Suara Kasih: Memanfaatkan Waktu untuk Mempraktikkan Jalan Kebenaran

 

 

Judul Asli:

Memanfaatkan Waktu untuk Mempraktikkan Jalan Kebenaran

Memanfaatkan waktu untuk mempraktikkan jalan kebenaran
Tidak menyia-nyiakan kehidupan pada saat ini
Para pengungsi di negara peperangan tengah menunggu bantuan
Menciptakan berkah dan menjalin jodoh baik

Saya sangat berterima kasih. Berhubung tahu saya mau datang, meski di luar sangat becek karena turun hujan sepanjang hari dan juga sangat dingin, kalian tetap datang menyambut saya. Terima kasih banyak. Saya juga bersyukur karena adanya tubuh ini, saya bisa melakukan hal yang saya inginkan. Kita harus memanfaatkan tubuh ini dengan sebaik mungkin. Sebelum mulai melakukan perjalanan, seorang Bodhisatwa lansia, mertua Mei Yue, kembali ke Hualien. Saya bertanya, “Apakah kamu gembira karena pulang ke sini?” Dia menjawab, “Saya sangat gembira.” Dia masih berbicara dengan penuh tenaga. “Saya paling senang bertemu dengan Master.” “Baguslah jika kamu merasa senang.” “Berapa usiamu tahun ini?” “100 tahun.” Saya masih ingat beberapa waktu lalu, dia selalu menyiapkan mangkuk makan saya tiga kali dalam sehari. Saya bertanya, “Masih ingatkah dahulu kamu selalu menyiapkan mangkuk makan saya?” Dia menjawab, “Saya masih mau menyiapkannya.” “Master, izinkan saya menyiapkan mangkuk makan Master.” Inilah yang dia katakan hari itu.

Lihatlah dia memanfaatkan tubuhnya dengan semaksimal mungkin. Meski sudah berusia 100 tahun, dia tetap berusaha untuk memanfaatkan tubuhnya sebaik mungkin. Bayangkanlah, selama di Griya Jing Si, kita selalu bisa melihat dia membersihkan sayur bersama orang lain. Tiga kali dalam sehari, dia selalu berjalan mendekati saya. Dia sudah berusia hampir 100 tahun, tetapi masih begitu tekun dan bersemangat. Apakah kita bisa seperti dirinya? (Bisa). Kalian menjawab “bisa” dengan suara panjang. Baiklah, semoga seruan “bisa” kalian bisa dipertahankan selama-lamanya, bukan “bisa” yang singkat. “Bisa” ini harus dipertahankan selamanya. Inilah yang saya inginkan.

Hari ini saya bertemu dengan dua relawan senior yang biasa dipanggil Kakak Ketiga dan Kakak Pertama. Saya masih ingat Kakak Ketiga yang berasal dari sebuah keluarga besar. Anggota keluarganya meninggal dunia, banyak kerabatnya datang mengusung jenazah dengan naik bus. Saya masih ingat dia berkata bahwa dia akan memanfaatkan kesempatan ini untuk berbagi tentang Tzu Chi. Jadi, dia menaiki setiap bus untuk berbagi dengan keluarga dan teman-temannya tentang kegiatan-kegiatan Tzu Chi serta meminta mereka untuk membaca Majalah Tzu Chi. Saat bus berhenti di lampu merah, dia akan meminta pengemudi menurunkannya agar dia bisa naik bus yang lain. Saat berada di bus yang lain, dia kembali berbagi tentang Tzu Chi. Dia tidak melewatkan kesempatan untuk berbagi tentang Tzu Chi di atas bus-bus yang mengusung jenazah. Ini meninggalkan kesan yang dalam bagi saya.

Hari ini saya kembali bertemu dengannya. Saya berkata padanya, “Kamu tidak berubah.” “Kamu masih terlihat muda.” Dahulu, setiap kali saya datang ke Taipei untuk melakukan perjalanan ke selatan Taiwan, dia selalu mengantar saya dengan mobil. Ke mana pun melangkah, dia selalu menggalang hati dan menggenggam setiap kesempatan yang ada. Apakah kalian juga seperti itu? (Ya). Ya? Sepertinya tidak banyak. Kini banyak orang berpikir memiliki 40 donatur sudah cukup. Tadi saya mendengar seorang professor yang sering melakukan daur ulang di Neihu. Pada malam hari, dia harus menemani istrinya mengambil dana amal dari 400 donatur. Saya sungguh tersentuh mendengarnya. Kini banyak orang yang sudah tidak mencari donatur. Relawan senior berkata, “Saya sudah memberikan donatur saya kepada anak muda.” Sedangkan anak muda berkata, “Saya sangat sibuk, jadi tidak ada waktu untuk mengambil dana amal.” Akibatnya, jumlah donatur menjadi semakin berkurang.

Bodhisatwa sekalian, relawan dari Afrika Selatan berikrar kepada saya bahwa setiap orang dari mereka akan menggalang satu Xieli (20 orang). Saya berkata bahwa itu tidak cukup, satu orang harus menggalang banyak Xieli. Pada zaman sekarang ini, dunia dipenuhi oleh Lima Kekeruhan. Dengan bertambahnya satu insan Tzu Chi, orang yang tersucikan juga bertambah satu orang. Semoga kita bisa sungguh-sungguh menggalang lebih banyak Bodhisatwa dunia. Tadi saya juga mendengar para relawan berbagi. Kegiatan daur ulang di Neihu sangatlah baik. Kini setiap relawan di Neihu sangat sibuk karena kita akan mengirimkan dua peti kemas selimut ke Yordania. Konflik yang terjadi di Suriah mengakibatkan para pengungsi hidup menderita. Relawan Chiou-hwa berada di Yordania. Beberapa tahun yang lalu, setelah menjalani pelantikan, adiknya, Der-hsiung sangat aktif bergabung dengan Chiou-hwa untuk menyalurkan bantuan di Yordania. Kali ini, Der-hsiung menceritakan kepada saya kondisi para pengungsi Suriah. Sungguh menderita. Dari foto yang dia tunjukkan terlihat dua gunung yang tengahnya terdapat sebuah lembah. Satu sisi gunung adalah Suriah dan yang lainnya adalah Yordania. Para pengungsi bagaikan semut-semut kecil yang berusaha menyelamatkan diri. Akan tetapi, pemerintah Suriah tidak ingin para warga meninggalkan negara mereka. Karenanya, mereka meminta tentara bayaran untuk menyerang para pengungsi. Bencana akibat ulah manusia ini sungguh mendatangkan penderitaan tak terkira bagi warga setempat. 

Di Taiwan, kalian bisa sengaja mengambil cuti untuk datang bertemu saya. Bahkan saat hujan, kalian tetap datang. Kita bisa hidup dengan begitu leluasa. Karena itu, saya merasa sangat bersyukur. Saya bersyukur karena bisa hidup di zaman sekarang ini sehingga bisa membantu banyak Negara sehingga bisa membantu banyak Negara dan mendengarkan berbagai penderitaan mereka. Ini adalah kesaksian sejarah dari bencana akibat ulah manusia dan alam. Sebelumnya, insan Tzu Chi pernah pergi ke Afghanistan, Rwanda, Chechen, dan Azerbaijan. Semua itu adalah negara yang penuh peperangan. Di negara-negara itu, kita bisa melihat peluru-peluru beterbangan.

Akan tetapi, insan Tzu Chi malah pergi ke sana untuk menyalurkan bantuan. Setiap kali mereka berangkat, hati saya selalu sangat khawatir. Sepasang kaki mereka berpijak di atas tanah yang kokoh, tetapi hati saya berada di awang-awang. Jika tidak mengizinkan mereka pergi, bagaimana bisa membantu orang-orang yang menderita? Akan tetapi, saat mereka pergi, hati saya merasa tidak tenang. Inilah tekanan batin dan kerisauan terbesar dalam hidup saya. Akan tetapi, mereka yang ikut menyalurkan bantuan berbagi bahwa mereka telah menyaksikan ajaran Buddha tentang penderitaan di dunia.

Kini kita sungguh dapat melihat berbagai penderitaan di dunia. Bencana akibat ulah manusia sungguh menakutkan. Jika hati manusia bisa selaras, maka tidak akan mudah terjadi konflik. Setiap kali terjadi konflik, sulit bagi kita untuk menghentikannya. Karena itu, kita harus menyelaraskan hati manusia dan menggalang lebih banyak Bodhisatwa dunia. Dengan demikian, barulah dunia bisa tenteram dan bebas dari bencana. Mengerti? (Mengerti). Baiklah. Bodhisatwa sekalian, semoga kita bisa menggalang lebih banyak Bodhisatwa dunia. Kita harus selalu bersyukur karena bisa hidup aman dan tenteram sehingga kita bisa berbuat baik, bukan bersyukur karena bisa menikmati hidup. Saat menikmati hidup, berarti kita mengikis berkah. Kita harus bersyukur karena memiliki tubuh yang sehat sehingga bisa berbuat baik, menjalin jodoh dengan banyak orang, dan menginspirasi mereka menjadi relawan. Jika bukan kita yang langsung menginspirasi orang yang berjodoh dengan kita, maka mereka tidak akan bergabung dengan kita. Jika kita tidak menjangkau dan menginspirasi orang yang berjodoh dengan kita, maka sungguh disayangkan. Bodhisatwa sekalian, kalian telah menjalin jodoh baik dengan banyak orang, maka bergegaslah menginspirasi mereka. Paham? (Paham). Kita sungguh harus menciptakan berkah bagi dunia.  (Diterjemahkan Oleh: Karlina Amelia)

 
 
Orang yang mau mengaku salah dan memperbaikinya dengan rendah hati, akan mampu meningkatkan kebijaksanaannya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -