Suara Kasih: Menciptakan Hutan Bodhi

 

Judul Asli:

Menciptakan Hutan Bodhi dengan Pendidikan Penuh Welas Asih dan Kebijaksanaan

Pertunjukan genderang yang indahmembuat orang bagaikan melihat lautan Dharma
Bertemu kembali dengan guru yang berjasa
Menasihati orang yang tersesat agar cepat kembali ke jalan benar
Menciptakanhutan Bodhi denganpendidikan penuh welas asih dan kebijaksanaan

 

Kita dapat melihat kesatuan hati setiap orang yang bagaikan bola kristal. Di Aula Jing Si, kita dapat melihat pemandangan yang sangat sempurna bagaikan bumi yang bulat, murni, dan indah. Selain itu, saat mendengar suara genderang, saya sungguh merasa bagai mendengar suara genderang hati dan melihat lautan Dharma yang tenang dan damai. Saat penutupan, saya naik ke atas panggung. Saya sungguh tidak bisa mengungkapkan rasa syukur saya yang sangat dalam ini. Pementasan mereka di atas panggung membuat saya teringat pada sebuah kejadian pada 50 tahun yang lalu.

Lima puluh tahun lalu saya masih muda dan tinggal di Vihara Ci Shan. Suatu pagi, ada seorang gadis kecil kelas satu SD yang hendak ke sekolah. Berhubung sang ibu sedang melatih diri, dia membawa gadis tersebut tinggal di vihara. Saat berangkat ke sekolah, gadis itu melewati sumur tempat kami mencuci pakaian. Tiba-tiba, anak kecil itu menunjuk rel kereta api di belakang kami sambil berkata, “Lihat! Lihat! Guru kami bilang kami tidak boleh berjalan di atas rel kereta api, tetapi dia sendiri malah berjalan di sana.” Perkataan anak kecil itu meninggalkan kesan yang dalam bagi saya.

Beberapa tahun kemudian, saat ada pertemuan dengan para guru, saya menceritakan kisah ini kepada mereka. Secara perlahan-lahan, para guru pun membentuk sebuah perkumpulan untuk mendidik anak-anak, yaitu Asosiasi Guru Tzu Chi. Tahun ini merupakan ultah ke-20 Asosiasi Guru Tzu Chi. Selain itu, tahun ini juga merupakan ultah Tzu Ching yang ke-20. Kita dapat melihat para Bodhisattva dari Asosiasi Guru Tzu Chi kembali ke Hualien untuk mengikuti peringatan ultah ke-20 Asosiasi Guru Tzu Chi dan Tzu Ching.

Dari beberapa pementasan mereka kemarin, saya melihat kisah beberapa keluarga yang pernah menghadapi kesulitan dalam hidup mereka. Salah satunya adalah kisah tentang  seorang anak berusia 10 tahun. Ibu dari anak itu menderita depresi dan paranoid. Dia terus berpikir ada orang yang ingin mencelakainya. Jadi, tanpa berpikir jernih, sang Ibu meminta anaknya untuk membeli racun tikus. Setelah mendapatkan racun tikus, ibu itu meminumnya sehingga berujung pada kematian. Saat mengetahui bahwa anaknya yang membeli racun tikus untuk ibunya, sang Ayah terus menyalahkan anak itu. “Kamu beri tahu saya, siapa yang membunuh ibumu?”, kata sang Ayah dengan penuh amarah. “Sayalah orangnya. Saya adalah pembunuh.” Kedua cobaan tersebut membuat anak itu merasa sangat tertekan sehingga kehidupan keluarga itu pun mulai berubah.

