Suara Kasih : Menciptakan Berkah


Judul Asli:
Menciptakan Berkah Bersama-sama

Normalisasi Kali Angke membangkitkan cinta kasih universal
Berpendirian teguh pada keyakinan sendiri      
Warga tak mampu tetap dapat menciptakan berkah
Menciptakan berkah bersama-sama

Sopiah, seorang warga yang tinggal di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Indonesia mengatakan bahwa kayu ini sudah berusia ratusan tahun. Ia membentuknya menjadi sebuah karya seni yang indah dan diberikan kepada saya. Katakan kepadanya bahwa ini sangat indah. Saya berkata, “Terima Kasih.” Saya melihat kesungguhan hatinya. Ia adalah seorang Muslim yang taat. Ia membuatnya bersama dengan suaminya. Tolong sampaikan terima kasih saya kepada suaminya yang juga memiliki kesungguhan hati.

Sopiah berkata sangat berbahagia karena akhirnya dapat bertemu dengan saya (Master Cheng Yen). ”Saat saya bertemu dengan beliau (Master Cheng Yen), tak satupun kata yang dapat saya ucapkan. Untuk bisa ke Taiwan, saya menabung uang selama 3 tahun. Saya membuat patung kayu ini dengan cinta kasih dan memberikannya langsung ke Master Cheng Yen,” katanya.

Wanita ini bernama Neneng Sopiah. Ia adalah warga yang tinggal di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi di Indonesia. Ia adalah seorang Muslim yang taat. Beberapa tahun lalu ia tinggal di bantaran Kali Angke. Ketika Jakarta dilanda banjir besar, insan Tzu Chi pun membantu warga setempat dengan membangun Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi sehingga ia dapat pindah dari rumahnya yang sangat sederhana. Kini ia telah tinggal di Perumahan Cinta Kasih. Selama beberapa tahun ini, ia terus bersyukur dalam hati dan memiliki satu harapan, yakni pulang ke Taiwan dan bertemu dengan saya.

Ia hidup dalam kondisi minim, karena itu ia bekerja. Penghasilannya dititipkan kepada insan Tzu Chi. Insan Tzu Chi berkata kepadanya, “Simpanlah uang Anda sendiri.” Ia menjawab, “Saya khawatir uangnya terpakai.” Ia khawatir uang tersebut akan terpakai untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Demi memastikan ia dapat datang ke Taiwan, Pendapatannya selalu dititipkan kepada insan Tzu Chi. Akhirnya tiga tahun kemudian, uang tabungannya pun cukup untuk memesan tiket pesawat ke Taiwan.


Ia sangat menghargai perjalanan ini. Ia berkata bahwa ia tak memiliki banyak uang maupun barang berharga. Jadi, saat menemukan sepotong kayu, ia pun memungut dan mengasahnya. Selama beberapa tahun ini ia dan suaminya bergantian mengasah kayu tersebut. Ia dan suaminya terus bergantian mengasahnya hingga menjadi sebuah karya seni dan diberikan kepada saya. Ia berkata bahwa sebenarnya ini hanyalah sepotong kayu yang tak berguna.

Ketika melihatnya, saya merasa karya seni ini sangat berharga karena sepotong kayu ini telah diasah menjadi bagaikan batu akik. Ketika diketuk, ia tak berbunyi seperti kayu, melainkan seperti logam. Sepotong kayu tersebut sungguh keras bagaikan batu. Sepasang suami istri ini sangat bersungguh hati. Mereka mengasahnya setiap hari dan terus berharap mereka dapat datang ke Taiwan untuk mengucapkan terima kasih kepada saya.

Ia adalah seorang Muslim yang taat dan senantiasa bersumbangsih sebagai relawan rumah sakit. Para dokter mengetahui bahwa ia menabung untuk datang ke Taiwan dan ia sangat berdedikasi dalam berbagai kegiatan Tzu Chi. Para dokter Muslim tersebut pun berkata kepadanya, “Jika terus terlibat dalam kegiatan Tzu Chi, maka Anda akan terpengaruh oleh mereka.” Anda akan menjadi seorang Buddhis.” Ia menjawab, “Saya tak akan terpengaruh.” Ia menjawab, “Tidak akan.” ”Giat bersumbangsih adalah pernyataan rasa syukur saya kepada Tzu Chi.” Ia berkata lagi, “Saya terinspirasi oleh semangat Tzu Chi, namun saya tak akan menjadi seorang Buddhis.” Ia sangat berpendirian teguh.

Insan Tzu Chi Indonesia, Bapak Sugianto Kusuma, bercerita bahwa seorang kepala pesantren berkata kepadanya, “Banyak orang berkata bahwa ”kami sangat menghormati Tzu Chi dan menerima banyak ajaran Tzu Chi, lama-kelamaan kami akan menjadi penganut Buddhis.” Lalu ia menjawab, “Kami tidak akan menjadi penganut Buddhis.” Ia pun melanjutkan, “Master Cheng Yen adalah guru pembimbing kami.” Jadi, mereka menghargai guru pembimbingnya, dan bukan agamanya.” Inilah bentuk rasa syukur yang ditunjukkan oleh umat Muslim di Indonesia.

Saya berkata kepada Bapak Sugianto Kusuma bahwa sesungguhnya saya tidak layak dihormati. Yang layak dihormati adalah kalian para insan Tzu Chi karena insan Tzu Chi di negara mana pun senantiasa bersatu hati. Kalian memiliki hati Buddha dan misi yang sama. Dalam menjalankan misi Tzu Chi, kalian selalu berkata bahwa saya yang meminta kalian untuk melakukannya. Sesungguhnya, semuanya kalian lakukan atas inisiatif sendiri. Hanya saja setelah melakukannya, kalian memberikan jasanya kepada saya. Saya tidak melakukan apa pun karena yang bersumbangsih adalah kalian semua.

Hidup penuh ketidakkekalan. Bagi orang yang sangat mendedikasikan dirinya dalam Tzu Chi, ketika terjadi masalah dalam hidupnya ia akan dapat mengerti dan lebih bersemangat. Bagi orang yang belum mengenal Tzu Chi, saat ia tertimpa musibah dan merasakan penghiburan dari insan Tzu Chi, ia akan terinspirasi dan membuka hati lalu bergabung dengan Tzu Chi.

Inilah kisah yang sering kita dengar. Jadi, bagi mereka yang baru mengenal Tzu Chi setelah menerima bantuan dari insan Tzu Chi maupun yang telah lama mengenal Tzu Chi, saat mengalami penderitaan dalam hidupnya, mereka dapat mengatasi kesulitan tersebut dan menerimanya dengan penuh pengertian. Kehidupan kita setiap hari adalah sama, yakni tak terlepas dari penderitaan dan kebahagiaan. Namun, saat mengalami kesulitan, kita mampu mengatasinya karena telah bergabung dengan Tzu Chi dan telah dibimbing sekian lama.

Jadi, apa pun masalah yang terjadi, kita dapat menerimanya dengan hati yang lapang. Namun ada juga orang yang tidak dapat menerima dan mengatasinya. Pada saat inilah insan Tzu Chi akan mengulurkan tangan karena penderitaan semua orang adalah penderitaan kita. Dunia ini sungguh membutuhkan organisasi seperti Tzu Chi karena dalam organisasi ini terdapat banyak Bodhisatwa dunia. Hati, Buddha, dan semua makhluk tiada perbedaan. Kita semua yakin bahwa pada dasarnya manusia memiliki hakikat yang sama dengan Buddha.

Hakikat murni manusia sama seperti Buddha dan keyakinan teguh yang kita miliki adalah Dharma. Jadi, Buddha dan Dharma ada dalam diri kita dan kita harus melatih diri setiap saat. Di dalam hati setiap orang terdapat sebuah ladang pelatihan yakni Sangha. Jadi, Tiga Permata dimiliki oleh setiap orang. Inilah ladang pelatihan di Tzu Chi.

Kita semua adalah orang yang penuh berkah. Saya sendiri pun merasa sangat penuh berkah. Kita semua adalah orang yang penuh berkah karena dapat berkumpul dan menciptakan berkah bersama. Jadi, kita dapat menciptakan berkah bersama-sama. Ini semua merupakan berkah bagi kita. Namun, masih terdapat banyak sekali orang yang hidup dalam penderitaan dan Buddha terus memberikan kesempatan bagi semua orang untuk menciptakan berkah.

Diterjemahkan oleh: Erni & Hendry Chayadi
 Foto: Da Ai TV Taiwan
 
Kerisauan dalam kehidupan manusia disebabkan dan bersumber pada tiga racun dunia, yaitu: keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -