Suara Kasih : Melindungi Bumi


Judul Asli:
Menanamkan Pendidikan Masyarakat
yang Mengakar

Keindahan alam membawa kedamaian hati
Pikiran menyimpang menjerumuskan manusia ke jalan yang salah
Menanamkan pendidikan masyarakat yang mengakar lewat tindakan nyata
Menyucikan hati dan membimbing manusia sesuai kemampuannya

Saat berada dalam keadaan tenteram, manusia cenderung tak dapat berintrospeksi. Kita seharusnya tetap waspada saat berada dalam keadaan tenteram. Namun sebaliknya, manusia terbuai dalam kesenangan duniawi. Banyak festival digelar untuk meningkatkan pariwisata.

Di Hengchun, beberapa tahun belakangan ini, festival musik selalu diadakan setahun sekali. Orang-orang dari berbagai penjuru Taiwan pun berdatangan untuk bernyanyi dan menari sepuasnya. Setiap tahun pasti terjadi kecelakaan di sana. Banyak orang gemar kebut-kebutan sehingga terjadilah kecelakaan yang merenggut nyawa yang berharga. Selain itu, ada pula yang menggunakan narkoba di kamar hotel sehingga kehilangan akal sehat. Inilah keadaan masyarakat masa kini, sungguh mengkhawatirkan. Di berbagai belahan dunia, manusia didorong untuk bersifat konsumtif. Entah mengapa sikap konsumtif ini terus digalakkan. Mengapa kita tidak sungguh-sungguh membimbing manusia untuk menjalankan kewajiban dan kembali pada moralitas serta tata krama? Padahal, inilah cara untuk melenyapkan bencana.

Dalam festival tersebut, lihatlah perusakan yang dilakukan manusia terhadap lingkungan. Kali ini cakupan daerah festival sangat luas, termasuk Eluanbi dan Kenting. Ketika saya melewati Kenting pagi ini, sampah yang ada bahkan lebih banyak daripada ketika topan datang. Sampah yang berserakan luar biasa banyak. Seluruh jalanan dipenuhi sampah. Untungnya, pihak taman nasional memiliki kebijakan untuk membatasi pengembangan. Jika tidak, entah bagaimana keadaannya. Seharusnya daerah ini dapat digunakan warga untuk menikmati keindahan alam, namun keindahan itu kini tak ada lagi.

Sesungguhnya, pemandangan di Hengchun sangat indah. Pada puluhan tahun lalu, Tzu Chi menjangkau Hengchun untuk pertama kali. Saya juga teringat belasan tahun lalu, saya mengunjungi seorang pasien dan sempat melewati Kenting. Pemandangan di sana sungguh mengagumkan. Warga setempat sangat sederhana. Rasa kekeluargaan di sana pun sangat kental. Sungguh indah. Sudah hampir 20 tahun saya belum sempat kembali berkunjung ke sana. Namun, setiap kali berkunjung ke Pingtung, saya melihat insan Tzu Chi Hengchun sudah semakin banyak,termasuk komite, Tzu Cheng, dan relawan. Setiap kali saya berkunjung ke Pingtung, mereka akan turut hadir untuk melaporkan kasus yang mereka tangani, pelatihan bersama yang mereka jalani,serta kegiatan daur ulang yang mereka lakukan. Semuanya sangatlah menyentuh. Mereka menjaga lingkungan, dan melakukan kegiatan daur ulang untuk menjaga kebersihan lingkungan.  

Mulanya, jumlah relawan sangat sedikit. Kegiatan tersebut dilakukan di samping rumah seorang relawan, Bo Lian. Ada pula seorang relawan lainnya, Jin Yun. Tindakan mereka bahkan membuat para polisi terinspirasi dan merasa tersentuh.

“Melihat Kak Bo-lian melakukan daur ulang, saya kadang berpikir, ‘Jika seorang wanita sibuk sepertinya bisa menyisihkan waktu melakukan daur ulang, mengapa saya tidak bisa?’ Saya pun berpikir dan mencobanya. Setelah melakukannya, saya merasa bahwa ketika ada niat, maka sungguh ada kekuatan,” demikian kata seorang anggota kepolisian yang telah menjadi relawan daur ulang kita. Kegiatan daur ulang ini berkembang perlahan-lahan selama 15 tahun. Kini di sana banyak anggota komite dan Tzu Cheng yang bersungguh-sungguh berbagi tentang Tzu Chi di komunitasnya.
 

