Suara Kasih: Membangkitkan Hakikat Kebuddhaan yang Murni

 

 

Judul Asli:

Membangkitkan Hakikat Kebuddhaan yang Murni

Penyaluran bantuan bencana banjir di Indonesia masih terus berlanjut
Mengesampingkan kepentingan pribadi dan mengutamakan kepentingan bersama
Relawan tua maupun muda memiliki keteguhan hati yang kokoh
Hakikat kebuddhaan yang murni tidak berubah selamanya

Kita dapat melihat banjir di Indonesia perlahan-lahan sudah mulai surut. Akan tetapi, di beberapa wilayah yang lebih rendah, banjir masih belum surut. Sejak hari pertama banjir hingga kini, insan Tzu Chi Indonesia terus memberikan bantuan. Setelah bersumbangsih beberapa hari, saya bertanya kepada mereka, “Apakah kalian lelah?” Mereka menjawab, “Lelah, tetapi kami harus tetap tegar dan terus memberikan bantuan karena menolong orang lain rasanya sangat membahagiakan.” Meski rumah beberapa insan Tzu Chi juga tergenang banjir, tetapi mereka tetap mendedikasikan diri untuk membantu dengan segenap hati. Mereka sungguh adalah Bodhisatwa dunia. Mereka mengesampingkan masalah pribadi dan beranggapan bahwa kepentingan bersama lebih penting daripada kepentingan pribadi. Cinta kasih universal tanpa pamrih itu sungguh membuat orang tersentuh.

Saat banjir terjadi, murid dari Universitas Tzu Chi Taiwan juga tengah berkunjung ke Indonesia. Berhubung bertemu dengan bencana banjir, mereka membatalkan semua jadwal acara dan turut membantu menyiapkan makanan hangat dan barang bantuan. Lihatlah, anak-anak juga bisa memanfaatkan kesempatan untuk bersumbangsih. Ini sungguh menyentuh. Di tengah kondisi saat ini, kita bekerja keras untuk menyucikan hati anak-anak. Ini sangat penting. Anak muda pada era sekarang sangat beruntung sekaligus tidak beruntung. Mereka beruntung karena bisa terlahir di era yang teknologinya maju dan informasinya berlimpah. Kondisi demikian menjadikan setiap orang bisa mengenyam pendidikan tinggi. Inilah keberuntungan mereka. Tidak beruntungnya, mereka terlahir di era yang penuh dengan Lima Kekeruhan.

Di masa yang penuh dengan ketersesatan, moralitas manusia mengalami kemerosotan. Hidup di tengah era yang penuh ilusi, banyak orang tidak dapat berpijak pada kenyataan dan jalan kebenaran. Ketidakberuntungan ini sungguh membuat orang sedih. Akan tetapi, kita dapat melihat hati anak kecil yang begitu murni dan polos. Meski nyanyian mereka sedikit cadel, tetapi jika mendengarkan dengan sungguh-sungguh, kita akan memahami artinya. Mereka juga membawakan  pementasan di atas panggung. Meski di atas panggung terdapat dua kelompok partisipan yang berbeda, mereka tetap bisa memperagakan  isyarat tangan dengan baik. Kedua anak kecil tersebut berada di depan dua kelompok partisipan.

Mereka sungguh mengagumkan. Saat ditanya, “Mengapa kamu mau memperagakan isyarat tangan,” anak berusia 5 tahun itu menjawab, “Saya ingin mewariskan ajaran Kakek Guru kepada setiap orang.” Lihatlah, dia begitu bersungguh hati dalam mewujudkan keinginannya. Mereka bisa membedakan yang benar dan salah serta memahami prinsip kebenaran. Dalam diri anak-anak tersebut, saya sungguh bisa melihat adanya harapan. Akan tetapi, kita harus menjaganya dengan baik. Jika tidak, kondisi lingkungan yang kompleks bisa membuat hati anak-anak terpengaruh. Meski demikian, kita harus tetap mendoakan sekelompok anak tersebut. Mereka ingin membantu saya membabarkan ajaran baik. Saya sungguh melihat adanya harapan.

Kita juga melihat seorang anggota komite Tzu Chi senior di Zhanghua. Meski usianya sudah 95 tahun, dia tetap bersemangat untuk belajar mengoperasikan buku elektronik. Saat berbagi di atas panggung, dia berkata, “Saat Master mengimbau kami  memakai buku elektronik, setiap orang berkata itu sangat sulit.” Dia berpikir bahwa pekerjaan sesulit apa pun yang saya minta, dia harus melakukannya. Meski pekerjaan itu sulit, maka akan terasa mudah. Kini, dia sudah bisa mengunggah, mengunduh, dan mengopi dokumen dengan buku elektronik. Dia berkata bahwa orang lain mungkin  hanya perlu 5 kali untuk menguasainya, tetapi dia harus belajar 10 kali lipat. Jadi, asalkan memiliki kemauan, maka tidak ada hal yang sulit. Dia sungguh percaya diri. Anggota komite senior di Zhanghua itu bernama Cai Kuan. Kepalanya yang sudah beruban sangat rapi dan bersih. Dia adalah lansia yang memiliki cinta kasih penuh kesadaran. Saya sungguh berterima kasih kepadanya.

Kita juga melihat acara Pemberkahan Akhir Tahun di Guandu, Taipei. Di sana, saya melihat seorang relawan berusia 100 tahun yang masih berjalan dengan tegap. Di usianya yang ke-100, dia masih melakukan kegiatan daur ulang. dia masih melakukan kegiatan daur ulang. Pada penghujung acara, saya melihat dia berlutut dengan tegap bersama relawan lainnya sambil menyalakan pelita. Saat hendak beranjak keluar, saya merasa tak tega melihatnya berlutut dan ingin pergi memapahnya. Akan tetapi, pada saat itu, saya sendiri bahkan kesulitan untuk bergerak, karenanya saya hanya berterima kasih kepadanya dari lubuk hati.

Saudara sekalian, tadi kita telah melihat anak-anak yang begitu polos dan murni serta lansia yang memiliki keteguhan tekad. Meski sudah berusia 100 tahun, Bodhisatwa lansia tadi tetap melindungi bumi dan sumber daya alam. Jadi, setiap orang memiliki hakikat kebuddhaan tanpa membedakan usia. Untuk membimbing orang yang berbeda usia agar menyelami Sutra dan menyerap Dharma ke dalam hati, kita harus menggunakan berbagai metode terampil. Dengan Dharma, kita bisa membimbing setiap orang baik tua maupun muda.

Kita juga melihat para guru dari Asosiasi Guru Tzu Chi di sebuah SD di Keelung juga sangat bersungguh hati. Mereka membimbing sekitar 70 siswa untuk mengadakan pementasan adaptasi Sutra. Jadi, baik di sekolah Tzu Chi maupun sekolah lainnya, asalkan memiliki kesatuan tekad, setiap guru bisa mendidik anak-anak dengan baik. Kita harus menggunakan berbagai metode untuk membangkitkan kebijaksanaan hakiki yang pada dasarnya sudah ada dalam diri setiap orang serta membabarkan Dharma sesuai dengan kemampuan masing-masing orang. Saya sangat berterima kasih.

Singkat kata, kita harus yakin bahwa kita memiliki  hakikat yang sama dengan Buddha. Hakikat kebuddhaan dalam diri kita ini tidak bertambah, juga tidak berkurang, ia terus mengikuti kita dari kehidupan ke kehidupan. Jadi, mulai saat ini kita harus bersungguh-sungguh menyerap Dharma ke dalam hati. Hakikat kebuddhaan terus ada dari kehidupan ke kehidupan. Meski tubuh kita bisa tua, sakit, dan mati, tetapi hakikat kebuddhaan yang murni tidak akan berubah selamanya. Ia sangat murni tanpa noda. Kita harus yakin dengan  ajaran yang dibabarkan Buddha ini. (Diterjemahkan Oleh: Laurencia Lou )

 

 
 
Hadiah paling berharga di dunia yang fana ini adalah memaafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -