Suara Kasih: Membalas Budi Luhur Orang Tua

 

Judul Asli:

Membalas Budi Luhur Orang Tua dan Menghargai Sumber Daya Alam

Kata "berbakti" memiliki makna yang dalam dan luas
Membimbing anak-anak untuk memahami budi luhur orang tua Memikul tanggung jawab untuk membantu korban bencana
Melindungi bumi dan menghargai sumber daya alam

 

”Seperti yang dikatakan Master, berbuat baik dan berbakti tidak bisa ditunda. Saat ibu saya terserang stroke yang kedua kalinya, kondisinya lebih serius.Karena itu, saya memutuskan untuk menutup usaha saya supaya bisa menjaga ibu,” ujar Cen Guo Qiang.

“Sebenarnya dahulu, hubungannya dengan ibu tidak terlalu baik. Saat muda, dia pernah bertengkar dengan ibu, lalu pindah keluar dari rumah. Mungkin karena saat itu dia masih muda. Sebenarnya, dia sangat berbakti. Saya merasa dia menjaga ibu saya dengan sepenuh hati. Saat ibu saya menderita sembelit, dia tidak takut kotor dan tetap membantu ibu saya mengatasi sembelitnya,” ujar Cen Yu Zhen, adik perempuannya.
 
Saya sering mengatakan bahwa tujuan dari pelatihan diri adalah untuk mengubah tabiat buruk. Jika kita bisa mengubah tabiat buruk, maka sungguh luar biasa. Dia masih mempunyai kesempatan untuk mendampingi dan merawat ibunya, baik siang maupun malam. Ini sungguh tidak mudah.

Berbakti adalah dasar dari segala kebajikan. Orang yang berbakti dan berhati baik pastilah orang yang sangat menaati peraturan dan bertanggung jawab. Karena itu, berbakti adalah fondasi dasar untuk menjadi orang baik. Bagaimana cara kita membimbing anak-anak agar mereka memahami jerih payah orang tua dan bersyukur kepada orang tua? Setelah rasa syukur mereka terbangkitkan, barulah mereka mengerti untuk membalas budi orang tua. Membalas budi adalah wujud dari berbakti. Bagaimana menanamkan prinsip ini dalam diri anak-anak?

Relawan Tzu Chi mengadakan kegiatan agar anak-anak bisa merasakan sendiri betapa sulitnya bagi ibu mengandung untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan mengurus keluarga. Saat mengandung, ibu sangat tidak leluasa untuk mengurus segala keperluan rumah tangga. Anak-anak diajak untuk merasakan sendiri kerja keras ibu mereka.

Sebenarnya, jika anak-anak hanya menganggapnya sebagai permainan, maka mereka tidak akan bisa merasakannya. Karena itu, relawan berperan penting untuk membimbing anak-anak agar mereka memahami bahwa ini bukan sebuah permainan. Para relawan menunjukkan banyak video tentang kisah jerih payah orang tua agar anak-anak bisa merenungkan baik-baik penderitaan ibu mengandung saat selama 10 bulan. Kita tidak akan bisa memahami penderitaan ibu saat mengandung 

“jika kita tidak menggendong ini. Setelah menggendong seharian, seluruh badan saya merasa sangat pegal. Saya sudah bisa merasakannya hanya dengan menggendong bayi palsu. Jika bayi yang asli, saya mungkin tidak mampu menggendongnya,” ujar salah seorang murid.

Sungguh tidak mudah bagi ibu untuk mengandung saya selama 10 bulan. “Sejak masuk sekolah menengah, saya sering membantah dan bertengkar dengan ibu. Saya tahu saya bersalah. Saya ingin berubah. Karena itu, saya akan menceritakan pengalaman saya kepada teman-teman sekolah saya agar mereka tidak mengulangi kesalahan saya,” sharing murid.
 
Berbakti saja tidaklah cukup. Kita juga harus membuat orang tua tidak merasa khawatir. Untuk membuat orang tua tidak khawatir, kita jangan melakukan hal yang buruk. Selain itu, kita harus rukun dengan tetangga, menghormati orang yang lebih tua, dan mengasihi saudara. Dengan keharmonisan seperti ini, barulah kita bisa membuat orang tua merasa tenang. Sebagai orang tua, mereka tidak banyak meminta. Mereka hanya berharap anak-anak mereka bisa mematuhi peraturan dan bersumbangsih bagi masyarakat.

Ada sebuah ungkapan berbunyi, "Berharap putri  bisa menjadi burung phoenix dan putranya bisa menjadi naga.” Artinya, mereka berharap anak-anak mereka bisa menjadi orang yang terpuji dan dihormati dalam masyarakat. Inilah cara kita membalas budi luhur orang tua. Jangan membuat orang tua merasa bersalah pada orang lain dan masyarakat. Inilah wujud bakti yang sesungguhnya. Kita harus menggunakan tubuh yang diberikan oleh orang tua untuk berkontribusi bagi dunia.

Kita juga bisa melihat kondisi di Filipina. Beberapa hari ini, terjangan Badai Tropis Trami menyebabkan enam puluh persen wilayah di Manila terendam banjir. Insan Tzu Chi selain membagikan makanan dan minuman bagi orang di tempat penampungan sementara, mereka juga menyiapkan bantuan kebutuhan harian bagi para korban. Selain itu, mereka juga memberikan penghiburan dan berbagi Dharma dengan mereka demi membangkitkan cinta kasih setiap orang, membimbing mereka agar tidak berkeluh kesah,dan harus memahami hukum sebab akibat. Para relawan memanfaatkan kesempatan ini untuk membangkitkan cinta kasih setiap orang. Demi menghimpun tetes demi tetes cinta kasih, mereka juga berbagi tentang semangat celengan bambu. Meskipun hanya mendonasikan 1 peso, insan Tzu Chi tetap membimbing mereka untuk berdana dengan hati penuh sukacita.

Kita bisa melihat di antara insan Tzu Chi, juga ada yang terkena dampak bencana. Namun, mereka juga ikut memberikan bantuan. Ini sungguh membuat orang tersentuh. Begitu pula di Indonesia. Dahulu, kita pernah membantu merelokasikan warga di bantaran Kali Angke. Namun, masih ada warga kurang mampu di sekitar sana. Karena itu, kita memberikan bantuan rutin untuk mereka setiap bulan. Kekuatan cinta kasih ini harus terus diperpanjang dan dipertahankan selamanya. Inilah yang bisa dilakukan oleh Bodhisatwa dunia. Selama masih mampu berkontribusi, kita harus segera melakukannya.

Selain itu, kita harus hidup lebih hemat. Para ilmuwan mendapati bahwa hingga tanggal 20 Agustus kemarin penggunaan sumber daya alam untuk tahun ini telah melampaui batas. Karena itulah, kini terdapat penetapan “Hari Melampaui Batas”. Manusia sudah terlalu banyak mengambil sumber daya alam di bumi ini. Karena itu, kita harus meningkatkan kewaspadaan. Insan Tzu Chi terus mengimbau orang-orang agar cukup makan 80 persen kenyang dan menyisihkan 20 persennya untuk menolong orang lain.

Orang pada masa sekarang sangat memboroskan makanan. Karena itu, manusia harus berintrospeksi diri sebaik mungkin. Jika manusia tidak berintrospeksi diri, maka bumi ini tidak akan bisa bebas dari bencana. Untuk menyelaraskan empat unsur alam di dunia, manusia sungguh harus lebih berintrospeksi. Ini sangatlah penting. Kita harus lebih giat mensosisalisasikan pola makan cukup 80 persen kenyang serta pola makan vegetaris. Kita juga melihat bencana akibat ulah manusia yang terjadi silih berganti. Itu karena manusia kurang memiliki cinta kasih dan selalu ingin menguasai segala sesuatu hingga menjadi miliknya. Bahkan negara juga demikian sehingga menyebabkan banyak Negara tidak bisa hidup damai. Bencana alam juga membuat orang sangat khawatir.

Intinya, kita harus segera menghimpun kekuatan cinta kasih. kita harus menanam benih cinta kasih di dalam diri setiap orang sedari kecil. Semua masalah yang terjadi di masyarakat, negara,dan di seluruh dunia merupakan buah karma buruk akibat perbuatan manusia. Karena itu, kini kita harus segera menanam benih baik. Satu-satunya cara untuk menyelamatkan bumi adalah kita harus merekrut lebih banyak Bodhisattva dunia dan setiap orang harus turut  memikul tanggung jawab atas dunia. Dengan demikian, barulah suatu hari nanti, bumi bisa aman dan tenteram dan dunia bisa damai serta bebas dari bencana. Baiklah, singkat kata, tidak peduli berapa lama lagi baru bisa melihat dunia yang aman dan tenteram, tetapi jika kita tidak melakukannya sekarang, maka selamanya tidak akan ada harapan. (Diterjemahkan Oleh: Karlena Amelia )

 
 
Menghadapi kata-kata buruk yang ditujukan pada diri kita, juga merupakan pelatihan diri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -