Suara Kasih : Keselarasan Antar Agama


Judul Asli:
Penyaluran Bantuan di Cile yang Memancarkan Keindahan Agama

Penyaluran bantuan di Cile kembali diadakan
Kegiatan baksos mengurangi penderitaan warga yang sakit
Upacara pemandian rupang Buddha menunjukkan keindahan agama
Enam Paramita terkandung dalam kegiatan penyaluran bantuan

Lihatlah Cile yang dilanda gempa dahsyat pada tanggal 27 Februari lalu. Hingga kini telah 3 bulan berlalu. Pada tanggal 21 Mei, insan Tzu Chi dari Amerika Serikat kembali ke Cile untuk menyalurkan bantuan. Mereka bekerja sama dengan warga Tionghoa, pengusaha Taiwan, pemerintah setempat, dan pihak terkait lainnya untuk merencanakan penyaluran bantuan pada tanggal 29 Mei. Selain menyalurkan bantuan, mereka juga mengadakan upacara pemandian Rupang Buddha.

Insan Tzu Chi tiba di Cile pada tanggal 21 Mei. Yang paling mengagumkan orang-orang dalam hal ini adalah tekad pengusaha Taiwan untuk berkontribusi. Ini tertampak dari bagaimana mereka membungkus barang-barang bantuan. Ini sungguh bukan pekerjaan yang mudah. Mereka harus menyiapkan barang untuk dibagikan kepada lebih dari 10.000 orang. Karena itu, kita membutuhkan kerja sama dari warga Tionghoa lokal, pengusaha Taiwan, dan warga setempat. Insan Tzu Chi memimpin pekerjaan dan memberi teladan.

“Seluruh tubuh Anda jadi putih karena tepung,” kata tim dokumentasi pada seorang relawan. “Tak apa, saya terlihat lebih baik karenanya,” jawab relawan itu berkelakar. “Sepertinya itu sangat berat,” tanyanya lagi. “Berat per bungkus sekitar 11 kilogram,” jawab si relawan. “Apakah punggung Anda tidak sakit?” tim dokumentasi ini ingin tahu. “Tidak. Semakin lama saya semakin kuat. Tim kami akan segera menuju lokasi bencana. Karena itu, semua barang bantuan harus dimuat ke dalam truk malam ini juga,” relawan itu menjawab sungguh-sungguh.

“Bagaimana dengan pengangkutan barang ini? Berapa truk yang dibutuhkan?” “Hari ini kami menyiapkan empat truk. Nanti kita lihat kondisi saat memuatnya. Kami berusaha memuat semua barang dengan penuh dan teratur.”
 
Begitulah, dalam beberapa hari ini mereka harus menyelesaikan begitu banyak pekerjaan mulai dari berkomunikasi dengan pemerintah setempat, dan menginspirasi relawan lokal agar mereka dapat bekerja dengan sukacita serta memahami arti yang terkandung dalam program bantuan Tzu Chi. Ini sungguh bukan pekerjaan mudah. Insan Tzu Chi membimbing semua orang untuk berdana dengan penuh keyakinan dan pemahaman. Inilah langkah menuju Jalan Bodhisattva yang lurus dan lapang. Kita berada di sana untuk membimbing orang-orang mempraktikkan Dana Paramita. 
  
Sesungguhnya dari kegiatan ini kita telah mempraktikkan Enam Paramita. Para relawan telah mendedikasikan dirinya dengan teguh dan penuh ketulusan sehingga dapat menyeberangkan (membimbing) orang. Paramita berarti menyeberang. Dengan adanya ketulusan menjalankan kegiatan ini, berarti kita telah mempraktikkan Dana Paramita, Sila Paramita (disiplin moral), Virya Paramita (semangat), dan lain-lain. Para relawan telah mempraktikkannya dengan baik saat berada di Cile. Saya sungguh tersentuh. 

Ini semua berkat penyaluran bantuan oleh insan Tzu Chi pada awal bulan Maret lalu. Kegiatan tersebut telah menumbuhkan benih cinta kasih dalam diri warga lokal. Kini benih tersebut telah tumbuh dan bertunas. Contohnya dr. Yang dan istrinya serta beberapa warga lokal yang mulai menjalankan misi Tzu Chi. Terdapat juga seorang wanita bernama Ya Hui. Meski beragama Kristen, namun ia menjalankan misi Tzu Chi dengan penuh ketulusan. Ada pula seorang warga lokal yang biasa dipanggil Xiao Xiong. Sejak penyaluran bantuan pada bulan Maret lalu berakhir, ia bertekad untuk menjadikan rumahnya sebagai Kantor Penghubung Tzu Chi di Cile. Orang-orang boleh mengadakan pertemuan di rumahnya. Kali ini, kita telah melihat kantor Tzu Chi ini menjadi tempat berkumpulnya para relawan. dr. Yang juga mengundang belasan dokter lainnya untuk mengadakan baksos. “Sebelumnya saya sudah mendengar kabar bahwa insan Tzu Chi akan kemari. Namun, saya belum memiliki kesempatan. Kemudian, dr. Yang menelepon saya dan bertanya apakah saya ingin berpartisipasi. Saya pun menjawab, ‘Tentu, tak ada masalah.’ Jadi, kini saya berada di sini,” kata seorang dokter. Di antara para dokter terdapat putri Presiden yang turut berpartisipasi dalam baksos ini.

Kita mengetahui bahwa mayoritas warga Cile menganut agama Katolik. Sebuah organisasi berbasis agama lain dapat mengadakan penyaluran bantuan skala besar di tempat ini, sungguh merupakan pencapaian luar biasa. Terlebih lagi, pada bulan Mei ini kita memperingati Hari Kelahiran Buddha dan mengadakan upacara pemandian Rupang Buddha. Ini menyebabkan situasi menjadi tidak mudah dijalani. Namun, ketulusan hati dari para relawan telah menyentuh hati banyak orang. Pemerintah setempat juga sangat mendukung. Demikian pula dengan warga lokal yang menerima bantuan dan warga Tionghoa setempat. Sehingga, upacara pemandian Rupang Buddha pun diadakan di lokasi penyaluran bantuan. Ini sungguh mengagumkan, karena untuk pertama kalinya insan Tzu Chi menggabungkan upacara pemandian Rupang Buddha dan penyaluran bantuan.

Ci Cheng, salah seorang anggota komite Tzu Chi menceritakan, “Ternyata saya mampu membawa Rupang Buddha menyeberangi pegunungan dengan ketinggian lebih dari 3.000 meter untuk tiba di Cile.” Ia melewati pegunungan dari Argentina hingga tiba di Cile untuk menunjukkan Rupang Buddha kristal kepada warga setempat. Rupang Buddha kristal ini menggambarkan Buddha yang datang untuk melindungi bumi. Ia berkata bahwa tugas ini merupakan kehormatan baginya. Dalam upacara pemandian Rupang Buddha tersebut kita dapat melihat ketulusan para peserta.

Meski upacara berlangsung dengan sederhana tanpa formasi seperti di Taiwan, namun dalam hati setiap orang keagungan dan suasana khidmat tetap ada. Kita dapat melihat ketulusan semua orang dalam upacara tersebut. Walaupun mereka beragama Katolik dan membentuk tanda salib, saya tetap merasa tindakan seperti itu sungguh menunjukkan sebuah keselarasan. Ini sungguh melukiskan keindahan agama. Keindahan ini ada pada sikap yang tak saling membedakan keyakinan.

Kini cuaca di Cile sangat dingin, namun semua orang masih dapat bersumbangsih. Ini tercipta berkat ketulusan hati setiap orang. Ketika hati diliputi ketulusan, saya yakin baik cuaca maupun perbedaan agama tak menjadi hambatan bagi kita untuk bersumbangsih dengan penuh cinta kasih. Banyak hal yang membuat orang tersentuh. Kita harus senantiasa bersungguh hati dan bersumbangsih dengan penuh ketulusan. Jadi, kita harus melatih hati kita dengan ketulusan, kebenaran, keyakinan, kesungguhan serta mempraktikkan cinta kasih, welas asih, sukacita, dan keseimbangan batin. Di negara mana pun, semua ini dapat diterapkan. Jadi, manusia dapat menyebarkan kebenaran. Untuk itu, kita perlu menunjukkannya dalam wujud yang nyata sehingga orang dapat melihat dan terinspirasi olehnya. Namun, yang lebih penting adalah Dharma harus senantiasa ada dalam hati kita sehingga kita dapat menggunakannya untuk membimbing banyak orang. 

Kali ini insan Tzu Chi dari empat negara berkumpul di Cile. Upacara pemandian Rupang Buddha dan penyaluran bantuan berjalan dengan lancar. “Tempat tinggal sementara dari pemerintah akan bocor jika hujan, jadi plastik yang disediakan Tzu Chi dapat mencegah kebocoran air. Selimut yang dibagikan pun menghangatkan kami. Tempat tinggal sementara tersebut terbuat dari bahan baku yang tipis. Kita lebih mudah sakit pada musim dingin. Suami saya berusia 86 tahun. Saya juga hampir berumur 80 tahun. Kini kami berdua hidup saling bergantungan. Kami tidak mempunyai uang untuk membeli beras. Barang-barang ini sangat berguna bagi kami,” kata sepasang kakek-nenek yang menerima bantuan Tzu Chi. Lebih dari 10.000 warga merasa bahagia. Penyaluran bantuan dan upacara pemandian Rupang Buddha selama dua hari ini berjalan lancar dan membawa kebahagiaan.

Selain itu, kita pun memperingati Hari Tzu Chi dengan tujuan bersyukur atas ”Empat Budi Besar”. Setiap hari Minggu ke-2 pada bulan Mei, kita memperingati Hari Ibu dan Hari Waisak. Kita berharap semua orang dapat mengungkapkan rasa syukur dan memahami semangat Buddha yang datang ke dunia. Lewat upacara pemandian Rupang Buddha, terlihat bahwa manusia dapat berintrospeksi, bertobat, serta segera berbakti kepada orang tua. Inilah ungkapan pertobatan yang besar.

Diterjemahkan oleh: Erni & Hendry Chayadi / Foto: Da Ai TV Taiwan
Jangan takut terlambat, yang seharusnya ditakuti adalah hanya diam di tempat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -