Suara Kasih : Ladang Berkah di Afrika Selatan
Judul Asli:
Menggarap Ladang Batin di Afrika Selatan
Menyelami Dharma di tengah kondisi serba sulit
Kebun sayur cinta kasih menopang kehidupan anak-anak yatim piatu
Mengadakan pelatihan bagi calon relawan
Giat menggarap ladang batin
Sungguh, pikiran adalah pelopor segala sesuatu. Lihatlah relawan Afrika selatan yang memiliki warna kulit berbeda dengan kita. Kebudayaan dan keyakinan mereka pun tak sama dengan kita. Namun, asalkan kita bersungguh-sungguh menggarap ladang batin, mereka pun akan memiliki kesamaan tekad dengan kita karena pada dasarnya setiap orang memiliki hakikat yang sama dengan Buddha.
Setelah lebih dari 10 tahun, kini di wilayah Durban saja terdapat lebih dari 5.000 relawan yang tersebar di lebih dari 100 desa. Dari hal ini kita dapat melihat kesungguhan mereka dalam menggarap ladang batin. Belakangan ini, mereka mengadakan pelatihan bagi relawan setempat. Pelatihan kali ini diikuti oleh 136 orang. Lokasi pelatihan adalah di sebuah sekolah dasar di Durban.
Kehidupan warga setempat sangat sederhana. Mereka belajar menghadapi kesulitan dan berbagai pelajaran lain yang bermanfaat. Pelatihan yang mereka ikuti selama 3 hari sungguh penuh makna. Meski dengan fasilitas yang sangat sederhana, pelatihan mereka tak kalah dari pelatihan yang diadakan di Taiwan, Amerika Serikat, maupun negara berkembang lainnya. Mereka menjalankannya dengan penuh kesungguhan. Mereka sangat bersungguh hati. Para peserta dari berbagai keyakinan berkumpul bersama untuk mengikuti pelatihan. Meski ada peserta yang beragama Katolik dan Protestan, mereka tetap mempelajari Filosofi Jing Si dan Jalan Tzu Chi.
Para relawan mengajarkan Filosofi Jing Si dengan penuh kesungguhan, juga tata cara dalam melakukan kebaktian. Mereka mempelajari tata cara berjalan, berdiri, duduk, dan tidur. Mereka mempelajari semuanya. Pelatihan diri ini bertujuan untuk memupuk semangat para peserta untuk mempraktikkan Ajaran Jing Si. Selain itu, mereka juga mengadakan pelatihan di luar kelas.
Mereka berkunjung ke kebun sayur yang digarap untuk memenuhi kebutuhan anak yatim piatu. Para peserta dibimbing untuk bersikap rajin. Dengan bersikap rajin, kita dapat mengubah kehidupan dan bahkan membantu orang yang membutuhkan. Contohnya, seorang relawan bernama Cynthia. Meski masih muda, hidupnya sungguh menderita. Ia menikah dengan seorang pria yang selalu berfoya-foya dan tak bertanggung jawab atas keluarga. Setelah suaminya meninggal, ia memikul tanggung jawab membesarkan 5 orang anaknya. Ia harus bekerja dan terkadang mencari makanan di tong sampah bagi anak-anaknya.
Ia sungguh menderita. Namun, pada tahun 2003 saat penyaluran bantuan musim dingin diadakan, ia menerima bantuan dan penghiburan yang penuh ketulusan dari insan Tzu Chi. Saat itu, hatinya sangat tersentuh. Sejak saat itu, ia bertekad untuk meneladani insan Tzu Chi. Sejak memiliki tekad itu, kehidupannya pun berubah. Ia mulai mengajak para tetangganya untuk berdana. Ia meminta mereka untuk menyisihkan 50 sen atau 1 dolar setiap hari atau setiap bulan dan mengumpulkan dana tersebut. Selain itu, ia juga mencari sebuah lahan kosong di dekat rumahnya, kemudian dijadikan sebagai kebun sayur. Hasil kebunnya tak hanya untuk dirinya sendiri, melainkan juga untuk memberi makan lebih dari 100 anak yatim piatu di desanya.
Ia memberi makan anak-anak tersebut dari hasil kebunnya. Selain itu, ia juga mengajarkan mereka etiket yang baik. Demikianlah ia menjalankan tekadnya. Meski ia sendiri juga hidup dalam kondisi minim, Meski ia sendiri hidup dalam keterbatasan, namun ia mampu merawat lebih dari 100 anak yatim piatu. Melihat inisiatifnya ini, banyak orang terinspirasi untuk membantunya. Ia telah bersumbangsih dalam Tzu Chi selama hampir 7 tahun. Melihat keteguhan dan ketabahan Cynthia, saya sungguh tersentuh.
Ada pula seorang relawan yang bernama Ci Di. Ia adalah relawan yang paling senior. Ia telah mendedikasikan diri selama lebih dari 10 tahun. Selama belasan tahun ini, ia terus bekerja sama dengan insan Tzu Chi. Ia tak hanya melatih relawan baru di Durban, melainkan juga di seluruh Afrika selatan. Ia sangat bekerja keras, namun ia menganggapnya sebagai berkah. Ia juga mengajar cucu perempuannya agar dapat seperti dirinya.
Ia membimbing cucunya tersebut untuk menolong anak-anak lain. Cucunya tersebut kini dapat memimpin doa. Dalam setiap pelatihan, Ci Di selalu mengingatkan setiap relawan untuk menaati 10 sila Tzu Chi. Ia sungguh telah menyerap Dharma ke dalam hati dan mempraktikkannya dalam keseharian. Selama pelatihan, para peserta juga diajak untuk mengunjungi penerima bantuan Tzu Chi agar mereka dapat melihat dan mempelajari bagaimana cara insan Tzu Chi di Durban melakukan kunjungan kasih, membersihkan badan penderita AIDS, dan berdoa bagi mereka.
Mereka melakukan semuanya dengan penuh hormat dan cinta kasih. Contohnya, Relawan Ci Lei. Ia mengunjungi seorang lansia yang lebih muda dari dirinya. Ci Lei telah berusia 70 tahun, sedangkan lansia tersebut berusia 67 tahun. Ia tak dapat menerima kematian suaminya. Ia terus mengurung diri di rumah sehingga kondisinya semakin memburuk. Jadi, Ci Lei pun pergi menghiburnya. Ia berlutut di hadapannya dan memijit seluruh tubuhnya. Ia juga mengajaknya untuk beraktivitas di luar rumah.
Cara Ci Lei memperlakukan wanita itu telah menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang serupa dan mendoakannya. Lihatlah, teladan dan semangat mereka sungguh membuat orang tersentuh melihatnya. Mereka telah menyerap Dharma ke dalam hati bersatu hati, dan bertekad untuk menolong semua makhluk yang menderita. Mereka memiliki welas asih dan tekad untuk menolong orang yang menderita. Dari langkah mereka yang tertib, kita dapat melihat kesatuan hati mereka. Mereka berhimpun dengan sangat tertib dan memegang tekad yang teguh.
Selama lebih dari 10 tahun ini, jumlah relawan di Afrika Selatan terus bertambah. Karena bertekad untuk mengemban misi Tzu Chi, mereka dapat mengatasi berbagai rintangan. Jumlah relawan setempat pun terus bertambah di Afrika Selatan.
Diterjemahkan oleh: Lena