Suara Kasih: Makna Agama Sesungguhnya
Judul Asli:
Menampilkan Makna Agama yang Sesungguhnya Berpegang pada tujuan hidup yang benar | |||
"Lebih kurang satu tahun yang lalu, anak perempuan saya tiba-tiba muntah darah di tengah malam. Saya pun sangat khawatir melihatnya. Dengan segera saya langsung membawanya ke Kantor Tzu Chi dengan hanya membawa uang sebesar 15.000 rupiah. Melihat kondisi putri saya, relawan Tzu Chi langsung membawa kami ke Klinik (RSKB Cinta Kasih - red) Tzu Chi. Saya sangat senang sekali, karena anak saya langsung mendapatkan pengobatan secara gratis. Saya tidak mengeluarkan uang sedikit pun. Pengobatan gratis ini berjalan selama lebih kurang satu tahun, hingga akhirnya putri saya meninggal dunia. Jadi setiap kali saya mengenang bagaimana Tzu Chi membantu anak saya, saya merasa harus mulai untuk membagikan cinta kasih yang saya miliki," tutur salah satu orang tua pasien penerima bantuan pengobatan Tzu Chi. Saya sering mengatakan bahwa agama tidak boleh tidak ada dalam diri setiap orang, karena agama adalah pembimbing kehidupan ke arah yang damai dan penuh cinta kasih. Dalam beragama, perlu adanya keyakinan benar untuk dapat berjalan ke arah kedamaian. Jika arah kita menyimpang sedikit saja, maka akan bagaikan pergerakan topan yang jika arahnya berubah sedikit saja dapat mendatangkan bencana besar. Karena itu dalam beragama kita harus memiliki keyakinan yang benar. Agama berisi tujuan kehidupan manusia dan pendidikan seumur hidup. Orang zaman dahulu sering berkata "belajar tidaklah mengenal batas usia". Dalam hidup ini, kita harus senantiasa belajar. Kini, teknologi semakin berkembang. Para orang tua tidak boleh mengabaikan teknologi modern, sebaliknya kaum muda tidak boleh mengabaikan nilai-nilai moral zaman dahulu. Jadi, kita semua hendaknya saling menghormati dan saling belajar. Demikian pula, keyakinan agama harus dimiliki setiap orang. Tujuan kehidupan kita tidak boleh menyimpang ataupun salah.
| |||
| |||
Lihatlah, beberapa tahun ini, insan Tzu Chi di Indonesia senantiasa memegang teguh nilai-nilai agama, yakni membuka hati, berlapang dada, berpikiran murni, dan merangkul semua orang. Mereka menghormati keyakinan orang lain. Oleh sebab itu, kelompok-kelompok lain juga menghormati keyakinan insan Tzu Chi terhadap ajaran Buddha. Inilah semangat agama yang sesungguhnya, yakni mengembangkan cinta kasih tanpa batas. Lihatlah sebuah SMP Negeri di Jakarta Utara. Para siswa sekolah itu yang mayoritas muslim sangat mengharapkan adanya sebuah masjid di sekolah. Untuk itu, para guru dan murid di sana yang berjumlah sekitar 500 orang masing-masing menyisihkan Rp 1.000 setiap hari sejak tahun 2009 dan baru terkumpul dana sekitar 52 juta rupiah atau sekitar 170 ribu dolar NT. Kalau begini, kapan pembangunan masjid ini dapat selesai? Karena ketua panitia pembangunan masjid ini mengenal seorang relawan Tzu Chi, maka ia pun menyampaikan hal ini kepada relawan tersebut. Relawan Tzu Chi ini pun pada mulanya agak ragu dan berpikir, Tzu Chi belum pernah melakukan bedah (renovasi) masjid, namun ia tetap mengajukannya ke yayasan. Saat menerima pengajuan ini, insan Tzu Chi lainnya pun berkata bahwa selama anak-anak tulus untuk beribadah maka sudah semestinya kita membantu mereka. Karena itu, insan Tzu Chi menerima proyek ini. | |||
| |||
Kemudian, saya mengatakan kepada relawan Tzu Chi Indonesia, Sugianto Kusuma, bahwa selain memberikan bantuan beras, kita harus membimbing mereka untuk mandiri. Almarhum Habib Saggaf, pemimpin pesantren ini setuju dengan hal ini dan meminta para santri untuk belajar bercocok tanam. Lambat laun, mereka mulai dapat hidup mandiri. Kini mereka dapat membuat roti sendiri, menanam gandum, dan menanam padi. Namun, Habib Saggaf meninggal tahun lalu. Lalu bagaimana dengan belasan ribu santrinya? Beruntung, istri sang habib kini memikul tanggung jawab di sana. Insan Tzu Chi juga terus mendampingi mereka. Beliau meminta satu hal kepada insan Tzu Chi, yakni mengajari para santri bahasa Mandarin. Saat ditanya mengapa ingin belajar Mandarin, beliau menjawab bahwa agar jika suatu hari beliau berkunjung ke Taiwan, beliau bisa berkomunikasi langsung dengan saya. Mereka semua berharap suatu hari dapat berkunjung ke Taiwan dan berbicara langsung dengan saya. Melihatnya, saya pun merasa tersentuh. Insan Tzu Chi tidak hanya mengajarkan bahasa Mandarin di sana, namun juga membimbing mereka untuk mandiri, mengendalikan keinginan, mengenal rasa puas, hidup rajin, hemat, dan mengembangkan cinta kasih. Saya percaya ini adalah cara terbaik untuk menanamkan semangat cinta kasih bagi mereka. Apa pun agamanya, kita berharap setiap orang dapat memiliki cinta kasih yang murni dan tanpa pamrih. Untuk memiliki cinta kasih yang murni, setiap orang harus senantiasa berintrospeksi dan bertobat secara mendalam. Dengan demikian, barulah kita dapat membersihkan noda batin dan mengubah tabiat buruk. Jika kita dapat menyucikan hati manusia dengan semangat ini, saya percaya dunia ini akan semakin damai dan empat unsur akan berjalan selaras. Bodhisatwa sekalian, setelah tahu bahwa kita telah berada di arah yang benar, kita harus semakin giat untuk melangkah maju dengan mantap. Inilah yang disebut semangat. Terima kasih atas kesungguhan hati dan cinta kasih kalian dalam membentangkan jalan ini selama bertahun-tahun. Sungguh, inilah jalan Bodhi yang penuh cinta kasih. Akhir kata, setiap hari kita harus selalu bersungguh hati. Semoga jalan yang kita bentangkan ini menjadi semakin luas dan panjang. Diterjemahkan oleh Karlena Amelia. |