Mereka juga terjun dalam misi pendidikan. Meski banyak yang merupakan ibu rumah tangga, mereka peduli terhadap pendidikan serta sifat hakiki yang bajik dari manusia dan berharap sifat bajik ini tidak tercemar. Mereka membawa prinsip pelestarian lingkungan serta ajaran tentang rasa hormat dan bakti terhadap orangtua ke sekolah. “Pada pertemuan sebelumnya, bibi memberi tahu kalian, benda apakah ini?” Tanya seorang relawan waktu berkunjung ke sekolah. “Sumpit sekali pakai,” jawab anak-anak itu. “Sudahkah kalian memberi tahu ayah dan ibu untuk tidak menggunakan sumpit sekali pakai?” relawan bertanya lagi. Anak-anak menjawab, “Sudah.”

Para relawan juga memesankan agar anak-anak mengurangi penggunaan tisu dan gunakanlah saputangan karena 50 kilogram kertas sama dengan sebatang pohon berusia 20 tahun. Demikianlah, insan Tzu Chi merupakan Bodhisattva yang penuh kebijaksanaan. Mereka dapat membimbing orang sesuai kemampuannya. Mereka menggunakan cara-cara yang sesuai dengan kemampuan orang yang dibimbing. Dalam membimbing anak-anak, mereka menggunakan cara dan bahasa yang mudah dimengerti anak-anak. Ini juga merupakan welas asih dan kebijaksanaan. Melindungi bumi dengan welas asih dan menggunakan kebijaksanaan untuk membimbing orang-orang dari berbagai tingkat kemampuan.

Selain bersumbangsih sepenuh jiwa dan raga, mereka juga rela memberikan harta bendanya. Karenanya, Bo Lian menyediakan tanahnya untuk tempat kegiatan daur ulang. Hal ini menginspirasi sepasang suami istri, yakni Tuan Guo dan istrinya. Melihat sang istri begitu bersungguh-sungguh dalam menjalankan misi Tzu Chi, beliau pun mendukungnya dengan menyumbangkan sebidang lahan untuk dijadikan posko daur ulang yang mencakup pendidikan. Para siswa sekolah dapat berkunjung ke sana. Ini merupakan kebijaksanaan. Semuanya berawal dari sebuah niat. Kesadaran harus diikuti dengan tindakan.


Setelah menyadari pentingnya berbuat baik, segeralah merealisasikannya dalam tindakan. Ketika pola pikir berubah, kita dapat menginspirasi orang lain. “Dulu di posko daur ulang kami dalam seminggu pemilahan sampah dapat selesai. Kini waktu seminggu tak cukup lagi. Karenanya, kami pun harus lembur, harus lebih sering datang bila ada waktu. Hati kita harus dipenuhi rasa sukacita. Jika tidak, tak akan mampu memikul tanggung jawab,” begitu kata relawan daur ulang di sana.

Satu hari tidak datang, sampah sudah menumpuk. Inilah cara mereka melindungi bumi. Pemandangan alam yang indah haruslah dilindungi dengan sungguh-sungguh. Tindakan para relawan ini sungguh menyentuh. Sudah hampir dua puluh tahun saya belum berkunjung kembali ke Hengchun.Para relawan di sana sering berkata, “Master, datanglah ke Hengchun Untuk mengunjungi kami sejenak.” Dan saya selalu membalas, “Ya, saya akan berkunjung.” Namun, entah kapan hal itu baru terlaksana. Meskipun saya tidak berkunjung ke sana,hati mereka selalu bersama saya. Apa pun yang ingin saya lakukan,ketika saya membuka mulut, mereka akan segera bergerak.

Mereka sungguh dekat dengan saya. Saya yakin, meski saya tak mengunjungi mereka, mereka tetap dapat mengikuti langkah saya. Inilah yang paling membuat saya tersentuh dan sangat bersyukur. Melihat para Bodhisattva dunia begitu giat dan bersemangat, saya merasa sangat gembira. Namun, melihat keadaan dunia saat ini yang diliputi ketidakselarasan empat unsur dan pikiran manusia yang semakin menyimpang, saya sangat khawatir. Akhir kata, betapa pun khawatirnya kita, kita tetap harus giat dan bersemangat.

Diterjemahkan oleh: Erni & Hendry Chayadi
Foto: Da Ai TV Taiwan
Ada tiga "tiada" di dunia ini, tiada orang yang tidak saya cintai, tiada orang yang tidak saya percayai, tiada orang yang tidak saya maafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -