Suara Kasih : Ikrar Luhur di Jalan Bodhisatwa

   

Judul Asli:
Ikrar Luhur di Jalan Bodhisatwa

Mengenang jejak langkah Tzu Chi di Lesotho
Membangkitkan tekad menggarap ladang berkah    
Ribuan orang dibantu dalam penyaluran bantuan musim dingin
Berjalan di Jalan Bodhisatwa dan meringankan penderitaan sesama

Lihatlah Lesotho. Banyak orang menyebutnya kerajaan di langit. Meskipun begitu, banyak dari rakyatnya hidup di bawah garis kemiskinan, serta iklimnya yang kurang bersahabat. Berbicara mengenai jejak Tzu Chi di Lesotho, jalinan jodoh bermula di tahun 1991, kala terjadi kerusuhan anti warga asing. Konflik ini mengakibatkan para pengusaha Taiwan yang membuka usaha di Lesotho pindah untuk tinggal di negara lain. Namun, usaha mereka tetap berjalan di Lesotho. Banyak pengusaha Taiwan yang melakukan ini, salah satunya adalah Tuan Wu Wen-zhang.

Pada tahun 1995 ia melihat berita di surat kabar mengenai penyaluran bantuan Tzu Chi di Afrika Selatan dan merasa sangat tersentuh. Ia pun segera mencari relawan Tzu Chi di Afrika Selatan dan bergabung menjadi donatur. Jadi, donatur Tzu Chi pertama dari Lesotho adalah Tuan Wu dan keluarganya.

Di tahun 1998, pemilu di Lesotho diliputi pertikaian yang berujung pada kerusuhan. Hak milik warga asing menjadi sasaran pembakaran dan penjarahan. Kerusuhan itu mengakibatkan ibu kota Lesotho lumpuh dengan sisa pembakaran di mana-mana. Melihat kondisi ini, Tuan Wu segera berkumpul dengan para relawan Tzu Chi untuk mencurahkan perhatian dan menampung para warga asing yang terkena dampak kerusuhan, dan tidak memiliki tempat tinggal. Mereka ditampung di rumah-rumah relawan Tzu Chi atau di tempat penampungan lain.

Jumlah pengungsi mencapai lebih dari 500 orang. Tuan Wu sendiri menampung sekitar 40 orang di rumahnya. Tentu segalanya disebabkan oleh jalinan jodoh. Ketika kembali ke Taiwan, mereka menceritakan kondisi di sana dan bagaimana mereka bergabung dengan relawan di Afrika Selatan untuk menyalurkan bantuan. Jadi, selama beberapa waktu, dalam menyalurkan bantuan, mereka dibantu relawan dari Afrika Selatan.

Namun, sementara itu ada pula sekelompok pengusaha Taiwan yang berencana menuntut pemerintah Lesotho untuk mengganti kerugian mereka. Saya mengatakan, “Daripada menuntut pemerintah, lebih baik gunakan dana itu untuk mengadakan penyaluran bantuan skala besar dan menjalin jodoh baik dengan warga lokal.” Saya bersyukur mereka mendengarkan nasihat ini dan melaksanakan tindakan penuh cinta kasih. Kegiatan ini pun membuat warga lokal merasa menyesal dan malu atas perbuatan mereka, sekaligus berterima kasih kepada para warga asing dari Taiwan ini.

Setelah kerusuhan itu berlalu, para pengusaha yang tempat usahanya terbakar membangun kembali pabrik dan toko-toko mereka. Sejak saat itu masalah yang mereka hadapi semakin berkurang. Berbagai hal terjadi dalam kehidupan kita dan semuanya tak luput dari kondisi iklim serta kondisi hati manusia. Jadi, kondisi iklim dan kondisi hati manusia berdampak besar pada kehidupan umat manusia. 

Sejak saat itu hingga kini, insan Tzu Chi terus mencurahkan perhatian bagi warga setempat di Lesotho. Pada tahun 2007, karena kekeringan yang berkepanjangan, insan Tzu Chi membagikan persediaan makanan bagi warga selama enam bulan. Setelah hujan mulai turun, mereka membagikan bibit jagung. Tahun ini sepertinya panen mereka cukup baik. “Satu, dua, tiga. Penen kali ini sungguh berbeda karena kami bisa mendapat dua sampai tiga buah jagung dari satu batang. Meski hanya dapat satu, kualitasnya pun sangat baik,” ucap salah satu warga.

Dibanding bibit yang dahulu digunakan, bibit yang ini jauh lebih baik. Mereka akan memotong bagian depan dan belakang dan mengambil bagian tengahnya sebagai bibit untuk musim tanam berikutnya. Hasil panen yang baik ini sungguh tak terbayangkan. Warga pun mengerti balas budi. Hasil panen mereka, selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan, juga mereka sisihkan untuk Tzu Chi, untuk membantu orang yang lebih membutuhkan. Lihatlah, semakin banyak orang terinspirasi.

Pada musim dingin tahun ini, insan Tzu Chi juga membagikan bantuan. Saat pembagian bantuan berlangsung, para warga lokal menunjukkan kebiasaan mereka berteriak dengan nada tinggi. Sungguh menarik. Melihat mereka tidak menuntut banyak asalkan dapat bertahan hidup, saya sungguh bersimpati.

Kita sering membahas tentang tekad dan ikrar yang luhur. Kita selalu mengatakan bahwa tekad ini harus dipertahankan dengan teguh. Teringat kejadian yang menimpa Tuan Wu, saya merasa tersentuh dan bersyukur. Suatu ketika, ia menderita sakit parah dan tak sadarkan diri. Ketika dilarikan ke rumah sakit, ia mendengar dengan jelas dokter berkata bahwa ia tak dapat diselamatkan. Ia berpikir dalam hati, “Warga di sini hidup dengan sangat sulit.” “Jika saya tak dapat tertolong, maka saat terlahir kembali, saya rela dilahirkan di daerah terbelakang agar dapat menolong warga di sana.” Inilah ikrarnya yang luhur. Tak disangka, ia akhirnya pulih. Setelah pulih, ia semakin bersungguh-sungguh.

Kini Chen Mei-juan, seorang anggota komite bertanggung jawab atas misi Tzu Chi di Lesotho, telah dilantik. Meski menjalankan usaha di Lesotho, ia tinggal di Afrika Selatan. Karena itu, tugas ini cukup berat baginya. Dalam pembagian bantuan musim dingin kali ini, terdapat empat anggota komite, seorang Tzu Chen, dan sepuluh orang relawan lokal. Lihatlah, dengan jumlah yang sedikit, mereka dapat banyak bersumbangsih. Semua ini tidaklah mudah. Mereka mencurahkan perhatian bagi warga dalam jangka panjang.

”Setelah menerima bantuan Tzu Chi, saya merasa orang tua saya seakan masih ada karena mereka memberikan saya makanan dan segala yang saya butuhkan. Dengan memperoleh semua ini, saya bagaikan anak yang memiliki orang tua,” tutur salah satu penerima bantuan.

Saya sungguh merasa tak sampai hati. Meski tanggung jawabnya sangat berat, para relawan tetap teguh dalam bersumbangsih bagi mereka yang menderita. Sungguh, segala hal bermula dari pikiran. Begitu pula dengan Bodhisatwa yang turut merasakan penderitaan orang lain dan bertekad meringankannya. Melihatnya, saya sungguh merasa tersentuh. Lihatlah, saat melihat para relawan menyelimuti warga satu per satu, dapat dibayangkan betapa dingin cuaca di sana. Ini sungguh membuat orang merasa tersentuh.
Cinta kasih tidak akan berkurang karena dibagikan, malah sebaliknya akan semakin tumbuh berkembang karena diteruskan kepada orang lain.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -