Suara Kasih : Jalan Pelatihan Diri
Judul Asli:
Menyelamatkan Diri Sendiri dan Orang Lain Sebagai Tujuan Pelatihan Diri
“Hari ini saya sangat gembira karena relawan Tzu Chi kembali kemari untuk membantu kami dan warga Haiti. Saya sangat berterima kasih. Menurut saya Tzu Chi adalah organisasi yang luar biasa. dengan nilai budaya kemanusiaan yang istimewa,” warga yang menjadi korban gempa Haiti.
“Ketika menghadapi kesulitan, Anda akan merasa tidak berdaya jika mengandalkan kekuatan sendiri. Namun, lihatlah relawan Tzu Chi yang datang dari berbagai belahan dunia untuk membantu kalian. Ketika merasa putus asa, ingatlah hari ini,” jawab relawan Tzu Chi yang datang ke Haiti.
Itu adalah interaksi antara relawan yang membantu penyaluran bantuan di Haiti dengan warga setempat. Relawan ini membantu mengangkat karung-karung beras seberat 10 kg yang diberikan pada warga. Padahal, sesungguhnya ia tak dapat mengangkat beban terlalu berat karena pernah terluka di bagian pinggang. Namun, karena sudah sampai di Haiti, ia bertekad harus membantu. Setelah mengangkat beberapa karung beras, ia pun kesakitan. Relawan lain merasa tak sampai hati dan menasihatinya untuk beristirahat sejenak dan tidak terlalu memaksakan diri. “Tolong biarkan saya melakukannya,” kata relawan itu. “Istirahatlah sebentar. Jangan memaksakan diri,” saran relawan yang lain. “Lho, mengapa Anda menangis?” tanya relawan lainnya. “Saya tidak apa-apa, hanya berharap dapat berbuat lebih banyak. Yang saya lakukan masih terlalu sedikit. Saya berharap dapat berbuat lebih banyak,” katanya relawan yang kesakitan itu berulang-ulang.
Meski usianya masih muda, melihat keteguhan tekadnya, saya yakin ia mampu bersumbangsih bagi lebih banyak orang. Buddha senantiasa mengingatkan kita untuk sadar karena manusia senantiasa mudah tersesat. Dalam Sutra Delapan Kesadaran Agung, pada bagian kesadaran ke-8, Buddha berkata, “Lingkaran kelahiran dan kematian bagai api, menyebabkan penderitaan yang tak terhingga. Bangkitkan tekad Mahayana (tekad melatih diri dan membawa manfaat pada orang lain –red) demi menyelamatkan semua makhluk; rela menggantikan semua makhluk menanggung penderitaan yang tak terhingga, membimbing mereka mencapai kebahagiaan.” Inilah ikrar agung Bodhisatwa.
Untuk menjadi seorang Bodhisatwa, kita harus menyadari kebenaran. Lihatlah, lingkaran kelahiran dan kematian bagaikan kobaran api yang membawa penderitaan yang tak terhingga. Sejak lahir, banyak orang terus belajar dan menjadi semakin pandai serta semakin licik sehingga melakukan perbuatan yang mencelakai orang lain. Sesungguhnya, itu juga mencelakai diri sendiri karena benih dari perbuatan ini akan terus terbawa ke kehidupan mendatang.
Semakin buruk perbuatan kita, semakin besar penderitaan yang kita terima. Karena itulah dunia dipenuhi penderitaan. Sebaliknya, kita harus menyadari kebenaran untuk dapat membangkitkan tekad Mahayana, yakni tekad untuk tidak hanya berlatih demi diri sendiri, melainkan juga memberi manfaat bagi orang lain. Kita harus mencerahkan diri dan orang lain, barulah disebut “mencapai kesempurnaan praktik”. Kita harus lebih dulu melatih diri sendiri sebelum dapat menyadarkan orang lain. Dengan demikian, barulah kita dapat menyelamatkan semua makhluk dan sungguh-sungguh berada di Jalan Bodhisatwa.
Jadi, kita semua hendaknya berikrar untuk menggantikan semua makhluk menanggung penderitaan yang tak terhingga. Bukankah relawan muda tadi melakukan hal ini? Ia berharap dapat sedikit bersumbangsih untuk meringankan penderitaan orang lain. Sikap saling membantu inilah yang harus kita kembangkan bersama-sama. Semoga kita dapat membimbing semua makhluk mencapai kebahagiaan.
Mereka yang dapat membantu orang lain adalah orang yang paling bahagia. Inilah cara menenangkan hati warga Haiti. Jika tidak, pasukan perdamaian PBB harus terus menjaga jalannya pembagian bantuan guna menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Saling Menghormati Meski Berbeda Keyakinan
Beberapa hari ini, kita terus menerima berita dari para relawan di Haiti. Para relawan Tzu Chi di sana sangat menghormati keyakinan warga setempat. Delapan puluh persen warga Haiti adalah umat Katolik, karenanya mereka menyebut relawan Tzu Chi sebagai “malaikat”.
Kegiatan pembagian bantuan yang kita lakukan sebagian bertempat di gereja. Sebagian besar warga pun memiliki keyakinan Kristiani. Saya mengingatkan para relawan bahwa kita harus menghormati keyakinan orang lain, namun tak boleh lupa keyakinan kita sendiri. Ketika berada di sana, mereka hendaknya membuka pintu ajaran Buddha dan berbagi tentang ajaran Buddha.
Sejak hari itu, yakni lebih dari satu minggu yang lalu, setiap hari mereka berbagi tentang semangat Bodhisatwa yang memiliki cinta kasih penuh kesadaran serta para relawan yang datang ke Haiti dengan biaya sendiri dan berlatar belakang agama yang berbeda-beda, namun memiliki semangat Bodhisatwa yang sama, yakni mengasihi diri sendiri dan orang lain.
Mereka juga berbagi Kata Perenungan Jing-Si yang diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis. Kini Kata Perenungan Jing-Si sangat diminati. Ada seorang pengemudi yang sering mengantarkan relawan. Kemarin ia berbagi Kata Perenungan Jing-Si yang berbunyi, “Cinta kasih yang sesungguhnya adalah menjaga hati sendiri dengan baik”. Ia menjelaskan bahwa setiap orang harus menjaga hatinya terlebih dahulu. Dengan hati dan pikiran yang baik, baru bisa membantu dan menolong orang lain.
Jadi para relawan terus-menerus berbagi Kata Perenungan Jing-Si dan ajaran Buddha sehingga warga setempat dapat mengetahui bahwa selain Bunda Maria dan Yesus Kristus, juga ada Bodhisatwa Avalokitesvara, Bodhisatwa Ksitigarbha, serta para Bodhisatwa dunia yang sungguh-sungguh hidup dan mendatangi tempat yang penuh penderitaan untuk menolong orang-orang yang menderita.
Untuk menjadi seorang Bodhisatwa, seseorang harus menyadari kebenaran. Semakin buruk perbuatan seseorang, semakin besar penderitaan yang diterimanya.
Karena itulah dunia dipenuhi penderitaan. Sebaliknya, semua orang harus menyadari kebenaran untuk dapat membangkitkan tekad Bodhisatwa.
Doa Bersama Untuk Tzu Chi
Pada tanggal 7 Maret, relawan Tzu Chi meninjau sebuah stadion yang menampung banyak korban bencana. Setibanya di sana, seorang bapak, Ben Constant segera menghampiri para relawan. Ia berkata bahwa ia memang mencari relawan Tzu Chi. Mengapa? Ia ternyata telah mengetahui bahwa rombongan berseragam biru-putih ini adalah relawan Tzu Chi yang membantu sesama hingga tuntas. Bahwa asalkan bertemu relawan Tzu Chi, mereka yang menderita pasti tertolong. Ia lalu menjelaskan kesulitan orang-orang yang tinggal di stadion tersebut. Ia membawa relawan Tzu Chi meninjau para korban yang sangat dan paling membutuhkan bantuan.
Keadaan di stadion itu sungguh menyedihkan. Karenanya, relawan Tzu Chi memutuskan untuk membagikan bantuan di sana. Karena Tuan Ben ini mendapatkan informasi dari internet bahwa hari Tzu Chi sedunia jatuh pada tanggal 24 bulan 3 penanggalan Imlek, maka ia berharap pada tanggal 24 Maret, di stadion tersebut dapat diadakan doa bersama sebagai wujud terima kasih kepada Tzu Chi.
Maka, mereka merencanakan untuk mengadakan acara doa bersama di Haiti pada tanggal 24 Maret. Inilah cara Bodhisatwa membimbing semua makhluk mencapai kebahagiaan. Selain membebaskan mereka dari kesulitan, relawan Tzu Chi membuka hati para korban agar memahami bahwa kekayaan sesungguhnya bukanlah kekayaan materi melainkan spiritual.
Saya juga pernah membahas bahwa relawan Tzu Chi di Haiti juga tengah menyebarkan semangat celengan bambu. Berapa pun yang mereka danakan, itu juga termasuk perbuatan amal. Mereka yang dapat membantu orang lain adalah orang yang paling bahagia. Inilah cara kita menenangkan hati mereka. Jika tidak, pasukan perdamaian PBB harus terus menjaga jalannya pembagian bantuan guna menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Bodhisatwa sekalian, Sutra Delapan Kesadaran Agung hendaknya sering kita pelajari. Saya harap para relawan sering mempelajari Tiga Puluh Tujuh Faktor Pencerahan dan Sutra Delapan Kesadaran Agung. Saya harap semua senantiasa bersungguh-sungguh. Menempatkan semangat menyelamatkan diri sendiri dan orang lain sebagai tujuan pelatihan diri menolong semua makhluk yang menderita.
Diterjemahkan oleh: Eliza
Foto: Tzu Chi Taiwan