Suara Kasih: Membangun Keteladanan bagi Keluarga

 

 

 

Judul Asli:

Membangun Keteladanan bagi Keluarga

Bencana alam mendatangkan ketidakkekalan
Seorang relawan membangun keteladanan bagi keluarga
Membiarkan pegunungan memulihkan diri dan melindungi kehidupan
Memanfaatkan kehidupan dengan baik dan tidak menyia-nyiakan waktu

Kehidupan manusia sungguh tidak kekal. Inilah yang selalu saya katakan setiap hari. Saya selalu mengingatkan kalian agar senantiasa mawas diri dan berhati tulus. Sungguh, kehidupan manusia tidak kekal dan bumi pun rentan. Ditambah lagi, tiada orang yang tahu kapan ketidakkekalan akan terjadi. Karena itu, Buddha selalu berharap manusia bisa meningkatkan kesadaran. Janganlah kita selalu membuat perencanaan untuk ratusan tahun mendatang. Sesungguhnya, ratusan tahun kemudian, kita mungkin sudah tiada. Segala sesuatu di dunia bersifat tidak kekal. Tiada orang yang bisa memprediksikan apa yang akan terjadi selanjutnya. Lihatlah dokter muda ini. Dahulu dia adalah siswa Universitas Tzu Chi. Setelah lulus, dia melanjutkan sekolah di Universitas Nasional Taiwan dan memilih departemen traumatologi. Dia baru berusia 32 tahun. Selasa kemarin, saat dalam perjalanan pulang, dia tertabrak oleh seorang pengemudi yang mabuk. Tabrakan itu menghancurkan seluruh hidupnya yang penuh harapan itu. Biasanya, dia adalah dokter yang selalu menyelamatkan kehidupan orang lain. Kini, pada masa-masa akhir hidupnya, keluarganya mendonorkan organ tubuhnya demi memperpanjang kehidupan orang lain. Organ tubuhnya berhasil memberi manfaat bagi belasan orang. Jantung, hati, ginjal, paru-paru, kulit, kornea, tulang, dan lain sebagainya, semua didonorkan. Orang tuanya sungguh bijaksana. Mereka membuat keputusan yang begitu besar bagi anaknya. Saya yakin anaknya bisa menerima keputusan ini dengan hati penuh sukacita.

Kita juga melihat sumbangsih Bodhisatwa dunia. Relawan Ma dan istrinya sangat mendedikasikan diri untuk Tzu Chi. Mereka sangat mendukung Tzu Chi. Selain menjadi donatur, mereka juga menggalang dana untuk Tzu Chi. Meski saat itu mereka belum menjalani pelantikan, namun mereka sangat mendukung saya untuk membangun rumah sakit. Sepasang suami istri ini memiliki harapan yang sama. Pada saat kita mulai menggalakkan program Silent Mentor untuk para siswa kodokteran Tzu Chi, dia segera bertekad untuk mendonorkan tubuhnya. ”Pada tahun 1989, ayah saya yang didiagnosis menderita kanker prostat menjalani operasi di RS Tzu Chi. Saat itu, Master sering menjenguk ayah saya. Saat dirawat di rumah sakit, ayah saya berkata kepada kakak saya bahwa dia ingin mendonasikan tubuhnya kepada Tzu Chi. Ayah ingin menjadi Silent Mentor. Meski sangat tidak tega, tetapi kami tetap membantunya memenuhi harapan terakhir.” Istrinya bernama Shu-mei. Setelah dilantik, istrinya mendedikasikan seluruh hidupnya untuk Tzu Chi. Dia sangat giat melakukan daur ulang, menjadi relawan konsumsi, dan lain-lain.

Suatu kali, saat menjadi relawan konsumsi di Neihu, karena gasnya belum terpasang dengan benar, dia sudah menyalakan api sehingga bagian wajah dan tangannya mengalami luka bakar. Saat itu, saya sedang berada di Taipei. Saat mendengar berita ini, saya merasa sangat khawatir. Saat dirawat di rumah sakit, dia masih berkata, “Beruntung bukan anak muda yang terluka. Beruntung bukan wajah anak muda yang terbakar.” Kemudian, saya berkata padanya, “Nanti setelah sembuh, kamu akan lebih cantik karena sudah ganti kulit baru.” Mendengar itu, dia merasa lebih tenang. Sungguh, setelah sembuh, luka wajahnya tidak berbekas.

Wajahnya sungguh tumbuh kulit baru. Dia sungguh mendedikasikan diri untuk Tzu Chi. Dia pernah menderita aneurisma otak. Setelah menjalani operasi, daya ingatnya menjadi lemah. Saat saya mengunjunginya, dia melihat saya lalu berkata, “Kakak, terima kasih.” Saya bertanya padanya, “Apa kamu mengenal saya?” Dia terdiam, lalu kembali berkata, “Kakak, terima kasih.” Saya bilang padanya, “Saya sudah menjadi adikmu selama 60-an tahun dan kini kamu tak mengenal saya. Jika begitu, saya mau pulang.” Saya berkata begitu padanya. Dia hanya ingat untuk bersyukur. Setiap kali bertemu dengan orang, dia selalu berkata, “Kakak, terima kasih.” Dia melupakan banyak hal, namun masih ingat untuk menjadi relawan konsumsi. Ini adalah… Ini jamur abalon. Ini harus dipotong. Ini namanya apa? ”Saya tidak ingat,” ucapnya. ”Ibu sangat aneh. Pascaoperasi, ibu tidak ingat nama sayur, tetapi setiap kali saya membeli sayur dan menaruhnya di atas meja, ibu selalu tahu cara memasaknya.”

Lihatlah dia begitu ulet. Dia mendedikasikan seluruh hidupnya untuk Tzu Chi. Setiap sel saraf otaknya bagai hanya memikirkan Tzu Chi. Dia ingat untuk bersyukur, bersumbangsih, dan menjadi relawan konsumsi. Lihat kemampuan masaknya begitu hebat. Kemampuan masaknya sama sekali tidak menurun. ”Saat ingin membeli sayur atau mengambil dana amal, menantu saya selalu mengantar saya. Saat saya ingin menjadi relawan konsumsi, dia juga yang mengantar saya ke pasar dan ke kantor perwakilan Tzu Chi Neihu untuk memasak bagi orang banyak.” Berkat teladan nyatanya, kini anaknya dan menantunya juga telah dilantik. Mereka sekeluarga adalah insan Tzu Chi. Ini sungguh tidak mudah. Sungguh, seluruh anggota keluarga mereka adalah Bodhisatwa dunia. Keluarga teladan ini sungguh mengagumkan. Singkat kata, bagaimana kita memanfaatkan kehidupan kita? Kita harus memanfaatkan hidup dengan baik. Janganlah kita menyia-nyiakan waktu. Kehidupan manusia sungguh tidak kekal. Ketidakkekalan ini sungguh membuat orang tak berdaya. Karena itu, kita harus mengenggam waktu dengan baik.

Apakah kalian masih ingat gempa bumi berkekuatan 6,3 SR yang mengguncang Nantou kemarin telah mengakibatkan tanah longsor? Para ilmuwan juga mulai mengimbau setiap orang agar meningkatkan kewaspadaan. Mereka khawatir gempa bumi berkekuatan dahsyat ini mungkin akan kembali mengguncang. Karena itu, kita harus berdoa dengan tulus semoga tidak terjadi lagi gempa bumi berkekuatan dahsyat. di berbagai wilayah. Gempa itu mendatangkan bencana Contohnya di Kota Zhushan, Nantou. Kita terus mencurahkan perhatian di sana dan mencari tahu apakah semua orang selamat atau tidak.

Kita juga melihat bangunan di Sekolah Menengah Lu-Gu menjadi miring pascagempa. Di beberapa tempat rekreasi, ada batu besar yang jatuh. Kita juga melihat terbentuknya sebuah danau akibat tersumbat oleh bebatuan. Danau itu terlihat seperti danau alami. Kekuatan alam yang sangat besar sungguh bisa memindahkan gunung dan menumpahkan laut. Ini semua sungguh membuat orang khawatir. Bencana alam terjadi akibat ketidakselarasan empat unsur alam. Karena itu, saya selalu berharap agar manusia jangan terus merusak struktur pegunungan. Kita harus membiarkan gunung memulihkan diri dalam jangka panjang. Demi berekreasi, banyak orang pergi ke daerah pegunungan. Ini sungguh mendatangkan kerusakan besar bagi gunung. Tindakan pemulihan kali ini sungguh akan sedikit sulit. Meski telah melakukan tindakan pemulihan, namun struktur pegunungan juga tidak bisa pulih total. Saat turun sedikit hujan ataupun saat cuaca cerah, tanah longsor mungkin saja kembali terjadi. Jadi, orang-orang yang akan melakukan perjalanan ke wilayah pegunungan, hendaknya lebih berhati-hati. Jika tak ada keperluan, usahakan jangan pergi ke wilayah pegunungan. (Diterjemahkan Oleh: Laurencia Lou )

 
 
Bila sewaktu menyumbangkan tenaga kita memperoleh kegembiraan, inilah yang disebut "rela memberi dengan sukacita".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -