Suara Kasih : Jalan Penuh Kesadaran
Judul Asli:
Membentangkan Jalan dengan Penuh Kesadaran dan Cinta Kasih
Menaburkan benih kebajikan untuk membantu warga yang membutuhkan
Menyalakan pelita hati untuk membimbing lebih banyak orang
Membantu para korban bencana dengan penuh rasa syukur dan hormat
Membentangkan jalan dengan penuh kesadaran dan cinta kasih
Kemarin, Gunung Merapi di Indonesia kembali meletus dengan kekuatan yang sangat besar. Awan panas yang mengepul mencapai ketinggian 5 kilometer. Pemerintah meminta para warga untuk mengungsi ke tempat yang lebih jauh. Bayangkan, warga yang telah mengungsi selama berhari-hari sungguh menderita.
Dunia penuh dengan penderitaan bagai kegelapan malam yang tak kunjung usai. Entah kapan cahaya akan kembali bersinar. Untuk menolong mereka, kita memerlukan orang yang memiliki cinta kasih yang penuh kesadaran untuk menerangi jalan dengan pelita hati sekaligus membentangkan jalan dengan penuh cinta kasih.
Pelita hati tersebut tak hanya dinyalakan saja, melainkan juga harus diangkat setinggi mungkin agar dapat membimbing lebih banyak orang untuk turut menyalakan pelita hati mereka. Karena itu, saya terus berkata kepada kalian untuk menggalang Bodhisatwa dunia. Kita juga melihat di Malaysia, sejak tanggal 30 Oktober lalu, Negara Bagian Kedah dan Perlis diguyur hujan lebat selama 2 hari berturut-turut sehingga banjir terjadi di wilayah yang luas.
Sesungguhnya, Jing-Si Books & Café serta kantor penghubung Tzu Chi di Kedah juga tergenang banjir. Meski demikian, insan Tzu Chi setempat tak gentar terhadap banjir yang melanda mereka. Melihat hujan deras yang turun selama 2 hari berturut-turut, insan Tzu Chi segera mendirikan pusat koordinasi bencana di rumah Relawan Liu. Ia adalah penanggung jawab kantor penghubung Tzu Chi di Kedah. Ia mendirikan pusat koordinasi bencana di rumahnya dan mengajak para relawan untuk mempersiapkan barang bantuan berupa kebutuhan sehari-hari.
Pada saat yang sama, sekelompok relawan lain berkunjung ke tempat pengungsian sementara untuk mencari informasi tentang jumlah pengungsi dan kebutuhan mereka. Para relawan dibagi dalam beberapa kelompok dan bekerja seharian untuk meninjau lokasi, membeli barang bantuan, membuat daftar nama, dan sebagainya. Mereka tak berhenti untuk istirahat meski malam telah datang.
Pemerintah setempat khawatir air banjir akan mengakibatkan arus pendek, sehingga seluruh aliran listrik pun dipadamkan. Selama beberapa hari ini, ketika malam tiba, para warga hidup dalam kegelapan. Namun, relawan Tzu Chi tetap menyalurkan bantuan di tengah kegelapan malam. Ada juga di antara relawan yang terkena dampak banjir tersebut. Namun, mereka tetap prihatin dengan para warga yang berada di tempat pengungsian sementara sehingga mereka segera berpartisipasi dalam kegiatan penyaluran bantuan.
Inilah yang mereka lakukan demi orang yang membutuhkan bantuan meski hanya bersifat sementara. Kita sering mendengar orang berkata, “Saya kaya, jadi tak ada yang perlu saya takuti.” Namun, ketika bencana terjadi, orang-orang bahkan tak sempat membawa barang kebutuhan mereka. Pada saat seperti ini, rumah semewah apa pun tetap akan tergenang banjir seperti orang lain. Lihatlah bencana yang terjadi di dunia ini. Janganlah kita berpikir bahwa asalkan memiliki uang, kita dapat melakukan segala hal dan diri kita akan selalu terlindungi. Belum tentu, terutama ketika bencana terjadi.
Lihatlah, bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia telah membahayakan banyak orang di dunia. Ketika suatu bencana terjadi, kita harus sadar dan mengambil hikmahnya. Inilah yang saya ingatkan kepada kalian setiap hari. Ketika bencana terjadi, tak peduli di negara mana pun, selama di sana ada insan Tzu Chi, mereka akan segera bergerak untuk membantu. Saya sungguh bersyukur melihatnya.
Namun, bagaimana dengan daerah yang tak memiliki insan Tzu Chi? “Beras kami akan habis hari ini. Kami tak punya apa-apa untuk besok. Saya hanya menerima sebuah alas tidur dan tak kebagian beras, air, maupun makanan. dan tak kebagian beras, air, maupun makanan,” ujar seorang korban banjir di Pakistan. Kita semua tahu bahwa insan Tzu Chi telah berada di Pakistan selama 11 hari. Jarak dari penginapan para insan Tzu Chi ke lokasi bencana yang berada di Sujawal adalah lebih dari 100 kilometer, dibutuhkan 3 jam perjalanan dengan mobil.
Sebelum matahari terbit, para relawan telah bersiap-siap meninjau lokasi, mendata penerima bantuan, dan mencari tempat untuk menyalurkan bantuan. Setiap hari mereka berangkat ke lokasi bencana pagi-pagi sekali dan pulang pada larut malam untuk mengadakan rapat dengan pengusaha setempat dan mahasiswa dari Universitas Karachi. Karena itu, selama belasan hari ini mereka sungguh “memiliki berkah”. Kalian semua tahu bahwa “berkah” yang dimaksud adalah kerja keras. Mereka sangat bekerja keras.
Dari laporan berita kemarin, saya melihat kegiatan penyaluran bantuan berlangsung dengan tertib. Sekitar hampir 7.000 keluarga yang masing-masing beranggotakan sekitar 7 orang mendapat 15 kilogram nasi instan dari kita. Lima belas kilogram nasi instan adalah sama dengan 50 kilogram beras. Jumlah ini dapat memenuhi kebutuhan pangan sebuah keluarga yang beranggotakan 7 orang selama setengah bulan. “Nasi instan yang kita bagikan tak perlu dimasak, cukup diseduh air panas. tak perlu dimasak, cukup diseduh air panas,” jelas seorang relawan.
”Kita juga membagikan 4 helai selimut kepada setiap keluarga. Mereka menerimanya dengan sukacita. Di sini banyak warga yang kekurangan makanan,” tambahnya. ”Kami sungguh gembira karena Tzu Chi datang membantu kami. Melihat begitu banyak beras dan selimut, saya sungguh gembira,” kata seorang penerima bantuan.
Sungguh, kegiatan penyaluran bantuan kemanusiaan haruslah dilakukan dengan penuh tata krama. Janganlah kita menyalurkan bantuan dengan melemparnya dan membiarkan para warga saling berebut. Orang yang dapat merebutnya, mendapatkan makanan, sedangkan orang yang tak mendapatkannya akan kelaparan.
Kita tak begitu. Kita harus mengetahui berapa jumlah anggota dalam satu keluarga agar mereka mendapat bantuan sesuai kebutuhan dan bantuan ini harus dibagikan dengan penuh hormat. Dengan begitu, kegiatan penyaluran bantuan dapat berlangsung dengan tertib dan damai. Relawan setempat sangat takjub melihat kegiatan penyaluran bantuan Tzu Chi dan turut merasa gembira melihat senyuman para korban bencana.
Inilah bayaran yang mereka dapatkan dari hasil kerja keras selama belasan hari, yakni melihat senyuman para korban bencana. Kegiatan penyaluran bantuan tak dapat selesai dalam waktu sehari seperti yang direncanakan, karena itu hari ini mereka melanjutkannya. Intinya, saya berharap kita tak hanya menerangi jalan dengan pelita hati, melainkan juga bekerja untuk membentangkan jalan dengan penuh cinta kasih. Kita juga harus membasahi lahan batin setiap orang dengan tetesan embun Dharma dan menaburkan benih cinta kasih di dalam hati mereka. Semoga kelak para korban bencana di sana dapat menerima bantuan dan perhatian yang berkesinambungan dari mereka yang cintanya telah terbangkitkan.
Diterjemahkan oleh: Lena