Suara Kasih: Memegang Teguh Ajaran Kebenaran
Judul Asli:
Bank makanan membantu warga kurang mampu | |||
Sejak Buddha parinirvana, ajaran Buddha telah mengalami pasang surut sebanyak 5 kali dalam kurun waktu 2.500 tahun. Dalam 500 tahun pertama, banyak orang yang melatih diri setelah mendengar Dharma dan memperoleh pembebasan. Pada 500 tahun yang kedua, masih banyak orang yang giat mendalami Dharma dan melatih sila, samadhi, dan kebijaksanaan, tetapi orang yang memperoleh pembebasan tidak terlalu banyak. Waktu seribu tahun itu disebut era Dharma sejati karena banyak orang yang melatih diri dan memperoleh pembebasan. Pada 500 tahun ketiga, banyak orang yang mendengar Dharma, tetapi orang yang melatih sila, samadhi, dan kebijaksanaan berkurang secara perlahan-lahan. Banyak orang mendengar Dharma hanya untuk menambah pengetahuan, tetapi sangat sedikit orang yang menyerapnya ke dalam hati. Karenanya, pada masa itu, sangat jarang terlihat orang yang mempraktikkan sila, samadhi, dan kebijaksanaan. Pada 500 tahun yang keempat, banyak pagoda, kuil, dan rupang Buddha dibangun. Kini kita dapat melihat peninggalan bangunan kuil dan gua pada zaman dahulu. Saat insan Tzu Chi berkunjung ke Afganistan, mereka melihat gunung yang dipenuhi ukiran Buddha. Begitu pula di Indonesia. Di Kamboja juga ada Angkot Wat. Selain itu di Sri Lanka, kita juga dapat melihat banyak bangunan stupa dan kuil. Sekarang ini adalah 500 tahun yang kelima, yaitu era kemunduran Dharma. Kini ajaran Buddha sudah mengalami kemerosotan. Manusia sudah lupa bagaimana cara melatih diri dan memegang teguh ajaran Buddha. Hati manusia sudah ternodai oleh nafsu keinginan dan kegelapan batin. Karena itu, saya sering berkata bahwa Dharma sejati adalah kebenaran yang tidak ber terpengaruh kondisi. Ajaran kebenaran ini tidak bertambah dan tidak berkurang. Ajaran kebenaran ini terus ada selamanya. Ia tidak memiliki awal dan bukan baru ada sekarang. Baik di masa lalu, masa kini, maupun masa depan, ajaran kebenaran ini akan terus ada selamanya. | |||
| |||
Di Phoenix, Amerika Serikat, ada sebuah bank makanan. Para pengusaha makanan setempat secara rutin mendonasikan makanan berupa roti, sayur-sayuran, dan buah-buahan kepada bank makanan tersebut. Kemudian, insan Tzu Chi akan menatanya dan menyalurkannya kepada yang membutuhkan. Insan Tzu Chi telah bekerja sama dengan bank makanan itu selama 17 tahun. Setiap orang saling berterima kasih. “Saudara-saudari sekalian, jika dibandingkan dengan kalian, peranan kami sangatlah sedikit. Kalain bersumbangsih tanpa pamrih. Kami hanya melakukan yang seharusnya kami lakukan, tetapi tanpa kalian, ini semua tidak akan terwujud. Terima kasih,” ucap seorang anggota bank makanan. Pertemuan itu dipenuhi kehangatan dan rasa syukur. Di California, Amerika Serikat ada seorang pemilik hotel yang sangat menyukai Kata Perenungan Jing Si. Dia menaruh buku Kata Perenungan Jing Si di setiap kamar hotelnya. Setiap hari, dia memilih satu Kata Perenungan untuk berbagi dengan para stafnya. ”Saya merasa buku ini sangat cocok untuk ditaruh di kamar agar setiap tamu kami bisa membacanya. Karena itulah, saya berharap buku-buku ini bisa ditaruh di dalam setiap kamar hotel kami,” ucapnya. Kita juga dapat melihat staf dari Departemen Pelestarian Lingkungan berkunjung ke Hualien untuk mempelajari konsep pelestarian lingkungan Tzu Chi. Mereka telah melihat Tzu Chi tidak hanya mensosialisasikan pelestarian lingkungan yang berwujud ke seluruh dunia, namun yang terpenting adalah menginspirasi setiap orang untuk menyucikan hati. Mereka berkata, “Tzu Chi terus membimbing kami cara melakukan daur ulang. Sesungguhnya, kegiatan daur ulang ini harus dimulai dari hati. Saya berharap bisa mensosialisasikan konsep pelestarian lingkungan ini ke lebih banyak tempat.” | |||
| |||
Bapak Luis Beiro yang merupakan pemimpin redaksi Surat Kabar Listin Diario mengetahui tentang Tzu Chi dan merasa sangat tersentuh atas kontribusi Tzu Chi. Sejak saat itu, dia sangat aktif dalam mengikuti setiap kegiatan Tzu Chi. Pascatopan Morakot di Taiwan, dia juga membantu penggalangan dana dengan menerbitkan berita di surat kabarnya. Seorang relawan yang lain adalah Bapak Jose Viane. Dia menerjemahkan Kitab Sejarah Tzu Chi ke dalam bahasa local agar bisa dipahami oleh warga setempat. “Saya bukan orang berada, tetapi saya bisa mengerahkan keterampilan saya untuk membantu Tzu Chi. Asalkan ada niat, maka tiada yang sulit untuk dilakukan. Meski sangat sibuk, saya tetap akan meluangkan waktu untuk menjadi relawan. Saya sangat berharap bisa terus membantu menerjemahkan Kitab Sejarah Tzu Chi karena saya sangat menyukai Tzu Chi. Mengemban misi Tzu Chi membuat saya dipenuhi sukacita,” ucapnya. Inilah kekuatan cinta kasih yang tidak membedakan ras dan bahasa. Meski tidak mengerti bahasa Mandarin, tetapi setelah melihat insan Tzu Chi bersumbangsih tanpa pamrih, mereka sangat tersentuh dan terinspirasi untuk bergabung. Banyak sekali hal yang patut kita syukuri. Selain memerhatikan dan membantu warga kurang mampu, kita juga membimbing mereka agar bisa terbebas dari kemiskinan serta menginspirasi mereka untuk mengembangkan jiwa kebijaksanaan. Semua ini tengah kita usahakan. Kita juga mengembangkan kekuatan cinta kasih agar bisa menjangkau negara-negara yang berbeda bahasa dengan kita. Insan Tzu Chi tak henti-hentinya menyebarkan benih cinta kasih dan bergerak secara nyata untuk menjadi Bodhisatwa. Ini semua sudah terlihat oleh kita. (Diterjemahkan Oleh: Karlena Amelia )
| |||