Suara Kasih : Makna Hidup yang Sesungguhnya
Judul Asli: Menyadari Makna Hidup yang Sesungguhnya Menyadari makna hidup yang sesungguhnya
| |||
“Entah mengapa saya hanya bolak-balik dan tak dapat tidur. Saya akan menelepon Guru De Jie di Griya Jing Si untuk bertanya mengapa saya tidak bisa tidur. ‘Halo, Guru De Jie? Saya tidak bisa tidur semalaman’,” tanya Nenek Hu. “Apa? Kamu bercanda? Saya sudah berusia lanjut, jika melakukan daur ulang akan ditertawakan orang,” lanjut Nenek Hu saat mendengar Guru De Jie mengajaknya melakukan daur ulang. “Hasil penjualan barang daur ulang dapat digunakan untuk membangun rumah sakit, menolong orang, dan menyelamatkan bumi,” demikian Guru De Jie menjawab pertanyaan Nenek Hu. “Benarkah? Baiklah, kalau begitu saya akan mencobanya,” kali ini Nenek Hu menyetujui usul Guru De Jie. “Putriku, Guru De Jie berkata bahwa permata ada di mana-mana. Hal ini ternyata benar,” kali ini Nenek Hu yang berkata kepada putrinya. Pertunjukan tadi sungguh membuat saya kagum dan tersentuh. Saya hampir mengira peran Nenek Hu dimainkan langsung oleh tokoh aslinya. Lihatlah, Bodhisatwa lansia ini memainkan perannya dengan sangat nyata dan mengesankan. Saya yakin Bodhisatwa lansia yang memainkan peran Nenek Hu pasti melakukan kegiatan daur ulang dalam kehidupan sehari-hari. Saat membungkukkan badan, mereka bagai sedang memberi hormat kepada Buddha dan pada saat mendorong gerobak daur ulang sambil berkeliling, mereka bagaikan sedang melakukan pradaksina. Mereka sungguh mempraktikkan Dharma dan bersumbangsih sebagai Bodhisatwa. Kita sering mendengar banyak Bodhisatwa lansia yang khawatir orang lain akan salah paham saat melihat mereka mengumpulkan barang daur ulang. | |||
| |||
Selain itu, kita juga dapat melindungi bumi dan menolong orang lain. Sungguh bermanfaat. Lihatlah, Nenek Hu telah mendedikasikan dirinya selama puluhan tahun untuk mengemban misi Tzu Chi, melindungi bumi, dan menolong orang lain dengan mendukung biaya pembangunan rumah sakit. Ia sungguh lansia yang bijaksana dan telah menginspirasi banyak orang. Orang-orang yang berdiri di atas panggung tadi adalah para relawan yang terinspirasi oleh Nenek Hu untuk melakukan daur ulang. Setiap hari mereka melakukan daur ulang dengan sukacita. Di antaranya terdapat seorang Bodhisatwa lansia, Paman Hui yang menderita kanker. Dokter berkata padanya bahwa waktu hidupnya tidak lama lagi. Daripada menghitung hari dan semakin khawatir, ia memutuskan untuk melakukan daur ulang. Dengan demikian ia pun lupa dengan waktu dan penyakit yang dideritanya. Bukankah tadi ia juga berdiri di atas panggung? Dengan berkonsentrasi dalam daur ulang, ia dapat melupakan penderitaannya. Sungguh, di posko daur ulang kita dapat melihat para relawan yang penuh sukacita, jauh dari kerisauan, dan menjadi sehat. “Setelah menjalani operasi pada otak, kondisi tubuh saya sangat lemah selama hampir 2 tahun. Saat itu saya berpikir bahwa saya tak dapat melakukan hal lain selain kegiatan daur ulang,” kata Paman Hui. | |||
| |||
Karena itu, kita harus memanfaatkan setiap hari dan setiap saat. Tidak ada yang tahu berapa lama hidup kita. Namun, kita dapat menentukan kedalaman makna hidup kita. Apakah kalian ingin memiliki makna hidup yang luas dan dalam? Jika kita melewati setiap hari tanpa tujuan, maka hidup kita akan sia-sia.” Buddha berkata bahwa sangatlah sulit untuk terlahir sebagai manusia. Kini kita telah terlahir sebagai manusia. Buddha juga berkata sangatlah sulit untuk dapat mendengar Dharma. Kita juga telah mendengarnya. Selain itu, sangatlah sulit untuk berjalan di Jalan Bodhisatwa. Saudara sekalian, bukankah di hati saya dan di hati semua orang, kalian disebut sebagai Bodhisatwa yang berjalan di Jalan Bodhisatwa? Beberapa orang berkata bahwa itu hanya sebuah sebutan. Saat menghormat di hadapan rupang, bukankah kalian juga menyebutnya Bodhisatwa? Sesungguhnya, segala sesuatu di dunia ini tidak memiliki nama. Tujuan orang menamai segala sesuatu adalah untuk memberi identitas. Rupang Buddha dan Bodhisatwa bertujuan untuk menyadarkan kita bahwa kita adalah praktisi Buddhis. Buddha adalah Yang Maha Sadar di Alam Semesta. Buddha telah mencapai pencerahan. Setelah itu, Beliau ingin segera berbagi dengan setiap orang bahwa tak hanya dirinya yang dapat menjadi Buddha, namun setiap orang di dunia pun dapat menjadi Buddha. Hal ini karena setiap orang memiliki benih kebuddhaan. Agar setiap orang dapat percaya diri untuk mencapai pencerahan seperti Buddha, kita memerlukan rupang Buddha. Buddha adalah seseorang yang tersadarkan. Kita memerlukan rupang Buddha agar dapat mengingat semangat Buddha. Jadi, sebagai praktisi Buddhis, kita harus bekerja keras untuk mempelajari welas asih dan kesadaran seperti Buddha. Janganlah kita memiliki kemelekatan. Yang harus kita pelajari adalah cinta kasih, welas asih, sukacita, dan keseimbangan batin yang dimiliki Buddha. Inilah makna hidup kita. Kita harus memanfaatkan waktu dengan baik karena kita tak tahu kapan akan meninggal. Kita juga tak tahu kapan penyakit akan datang menyerang. Sekarang kita dalam kondisi sehat, namun tak tahu kapan akan jatuh sakit. Hal ini tak dapat kita prediksi. Andai terjadi sesuatu, kita jangan mengeluh karena ini adalah buah dari perbuatan kita di masa lalu. Jadi, apa pun yang terjadi, kita harus menerimanya dengan sukacita. Karena itu, selagi masih mampu berkontribusi janganlah kita menyia-nyiakan waktu. Diterjemahkan oleh: Lena | |||