Suara Kasih: Mempraktikkan Enam Paramita

Judul Asli:

 

Mempraktikkan Enam Paramita dan Menjalankan Perahu Cinta Kasih

      

Perahu cinta kasih telah berlayar untuk membantu para korban bencana
Memiliki kesatuan tekad dan semangat untuk membantu sesama
Mensosialisasikan dan mewariskan konsep daur ulang Tzu Chi
Lautan Dharma yang tak bertepi

Lihatlah Australia. Sejak bulan Desember tahun 2010 lalu, Australia dilanda bencana banjir. Pada bulan Januari 2011, lebih dari sepertiga wilayah Australia telah tergenang banjir. Pada awal tahun 2012 ini, kita bisa melihat Australia kembali dilanda bencana banjir. Kondisi warga setempat sungguh memprihatikan. Dalam rapat tahunan kemarin, pengurus Tzu Chi dari Australia melaporkan kondisi banjir tahun lalu dan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi saat menyalurkan bantuan.

Terlebih lagi di Australia, tidak mudah bagi organisasi dari luar negeri untuk menyurvei lokasi dan menyalurkan bantuan di sana. Akan tetapi, Bodhisatwa selalu tak tega melihat penderitaan makhluk hidup. Karena itu, sekelompok Bodhisatwa dunia ini membangun tekad yang teguh. Mereka bagaikan nakhoda yang menjalankan perahu dengan stabil di tengah lautan yang penuh ombak demi menyelamatkan makhluk hidup.

Setiap manusia memiliki kemelekatan dan gejolak dalam batin. Karenanya, orang yang bertekad harus melepaskan diri dari kemelekatan. Mereka menggunakan ketulusan, kebenaran, keyakinan, dan kesungguhan serta mempertahankan semangat ajaran Buddha, sukacita, dan keseimbangan batin untuk terus giat bersumbangsih di tengah masyarakat. Sebersit niat ini muncul karena tak tega melihat penderitaan makhluk hidup. Meski menghadapi berbagai rintangan, namun mereka bersedia mengatasinya demi meringankan penderitaan orang lain.

Insan Tzu Chi di Australia terdiri atas sekelompok anak muda dan beberapa Bodhisatwa lansia. Para lansia dan anak muda selalu bersatu hati, hidup harmonis, saling mengasihi, dan bergotong royong. Kesatuan tekad dan semangat ini telah menginspirasi setiap orang  membangkitkan Bodhicitta dalam menjalankan perahu cinta kasih menuju ke lautan Dharma.

 

Sebelum menyalurkan bantuan, mereka harus memberi tahu para korban bencana satu per satu agar datang menerima bantuan. Akan tetapi, saat melakukan kegiatan ini, mereka selalu menghadapi dua kendala yakni, rumah yang kosong tak ada orang rumah dan orang yang enggan membuka pintu. Untuk menjadi Bodhisatwa dunia, kita harus mempraktikkan Enam Paramita. Saat berdana, kita harus melatih kesabaran. Jika tidak melatih kesabaran, maka kita tak ada kesempatan untuk berdana. Jadi, semangat dan kesabaran adalah syarat yang harus dipenuhi untuk menapaki Jalan Bodhisatwa. Barang bantuan yang dibagikan oleh insan Tzu Chi semuanya berkualitas bagus dan sangat sederhana. Contohnya, selimut yang dikirimkan dari Taiwan dan kartu debit. Saat inspektur setempat melihat kartu debit yang begitu efisien, mereka pun berinisiatif meminta kepada pemilik toko untuk tak menjual rokok dan minuman beralkohol kepada orang yang membeli barang dengan kartu debit berlogo Tzu Chi. Inspektur berkata bahwa orang yang minum miras akan membuat onar. Karena itu, dia meminta pemilik toko agar hanya menjual keperluan sehari-hari kepada mereka.

Saya sungguh tersentuh mendengarnya. Jika setiap orang dapat bekerja sama, maka masyarakat akan tenteram dan warga juga bisa hidup dengan tenang. Hal ini sangatlah diperlukan. Insan Tzu Chi di Australia dan Selandia Baru memiliki pengalaman yang sama. Pada bulan Februari lalu,  Christchurch diguncang gempa bumi. Sesuai dengan nama kotanya, warga yang tinggal di sana  menganut kepercayaan yang berbeda dengan kita. Karenanya, sangatlah sulit bagi kita untuk menginjakkan kaki di sana. Akan tetapi, setelah berinteraksi dengan pemerintah setempat sebanyak beberapa kali, mereka pun mendukung dan memercayai Tzu Chi.

Selain menyalurkan bantuan, insan Tzu Chi juga membagikan kisah gempa  yang mengguncang Jepang pada bulan Maret dan membabarkan konsep ketidakkekalan dalam ajaran Buddha kepada para korban bencana. Saat melihat banyaknya orang yang menderita akibat bencana, mereka pun berdoa dengan hati tulus  bagi keselamatan warga Jepang. Inilah yang disebut dengan menyadari berkah setelah melihat penderitaan. Setiap orang mulai menyisikan uang ke dalam celengan kertas. Di Taiwan disebut dengan celengan bambu. Akan tetapi, insan Tzu Chi di Selandia baru membuat celengan bambu dengan kertas.

Banyak warga setempat yang memahami bahwa Tzu Chi adalah organisasi dari Taiwan. Tzu Chi berdiri berkat 30 ibu rumah tangga yang menyisihkan uang 50 sen setiap harinya. Selama lebih dari 40 tahun ini,  semangat celengan bambu telah tersebar ke seluruh dunia. Karena itu, banyak korban bencana yang turut menyisihkan uang mereka. Kita juga bisa mendengar insan Tzu Chi di Thailand yang berbagi tentang kondisi banjir tahun lalu. Banyak insan Tzu Chi yang juga dilanda bencana banjir, namun mereka tetap bersumbangsih dan mencurahkan perhatian di pusat komando setempat. Setiap hari mereka menyediakan nasi instan kepada korban bencana.

Selama beberapa bulan ini, mereka telah menyediakan lebih dari 200.000 porsi makanan hangat. Saat genangan air mulai surut secara perlahan-lahan, insan Tzu Chi pun mulai  menjalankan program bantuan Tzu Chi dan menyalurkan bantuan. Itu semua sungguh penuh kesulitan. Inilah yang terjadi di Thailand.

Laporan terakhir kemarin adalah tentang Kanada. Saya sering mendengar bahwa pemerintah Kanada sangat mendukung Tzu Chi. Ini karena setiap ada kegiatan besar, insan Tzu Chi selalu berinsiatif untuk membantu tanpa diundang. Mereka selalu membantu membersihkan lingkungan sekitar dan mensosialisasikan kegiatan daur ulang. Wali kota dan beberapa pejabat setempat telah melihat teladan dari insan Tzu Chi.

Baik di Australia, Selandia Baru, maupun Kanada, pemerintah setempat telah melihat dan mengakui  sumbangsih insan Tzu Chi di negara mereka. Mereka juga mengakui bahwa Tzu Chi merupakan salah satu organisasi kemanusiaan. Saat memerlukan bantuan, pemerintah setempat selalu memberi kesempatan kepada Tzu Chi untuk bersumbangsih. Hal ini sungguh tak mudah. Singkat kata, pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu. Sebutir benih kebajikan telah tumbuh menadi tak terhingga. Asalkan ada niat, maka tiada yang sulit dilakukan. Kita harus bertekad untuk menjadi  Bodhisatwa dunia dan mempraktikkan Enam Paramita. Kita harus menjadi seorang nakhoda yang menjalankan perahu cinta kasih  dengan mantap di lautan penderitaan demi menyeberangkan semua makhluk  menuju pantai kebahagiaan. Kita harus mengubah lautan penderitaan menjadi lautan Dharma. Inilah yang bisa dilakukan oleh setiap orang.

Orang bijak dapat menempatkan dirinya sesuai dengan kondisi yang diperlukan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -