langit dengan api di dalamnya. Jika ia jatuh ke padang rumput yang kering atau pohon, maka sungguh berbahaya. Manusia tidak pernah memetik hikmah dari bencana yang terjadi. Contohnya, saat kembali bekerja setelah Tahun Baru Imlek, banyak orang yang menyalakan petasan, membakar kertas sembahyang, dan lain-lain sehingga mengakibatkan bencana kebakaran. Namun, perlukah kita menyalakan petasan? Perlukah kita membakar kertas sembahyang? Semua itu tidaklah diperlukan. Membakar kertas sembahyang dan menyalakan petasan bisa menciptakan pencemaran yang sangat besar serta memboroskan uang. Petasan yang hanya menghasilkan suara sesaat Suara petasan hanya bertahan sementara, juga harus dibeli dengan uang. Selain itu, ia juga menimbulkan polusi suara dan menciptakan polusi udara.

Perlukah kita membakar kertas sembahyang? Banyak orang menggunakan uang asli untuk membeli kertas yang kasar, yang disebut kertas sembahyang, lalu membakarnya. Coba pikirkan, benarkah dengan membakar kertas sembahyang, kita bisa memperoleh berkah? Apakah ini termasuk berpendidikan? Apakah ini sesuai dengan hukum sebab akibat? Ini semua merupakan takhayul. Manusia hendaknya menumbuhkan jiwa kebijaksanaan dan tidak terjerumus dalam takhayul. Kita hendaknya menghemat semua uang itu untuk lebih banyak menciptakan berkah bagi dunia.

Kita harus meningkatkan kebijaksanaan antarsesama. Selain itu, kita juga harus meningkatkan kepribadian yang baik. Bagaimana cara kita memiliki hidup yang berkualitas? Perlukah kita berdesak-desakan dengan orang lain? Kita tidak perlu saling berdesakan dengan orang lain.

Jika ingin pergi jalan-jalan bersama anggota keluarga, kita juga tidak perlu ke tempat yang jauh. Perjalanan yang terlalu jauh dapat menambah kadar emisi karbon. Kita bisa melihat selama beberapa hari ini, posko daur ulang dipenuhi dengan suara tawa dan kata-kata yang baik. Di dalam posko daur ulang, kita tak hanya bisa melindungi bumi, tetapi juga dikelilingi oleh Bodhisatwa yang memiliki cinta kasih berkesadaran. Setiap orang tidak perlu saling berebutan. Setiap orang dipenuhi sukacita. Para relawan daur ulang memanfaatkan setiap waktu untuk berkontribusi bagi lingkungan sekitar dan bumi. Hal ini sungguh bermakna. Akan tetapi, masih ada banyak orang yang menyia-nyiakan waktu dan uang. Tindakan mereka telah menciptakan pencemaran serta mengakibatkan banyak bencana. Inilah yang dilakukan oleh manusia. Namun, insan Tzu Chi selalu menggunakan cinta kasih mereka untuk melindungi bumi dan memberikan penghiburan bagi para korban bencana.

Penyaluran bantuan Tzu Chi  bagi korban bencana Topan Haiyan di Filipina telah menarik perhatian banyak pihak. Banyak orang yang memberi pujian. “Saya merasa tertarik pada Yayasan Buddha Tzu Chi karena setiap kali membaca berita tentang bencana Badai Ondoy, selalu ada sebuah kalimat singkat yang bertuliskan, Relawan Tzu Chi ada di lokasi bencana,” ujar Maria, Kolumnis Manila Times. “Kami berada di Tacloban selama 43 hari dan mendengar banyak korban bencana sering mengungkit tentang Tzu Chi daripada mengungkit tentang pemerintah setempat,” ujar wartawan di Filipina yang sangat ingin tahu bagaimana Tzu Chi mampu mengembangkan kekuatan yang begitu besar di lokasi bencana dan bagaimana Tzu Chi menjalankan program lewat pemberian upah di sana. Dalam waktu 20 hari, kita sudah menjalankan hampir 300.000 sif pembersihan sehingga kehidupan warga di Tacloban bisa kembali normal dan perekonomian setempat bisa pulih kembali. Karena itu, para wartawan sangat berharap insan Tzu Chi bisa berbagi tentang proses penyaluran bantuan kita.

Kita juga bisa melihat  penyaluran bantuan di Zamboanga. Sebelum Tahun Baru Imlek, insan Tzu Chi di Taiwan sudah mulai merakit ruang kelas rakitan. Insan Tzu Chi di Zamboanga juga mengerakkan banyak relawan demi segera menyelesaikan proyek perakitan ruang kelas sementara agar anak-anak dapat belajar dengan tenang. Bahkan, para relawan wanita juga turut berpartisipasi dalam proyek tersebut. “Relawan pria di Zamboanga sangat sedikit. Jadi, kami sudah terlatih untuk melakukan pekerjaan berat.

Saya sering mengangkat barang berat hingga sakit pinggang dan nyeri punggung. Setelah beristirahat sebentar, saya sudah bisa lanjut bekerja. Ini bukan hal yang sulit,” ucap Wu Zhen-zhen. “Tubuh saya terasa sakit. Akan tetapi, kami harus bertahan agar dapat segera merakit ruang kelas sementara ini.” tutur Guo Mei-zhu. “Master sering berkata bahwa tidak ada waktu lagi. Bagi saya, waktu sungguh sangat singkat. Karenanya, kami harus memaksimalkan waktu yang kami miliki. Kami harus memaksimalkan setiap waktu yang dimiliki untuk melakukan ini semua,” Yang Wei-shun.

Karena itu, saya sering berkata bahwa relawan wanita harus bisa bekerja layaknya relawan pria, relawan pria harus bisa bekerja layaknya manusia super. Mereka bersedia untuk bekerja di bawah terik matahari dan melakukan pekerjaan berat. Saya sungguh tersentuh melihatnya. Intinya, semua insan Tzu Chi selalu mempraktikkan mazhab Tzu Chi. Tidak peduli di mana pun berada, mereka semua memiliki satu hati yang sama, yakni hati Bodhisatwa yang penuh cinta kasih berkesadaran. Karena tidak tega melihat penderitaan semua makhluk, mereka bersedia untuk berkontribusi. Melihatnya, saya merasa sangat tersentuh. Inilah kekuatan cinta kasih.

Kita juga bisa melihat bencana banjir masih melanda Indonesia. Hingga kini, banjir tersebut sudah berlangsung selama lebih dari setengah bulan. Saat ini, Indonesia baru sungguh-sungguh memasuki puncak musim hujan. Hujan yang terus mengguyur menyebabkan genangan air tidak bisa surut. Inilah kondisi di Indonesia sekarang. Karena itu, selama hampir setengah bulan ini, insan Tzu Chi Indonesia membagi diri ke dalam lebih dari 20 kelompok untuk membagikan makanan hangat dan paket bantuan. Selain itu, di Manado, insan Tzu Chi juga telah mulai menjalankan program solidaritas dan kerja bakti untuk membersihkan lokasi banjir yang airnya telah surut. Kini, mereka mulai membersihkan lokasi bencana Ini semua tercapai berkat kekuatan cinta kasih yang terus menyebar. Banyak hal yang tak habis saya ceritakan. Intinya, dalam kehidupan sehari-hari, kita harus berhati tulus dan mawas diri. Kita harus lebih banyak bersumbangsih bagi dunia. Kita harus mampu mengendalikan diri, bersikap rajin, hidup hemat, dan mengendalikan nafsu keinginan. Jika kita dapat melakukannya, maka uang yang dihemat dapat kita gunakan untuk membantu orang yang menderita. Uang yang dihemat sedikit demi sedikit juga dapat digunakan untuk menolong banyak orang. (Diterjemahkan Oleh: DAAI TV)

 
 
Jika selalu mempunyai keinginan untuk belajar, maka setiap waktu dan tempat adalah kesempatan untuk mendapatkan pendidikan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -