Suara Kasih: Membantu yang Membutuhkan
Judul Asli:
Mensyukuri Berkah dan Membantu Orang yang Lebih Membutuhkan
Kehidupan manusia penuh derita dan Ketidakkekalan dapat datang seketika
Memberi perhatian bagi mereka yang menderita dan menjalin jodoh baik
Hati bebas dari ketamakan meski hidup dalam kekurangan
Keikhlasan bersumbangsih mendatangkan kedamaian dan kebahagiaan
Setelah melihat penderitaan, kita harus menyadari dan menghargai berkah yang dimiliki. Saya yakin kondisi tempat tinggal kita semua jauh lebih baik dari yang kita lihat ini. Kita semua haruslah bersyukur. Saya sering mengatakan bahwa kita harus menyadari berkah ketika melihat penderitaan orang lain. Jika selalu melihat ke atas, Anda tak akan pernah puas, akan selalu risau dan mengeluh. Namun, jika melihat ke bawah, kita akan sadar betapa beruntungnya kita.
Jika dapat menyadari berkah, dengan sendirinya kita akan iba melihat makhluk lain menderita. Apakah kita sampai hati melihat orang lain menderita? Tayangan yang kita lihat tadi adalah mengenai seorang ibu yang menutup diri dari dunia luar. Ia telah lama hidup sebatang kara dan terus menutup diri. Kerabatnya mengajukan kasus ini ke Tzu Chi, dan insan Tzu Chi mulai mendampinginya.
Setiap kali insan Tzu Chi datang berkunjung, mereka hanya dapat berdiri di depan pintu dan hanya dapat membujuk ibu itu dari luar tembok rumah tuanya. Meski tak diizinkan masuk, insan Tzu Chi tetap ingin membantunya. Terlebih lagi, insan Tzu Chi berharap untuk dapat memperbaiki rumahnya.
Karena para Bodhisatwa ini pantang menyerah, ibu itu pun akhirnya setuju. Para relawan sangat gembira dan berterima kasih atas persetujuan dan izinnya untuk membantu memperbaiki rumahnya. ”Anda cukup melihat saja, kami yang mengerjakan. Kami akan memperbaiki rumahnya agar ia dapat merasa tenang dan tinggal dengan aman. Dengan begitu, kita semua juga akan tenang,’ kata seorang relawan.
Lihatlah, mereka bekerja keras dan menganggapnya sebagai berkah. Akhiarnya, rumah ibu itu pun selesai mereka perbaiki. Setelah puing-puing dibersihkan, ibu itu dapat memulai hidup baru. Ini sungguh membuat kita tersentuh. Kita juga melihat di Nantou terjadi sebuah kecelakaan proyek. Beberapa hari ini media terus memberitakannya. Intinya, kehidupan sungguh tidak kekal. Perancah di lokasi proyek tiba-tiba roboh mengakibatkan 7 orang tewas dan beberapa orang terluka. Mengetahui adanya kejadian itu, insan Tzu Chi segera bergerak ke lokasi untuk memberi perhatian.
Selain menghibur keluarga korban, relawan juga menyiapkan minuman dan makanan bagi tim penyelamat. ”Jika tim penyelamat tidak memiliki energi yang cukup, mereka tak akan bisa bekerja dengan baik. Karena itu, kami menggerakkan relawan setempat untuk menyediakan makanan hangat dan makanan kecil bagi mereka,” kata seorang relawan.
Setelah mengetahui di mana para korban dirawat, para relawan juga menjenguk mereka untuk memberi penghiburan. Ada pula yang mengunjungi keluarga korban meninggal. Korban yang meninggal kali ini salah satunya adalah warga Taiwan. Kondisi keluarganya pun cukup sulit. Ia sendiri tak memiliki asuransi, ibunya sudah tua dan hanya bisa terbaring. Ia pun memiliki anak yang masih kecil. Dengan adanya kecelakaan ini, penderitaan mereka pun bertambah. Mereka mungkin membutuhkan pendampingan jangka panjang. Inilah penderitaan tak terkira yang bisa datang dalam sekejap. Keluarga yang hidupnya demikian sulit, seorang anggotanya mengalami kecelakaan ini, maka seluruh keluarga akan ikut menderita karena mereka kehilangan penopang hidup.
Karena itu, insan Tzu Chi harus mendampingi. Inilah tugas Bodhisatwa dunia. Bukan hanya di Taiwan, insan Tzu Chi di Melaka, Malaysia pun demikian. Di sana ada sebuah keluarga yang beranggotakan 11 orang. Anak-anaknya masih kecil, ekonomi keluarganya pun sangat sulit. Mereka hanya mengandalkan sang ayah yang bekerja di pelabuhan dengan upah minim, sedangkan sang ibu adalah pedagang kaki lima. Bagaimana keluarga besar ini dapat bertahan hidup? Salah satu anak dalam keluarga ini adalah seorang tunarungu dan bersekolah di sekolah luar biasa. Sang kepala sekolah mengetahui dan peduli akan kondisi keluarga tersebut. Rumah yang ditinggali 11 orang itu mengalami kerusakan di sana-sini. Saat hujan turun, rumah tersebut pasti bocor. Karena itu, kepala sekolah mengajukan kasus ini ke Tzu Chi.
Setelah memahami kondisi mereka, Tzu Chi mulai memberikan bantuan pendidikan bagi anak-anaknya sekaligus memperbaiki rumah mereka. Demi membantu keluarga ini, insan Tzu Chi memperbaiki rumah mereka dan mengajak para tetangganya ikut membantu. Warga setempat beragama Islam dan saat itu mereka tengah berpuasa, tidak makan dan minum sampai matahari terbenam. Setelah matahari terbenam, barulah mereka boleh makan dan minum. Namun, di tengah rasa lapar mereka bersedia membantu memperbaiki rumah keluarga ini.
Tanpa membedakan agama, semua orang bergotong royong untuk memperbaiki rumah keluarga yang beranggotakan 11 orang ini agar mereka dapat berteduh dengan tenang. Kita juga melihat seorang kakek berusia 81 tahun di Malaysia. Lebih dari 20 tahun lalu, akibat kecelakaan saat bekerja, ia kehilangan tangan kirinya. Istrinya pun memiliki keterbatasan gerak. Seorang kakek berusia 81 tahun harus merawat istri dan anak-anaknya. Sungguh menderita.
Lihatlah, ia mengumpulkan barang bekas karena tak dapat bekerja di bidang lain. Mengumpulkan barang bekas adalah satu-satunya cara untuk menghidupi keluarganya. Setelah mengetahui keadaannya, insan Tzu Chi mulai memberikan bantuan. Ia pun sangat optimis meski hidup di tengah kekurangan. Dalam acara doa bersama yang Tzu Chi adakan, ia pun berpartisipasi dan turut berdana 10 ringgit (Rp30.000).
Mengetahui kondisi keluarganya, Insan Tzu Chi mengatakan kepadanya, “Tidak harus berdana segitu besar, dua atau lima ringgit pun boleh.” Namun, ia menolak dan berkata, “Tidak, Tzu Chi telah banyak membantu saya. Lagi pula banyak orang yang lebih menderita daripada saya.”
Meski dirinya sendiri menderita, ia masih memikirkan orang yang lebih menderita. Ia pun akhirnya tetap berdana 10 ringgit. Sekarang ini orang-orang berkata, “Kondisi sekarang semakin sulit, lebih baik sementara saya berhenti berdana.” Mendengar hal ini saya berpikir mengapa orang tidak mendoakan diri sendiri dan menyadari bahwa dirinya masih cukup beruntung. Lihatlah, kakek ini dapat menyadari bahwa banyak orang yang lebih menderita darinya. Artinya, ia masih lebih beruntung dari orang lain. Ini berarti kita telah mendoakan diri sendiri. Ia tetap merasakan damai di hati meski hidup kekurangan. Sungguh mengagumkan. Sesungguhnya, semua orang bisa seperi itu. Asalkan ada niat, tiada hal yang sulit dilakukan. Singkat kata, waktu berjalan sangat cepat detik demi detik dan tak mungkin kembali. Dalam hati kita janganlah ada kemelekatan agar kekuatan sumbangsih kita menjadi tanpa batas dan menjadi berkah bagi dunia.
Diterjemahkan oleh: Lena