Judul Asli:
Keagungan Upacara Waisak di Seluruh Dunia
Amerika Tengah dilanda bencana badai tropis
Menghimpun kekuatan untuk membebaskan korban bencana dari penderitaan
Cinta kasih universal melampaui batasan agama
Membalas budi atas bantuan pendidikan yang diterima
Kita harus memulai setiap hari baru dengan rasa syukur. Kita telah melihat dan memahami bahwa ketidakselarasan empat unsur mengakibatkan terjadinya bencana di berbagai penjuru dunia.
Kemarin saya telah membahas tentang tiga negara di Amerika Tengah. Badai Tropis Agatha mendatangkan bencana bagi tiga negara tersebut. Hingga saat ini tindakan penyelamatan masih terus dilakukan.
Nama Guatemala, Honduras, dan El Salvador terdengar akrab di telinga kita. Pada tahun 1998, insan Tzu Chi pernah menapakkan kaki di negara-negara ini sehubungan dengan Badai Georges dan Mitch yang mengakibatkan kerusakan parah di delapan negara dalam waktu bersamaaan.
Pada saat itu, insan Tzu Chi pun menyalurkan bantuan ke beberapa negara tersebut. Insan Tzu Chi di Taiwan juga bergerak untuk turut membantu dengan menggalang dana dan mengumpulkan pakaian layak pakai. Di tahun itulah jodoh insan Tzu Chi terjalin dengan warga di Amerika Tengah. Sejak saat itu terdapat insan Tzu Chi di El Salvador, namun dengan jumlah yang tidak banyak.
Meski hanya berjumlah puluhan, Namur setiap ada bencana menimpa El Salvador, insan Tzu Chi akan bergerak untuk memerhatikan, menghibur, dan membantu para korban. Meski kekuatan yang terhimpun tidaklah besar, namun mereka telah memancarkan semangat Bodhisatwa dunia. Karena itu, saya sering berkata bahwa kita harus terus menggalang lebih banyak orang untuk menjadi Bodhisatwa dunia agar kekuatan yang terhimpun semakin besar.
Kini, insan Tzu Chi telah menyiapkan bantuan untuk korban bencana di El Salvador. Di Guatemala juga terdapat sekitar dua puluh insan Tzu Chi. Pada tanggal 16 Mei lalu, insan Tzu Chi Guatemala menyaluran bantuan dan mengadakan baksos kesehatan di pegunungan. Meski jumlah mereka tak banyak, namun mereka sangat bersungguh hati. Kekuatan dari kesatuan hati ini membuat mereka dapat membantu orang-orang yang menderita.
Bencana badai tropis ini masih memerlukan perhatian kita. Ini pun merupakan kesempatan untuk menolong dan menjalin jodoh dengan warga di negara lain. Di Honduras, jalinan jodoh Tzu Chi belum matang. Meski pada tahun 1998 insan Tzu Chi telah menyalurkan bantuan di Honduras, namun belum ada benih relawan lokal yang tumbuh di sana. Meski kita mengetahui bahwa Honduras juga ditimpa bencana besar, namun siapa yang dapat memerhatikan mereka?
Kondisinya tak seperti El Salvador dan Guatemala yang memiliki insan Tzu Chi. Mereka terus memerhatikan dan melaporkan kondisi di negara mereka sehingga kita memahaminya dan dapat menyiapkan bantuan. Lihatlah betapa baiknya jika ada relawan Tzu Chi di suatu negara.
Insan Tzu Chi juga bersumbangsih di Tiongkok sejak tahun 1991, hingga kini sudah hampir 20 tahun. Baik dalam membantu korban bencana, menolong warga kurang mampu, maupun baksos kesehatan, insan Tzu Chi senantiasa mendedikasikan dirinya dengan cinta kasih tanpa pamrih. Salah satu proyek yang menunjukkan hasil adalah program bantuan pendidikan.
Pada saat itu, kita memberi bantuan dana pendidikan untuk anak-anak sekolah dasar, sekolah menengah, hingga perguruan tinggi. Program ini telah berlangsung hingga hampir 20 tahun. Anak sekolah dasar yang kita bantu saat itu kini telah menjadi guru.
”Saya melihat Kabupaten Heping memerlukan seorang guru seperti saya. Saya juga ingin membalas jasa desa dan masyarakat yang telah membimbing saya, serta semua orang yang pernah membantu saya termasuk bibi dan paman dari Tzu Chi. Karena itu, saya kembali ke Heping untuk mengajar,” ujar seorang guru yang dahulu mendapatkan bantuan dana pendidikan. Ia bersumbangsih dengan penuh cinta kasih. Kita harus tahu bahwa tidaklah mudah bagi warga lokal untuk menyekolahkan anak-anaknya.
Kita dapat melihat orang tua yang sungguh berjasa demi menyekolahkan anak-anaknya hingga ke jenjang perguruan tinggi. Para orang tua tahu bahwa mereka tak dapat memperbaiki kondisi ekonomi mereka yang serba minim. Hanya dengan menyekolahkannya hingga ke perguruan tinggi, barulah masa depan anak-anak dapat berubah.
Untuk itu, mereka meninggalkan desanya dan bekerja di kota besar. ”Saya mencari uang untuk biaya pendidikan putri saya. Saya selalu berpikir untuk mencari lebih banyak uang. Bukan untuk apa-apa. Kami tidak berpendidikan,” kata seorang orang tua. Saat saya meninggalkan rumah untuk bekerja, anak saya baru berumur 4 tahun. Apakah Anda rela pergi jauh dari rumah? Saya tidak ada pilihan karena kondisi ekonomi keluarga kurang baik. Saya hanya mampu membiayai anak saya hingga sekolah dasar. Untuk sekolah menengah, saya tak mampu lagi.
Jadi, saya memutuskan untuk bekerja. Mana cukup? Putra saya masih harus masuk perguruan tinggi. Saya juga ingin lebih santai, namun kami tetap harus membayar jika meminjam dari orang lain. Kalau begitu ajak anakmu untuk juga bekerja. Mana boleh begitu. Kami sudah susah seumur hidup dan tidak ingin mereka seperti kami. Saya hanya berharap mereka giat belajar. Hanya itu harapan kami. Asalkan mereka mau giat belajar, kami rela menanggung kesulitan apa pun. Toh kami pun sudah terbiasa. Demikian ungkapan hati salah satu orang tua untuk masa depan anaknya.
Menerima upah 5 sen RMB dari membungkus sepasang sandal. Biaya sekolah per tahun adalah 10.000 yuan. Karenanya, selain menerima bantuan Tzu Chi, ia sebagai orang tua juga harus bekerja keras untuk membungkus 200.000 pasang sandal dalam setahun agar dapat membayar biaya sekolah putrinya.
Anak bernama Wang Li ini pun sangat berterima kasih kepada ibunya. Jika saya diberi kesempatan untuk memilih, saya tetap akan memilih untuk dilahirkan di keluarga kurang mampu karena dengan demikian saya mempunyai lebih banyak pengalaman.
Benar sekali. “Anak berbakti muncul dari keluarga kurang mampu.” “Berbakti adalah kebajikan yang utama.” Di tengah kondisi ekonomi yang minim, anak-anak merasakan penderitaan orang tuanya sehingga kelak mereka akan berusaha keras dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk belajar dengan sungguh-sungguh.
Berapa banyak anak seperti ini di Tiongkok? Kita telah hampir 20 tahun bersumbangsih di Tiongkok. Kita mendidik anak-anak, melihat mereka tumbuh dan lulus dari perguruan tinggi. Kita melihat harapan dalam diri anak-anak itu karena mereka mengerti untuk bersyukur. Jika kita dapat mendidik anak-anak untuk memiliki rasa syukur, maka mereka akan terus mewariskannya kepada generasi mendatang.
Dengan demikian, masyarakat akan penuh rasa syukur dan semangat balas budi. Lewat berdana, saya mengulurkan cinta kasih, menyucikan batin sendiri, dan menolong orang-orang yang kurang mampu. Meski miskin dalam segi finansial, namun saya kaya dalam segi spiritual. Inilah hasil kerja keras kita.
Saya sungguh bersyukur kepada insan Tzu Chi yang telah bersumbangsih dan membentangkan jalan dengan cinta kasih. Sungguh, kita harus bersyukur atas setiap hal, setiap waktu, dan setiap orang. Inilah harapan masa depan kita.
Diterjemahkan oleh: Erni & Hendry Chayadi / Foto: Da Ai TV Taiwan