Akan tetapi, anak itu sangat beruntung karena bisa bertemu dengan guru baik yang menjadi penyelamat bagi hidupnya. Meski tahu bahwa anak tersebut sangat nakal dan suka membangkang, sang guru tetap yakin padanya. Dia menggunakan berbagai cara untuk membimbingnya serta memilihnya sebagai ketua kelas dan murid teladan. Hal ini membawa dukungan yang sangat besar baginya. Setelah itu, anak itu bersekolah di sekolah militer dan menjadi seorang instruktur. Dia juga sangat berjodoh dengan Tzu Chi. “Setelah bergabung dengan Asosiasi Guru Tzu Chi sepuluh tahun lalu, saya mulai sangat merindukan guru saya. Pada tanggal 20 Januari tahun 2010 lalu,saya berkata pada teman saya, ‘Maukah kita bersama-sama mencari guru kita?’ Dua hari setelah itu, saya pergi ke Hualien untuk mengikuti kamp pendidikan kehidupan yang diselenggarakan oleh Universitas Tzu Chi. Selama kamp tiga hari dua malam itu, orang yang tidur di samping saya adalah guru yang berjasa kepada saya,” ceritanya. Pertemuan yang tidak diduga itu sungguh jalinan jodoh yang luar biasa. Karena itu, saya sering berkata bahwa kita harus memegang momen saat ini dan mempertahankan sebersit niat baik kita. Inilah hubungan yang abadi antara guru dan murid.

Kita juga melihat sebuah kisah lain tentang seorang ibu yang menderita. Dia sendiri adalah guru, tetapi anaknya malah berjalan menyimpang akibat terpengaruh anak muda lainnya. Akibatnya, sang anak pun terjerumus dalam kebiasaan memakai narkoba dan meminjam uang dari rentenir. Para rentenir terus datang menagih utang dan mengancam sang ibu. Di dunia ini tidak ada orang tua yang tidak mengasihi anak sendiri. Jadi, dia tetap menerima anaknya. Anak tersebut pun mulai sadar dan berkeinginan berhenti mengonsumsi narkoba. Akan tetapi, itu adalah hal yang sangat sulit. Dari adegan pementasan kemarin, kita dapat melihat anak itu sangat berkeinginan untuk berhenti sehingga saat kecanduaannya terhadap narkoba kambuh, dia terus meminta orang tuanya untuk mengikatnya. Dia tidak bisa mengontrol dirinya sendiri dan terus meminta orang tuanya untuk mengikatnya dengan tali. Dia merasa sangat menderita sehingga meminta orang tuanya untuk memberinya narkoba.

Beruntung, orang tuanya memiliki tekad yang teguh untuk membantunya berhenti mengonsumsi narkoba. Berhubung mengonsumsi narkoba dan pernah melakukan tindak kriminal di luar rumah, dia dijatuhi hukuman penjara. Setelah merasakan pergumulan batin, sang Ibu akhirnya meneleponnya untuk menasihatinya agar kembali untuk menjalani hukuman. Dalam pergumulan batin, Ibunya menggunakan Kata Perenungan Jing Si untuk menasihati anaknya agar menerima hukuman penjara selama 2 tahun 10 bulan. Akhirnya, sang anak pulang untuk menerima hukuman. Kini, anak itu telah bisa hidup dengan bebas dan memiliki pekerjaan tetap. Setelah menghadapi rintangan dan penderitaan selama bertahun-tahun, akhirnya keluarga itu bisa hidup dengan tenang.

Masih ada beberapa kisah lainnya yang sungguh membuat kita merasakan penderitaan di dunia. Setiap orang memiliki skenario hidupnya masing - masing. Jadi, setiap orang bagaikan sebuah Sutra. Setiap Sutra itu berisi kisah yang penuh penderitaan. Kini kita telah tahu bahwa orang yang menulis “Sutra” tersebut adalah diri kita sendiri, yang menulis skenario juga adalah diri kita sendiri. Karena itu, saya berharap setiap orang dapat menulis skenario pada kehidupan ini dengan sebaik mungkin agar kita bisa memiliki kehidupan yang lebih cemerlang pada kelahiran yang akan datang. Janganlah terus terjerumus dalam kegelapan dan penderitaan. Kita harus menjadi penyelamat bagi orang lain, dan bukan menjadi orang yang selalu mencari penyelamat di tengah kegelapan. Singkat kata, kita harus menjaga setiap pikiran yang timbul dalam benak kita dengan sebaik mungkin. (Diterjemahkan Oleh: Laurencia Lou)

 
 
Menghadapi kata-kata buruk yang ditujukan pada diri kita, juga merupakan pelatihan diri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -