Suara Kasih: Memulihkan Kehidupan


Judul Asli:
Bergotong Royong Membantu Korban Bencana Memulihkan Kehidupan

Merencanakan proyek pemulihan di Haiti
Ruang kelas sementara sangat dibutuhkan di Haiti
Pengobatan dan pendidikan harus segera pulih
Bergotong royong membantu korban bencana memulihkan kehidupan
 
 
“Bukan hanya anak-anak, bahkan saya sendiri juga jarang punya kesempatan untuk melihat dunia luar, karenanya banyak yang kami tidak mengerti. Kedatangan kalian sungguh membuka cakrawala pengetahuan kami. Saling bantu tanpa membedakan agama dan suku, merupakan tanggung jawab kita semua,” kata korban gempa di Haiti pada relawan Tzu Chi.

Dalam Tujuh Faktor Pencerahan, faktor ketiga adalah “rasa suka cita yang mendalam”. Rasa suka cita ini didapat dari pengalaman membantu orang lain dan pemahaman terhadap ajaran Buddha yang mendalam. Dalam hubungan antarmanusia, kita telah melihat ketidakkekalan dan memahami banyaknya penderitaan di dunia.

Ajaran Buddha dapat dilihat dari berbagai hal yang terjadi di dunia. Dengan demikian kita dapat melihat, memahami, dan membuktikan pandangan ketidakkekalan yang Buddha ajarkan sekaligus ajaran kebenaran lainnya. Dengan berjalan di jalan kebenaran dan melakukan praktik nyata, kita sungguh merasakan sukacita dalam Dharma. Sungguh, semua orang harus memiliki keyakinan.

Keyakinan agama yang dipilih pun harus benar. Di samping itu, ajaran ini harus dipraktikkan secara nyata, barulah kita dapat menyadari kebenaran. Ketika menyadari kebenaran, kita akan merasakan kebahagiaan. Dalam proses mencapai pemahaman dan kesadaran, kita harus bersumbangsih secara nyata. Pemberi sungguh lebih bahagia daripada penerima. Meski menemui banyak kesulitan, kita akan merasa bahagia setelah melakukan perbuatan baik.



Setiap hari saya mengadakan rapat dengan relawan Tzu Chi Haiti, Amerika Serikat, dan Dominika, melalui konferensi video. Dalam laporannya, mereka bercerita tentang penyaluran bantuan di sebuah rumah sakit. Seorang pastor di sana menyebutkan adanya beberapa suster Katolik dari Amerika Serikat dan Meksiko yang datang membantu.

Mendengar mereka menyebut tentang suster, Saya segera bertanya kepada para relawan, “Mengapa baru hari ini kita mendengar adanya suster dari Amerika Serikat dan Meksiko? Dapatkah kalian mencari tahu apakah selain para pastor, masih ada para suster yang butuh bantuan?”

Setelah mencari tahu, insan Tzu Chi menemukan 140 orang suster Katolik yang tersebar di berbagai daerah di Haiti. Di sana para suster itu menjalankan sekolah, yang kini juga hancur. Ketika insan Tzu Chi mengunjungi mereka, seorang suster mengatakan bahwa dalam 2 bulan hanya ada sebuah organisasi amal yang berkunjung dan menyatakan akan membantu. Namun, setelah itu sudah lama tak ada beritanya.

Selain itu, ada juga dua organisasi yang memberi bantuan, namun kini mereka hampir kehabisan persediaan. Insan Tzu Chi juga melihat para murid mereka tinggal di tenda-tenda yang tak memadai karena sekolah mereka rubuh. Insan Tzu Chi merasa iba melihatnya. Mereka segera mengantarkan persediaan makanan.



Sebelum memberikan bantuan, insan Tzu Chi membacakan surat dari saya. Mendengarnya, para suster sangat tersentuh. “Kalian sungguh penuh cinta kasih. Banyak orang yang penuh kasih di dunia, dan insan Tzu Chi adalah salah satunya. Perhatian kalian membuat saya merasa bahwa mereka yang berada sangat jauh juga peduli terhadap kami,” kata salah seorang suster.
 
 
Para suster itu kini kembali memiliki harapan. Mereka bahkan memfotokopi surat dari saya agar dapat selalu mereka ingat dan ceritakan kepada para umat bahwa Tzu Chi pernah memerhatikan mereka. Yang sangat mereka butuhkan saat ini adalah pulihnya klinik dan sekolah.

Selain harus tinggal di tenda-tenda, ruang kelas yang rubuh menyebabkan kegiatan belajar tak bisa dijalankan. Jadi, yang paling mereka harapkan adalah adanya ruang kelas sementara yang memungkinkan para murid segera kembali belajar.

Pendidikan anak-anak sungguh penting. Di Taiwan, gempa yang terjadi 4 Maret lalu mengakibatkan rusaknya sebuah sekolah di Yujing. Departemen Pendidikan telah meninjau kerusakan dan menyetujui rencana pembangunan kembali sekolah tersebut. Namun karena terhambatnya kegiatan belajar, pihak sekolah berharap Tzu Chi dapat membantu membangun 15 ruang kelas sementara. Kemarin kita pun telah mulai mempersiapkan pembangunan ruang kelas sementara di Yujing, Tainan. Ada seorang relawan, Xie Shixiong, yang bersedia bertanggung jawab atas proyek ini karena ia adalah produsen rangka bangunan sementara. Saya mengingatkannya bahwa meski bersifat sementara, ruang kelas itu harus bisa bertahan 5–6 tahun dan tahan terhadap gempa, topan, dan hujan.

Proyek ini direncanakan akan selesai dalam waktu sekitar satu bulan. Demikianlah, meski juga tak luput dari bencana, tapi Taiwan masih memiliki berkah. Sementara, tengoklah Haiti. Gempa sudah berlalu lebih dari 2 bulan, namun setiap hari kita masih melihat kerusakan parah di sana. Bangunan rumah sakit dan sekolah masih terbengkalai. Sungguh tak sampai hati melihatnya. Kita pun harus mencari cara untuk membantu mereka. Untuk itu, kita harus melangkah dengan mantap.



Dalam menjalani hidup di dunia ini,  kita hendaknya terus bersumbangsih. Apapun keyakinan dan suku bangsanya, kita tinggal di bumi yang sama. Karenanya, kita harus saling membantu. Janganlah membeda-bedakan agama. Kita harus membimbing anak-anak untuk membangkitkan cinta kasih dan bersumbangsih tanpa membedakan agama.
 
Insan Tzu Chi di Taiwan harus menginspirasi lebih banyak orang dan menggalang lebih banyak Bodhisattva dunia agar mereka semua dapat bersumbangsih bagi orang yang menderita meskipun sedikit. Saya pun setiap hari mengadakan Rapat dengan para relawan di Cile. Kemarin saya mendengar kabar bahwa pemerintah setempat bersedia membantu dan bekerja sama. Barang bantuan yang dibeli di sana akan dibebaskan dari pajak. Kemudian, insan Tzu Chi juga berharap pihak militer setempat dapat membantu dari sisi transportasi sehingga mengurangi beban biaya transportasi. Dan pemerintah pun menyetujuinya. Keputusan dan bantuan pemerintah ini dapat memperlancar dan mempercepat proses penyaluran bantuan.

Insan Tzu Chi pun membeli barang bantuan dan segera mengirimnya ke daerah bencana. Ini terlaksana berkat kebijaksanaan pemerintah yang bersedia memberi dukungan. Kehidupan manusia sungguh penuh penderitaan.

Karenanya, dibutuhkan Bodhisattva dunia. Bodhisattva sekalian, kita harus senantiasa meningkatkan kesadaran, mawas diri, dan berdoa dengan tulus; juga harus bersatu hati menghimpun cinta kasih dan bergotong royong untuk menolong sesama yang menderita.

Diterjemahkan oleh: Erni & Hendry Chayadi
Foto: Da Ai TV Taiwan
Mampu melayani orang lain lebih beruntung daripada harus dilayani.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -