Suara Kasih: Menciptakan Karma Baik

Judul Asli:

 

Menciptakan Karma Baik demi Mengikis Karma Buruk

 

“Sebelumnya, saya lebih fokus pada bisnis. Setelah mengikuti pementasan sutra, saya merasa saya terlalu terikat pada materi. Kini pandangan saya telah berubah. Saat menyelami sutra, saya merasa hal-hal yang tertulis dalam Syair Pertobatan Air Samadhi bagai menggambarkan diri saya,” ujar seorang relawan Tzu Chi.

 

Relawan tersebut menjelaskan jika dahulu, saat masih muda ia pernah terjerumus dalam perjudian. Kondisi saat itu sangat parah. Seluruh pendapatannya bisa saja dihabiskan dalam waktu satu malam. Sekarang ia lebih memikirkan mengenai  masa depannya. Bagaimana ia menempuh perjalanan ke depannya? ”Karena itu, saya harus menulis ulang naskah dalam kehidupan saya, skenario kehidupan saya dengan mengikuti jejak langkah Master. Langkah ini pasti tak akan salah,” tegasnya.

Ia bisa segera sadar dari ketersesatannya. Dulunya ia adalah seorang koki masakan Jepang. Ia bisa menghasilkan dan menghamburkan uang dengan cepat. ”Kondisi terparah adalah saat saya melahirkan anak ketiga. Saat ia pulang pada suatu pagi, saya telah mengetahui bahwa ia kalah judi lagi sebanyak 10.000 NT $ (sekitar 3 juta rupiah). Saat itu, saya hanya punya 1.000 NT $ (sekitar 300 ribu rupiah). Dengan uang tersebut, saya harus membeli susu formula dan popok bayi. Saya merasa sangat sedih dan hampir putus asa, “ ujar istri relawan tersebut.

 

Mereka pun semakin sering bertengkar. Karena suaminya berjudi, ia juga belajar berjudi. Mereka berdua terus terjerumus dalam perjudian. ”Hingga suatu hari saya melihat gambar yang dibuat anak pertama saya untuk PR liburannya. Dalam gambar tersebut ada sebuah meja yang bertuliskan kata mahyong. Ia melukiskan seluruh situasi saat kami tengah bermain mahyong. Setelah melihat gambar tersebut, saya merasa terkejut dan menyadari bahwa kebiasaan buruk kami dapat memengaruhi anak,” cerita istri relawan tersebut.

 

Ini adalah pendidikan yang salah dan dapat mencemari hati anak-anak. Karenanya, ia mulai mencari jalan untuk mengubah kehidupannya. Ia bergabung dengan Tzu Chi dan membimbing suaminya untuk bergabung pula. Mereka mulai menyaksikan Da Ai TV, mendengarkan Dharma, dan ikut serta dalam adaptasi Sutra. Saat sebab dan kondisi matang, suaminya pun berubah dan sangat giat dalam Tzu Chi.

Mereka pun mengubah restorannya menjadi restoran vegetarian. Di saat memiliki kesempatan, meski hanya 2 jam, mereka akan memanfaatkannya untuk melakukan kegiatan Tzu Chi. Kehidupan manusia dapat berubah. Kita semua bisa memilih mau melakukan hal buruk atau hal baik. Kita bisa memutuskannya sendiri. Namun, jika telah menciptakan karma buruk, maka buah karma berada di luar kontrol kita.

Setelah meninggal, kita tak bisa memilih ingin dilahirkan di alam mana dari 6 alam kehidupan. Kita akan terlahir sesuai karma kita sendiri. Karena itu, kita harus memanfaatkan kehidupan sekarang untuk mendengarkan Dharma. kehidupan sekarang untuk mendengarkan Dharma. Kita harus rajin menggarap ladang berkah dan menciptakan banyak berkah. Pikirkanlah, tak peduli miskin maupun kaya, kita harus bersyukur karena bisa terlahir sebagai manusia. Kita harus tahu berpuas diri. Selain berpuas diri, bersyukur, kita juga harus menciptakan berkah. Lihatlah kehidupan alam hewan. Buah karmalah yang mengondisikan mereka terlahir di alam hewan. Apakah manusia dan binatang memiliki perbedaan? Apakah perbedaan manusia dengan binatang?  

 

“Coba lihat orang utan ini. Ia adalah nenek orang utan yang telah memiliki 4 keturunan. Karena melihat penjaga kebun binatang membersihkan lingkungannya setiap hari, ia pun mengikutinya. Setiap hari ia selalu meminta seember air untuk membersihkan lingkungannya. Selain itu, ia juga bisa memotong rumput. Lihat, betapa menggemaskannya ia,” ujar Master Cheng Yen. Melihat usianya yang telah tua, membuat saya terpikir akan Bodhisatwa lansia kita. Bukankah mereka juga sangat giat? Setiap hari, asalkan masih bisa bernapas dan bergerak, mereka akan memanfaatkan kemampuannya.

 

Orang utan tadi juga belajar dari manusia. Sebagai manusia, kita tak boleh menyia-nyiakan kemampuan kita. Kita harus menghargai tubuh kita ini dan menggunakannya untuk melakukan  banyak hal yang bermakna dalam hidup.

Seiring berlalunya waktu, kebijaksanaan kita harus semakin berkembang. Umur kita berkurang seiring berlalunya waktu. Karena itu, kita harus senantiasa mawas diri dan tidak membiarkan waktu berlalu begitu saja. Kita harus menggunakan waktu yang ada  untuk mengembangkan potensi kita. Lihatlah sekarang. Bencana datang silih berganti. Kita bisa melihat di Turki. Dalam waktu seminggu lebih, terjadi 2 kali gempa dahsyat. Salah seorang dari tim penyelamat meninggal saat terjadi gempa yang kedua kali. Saya sangat berharap  tak ada lagi orang yang meninggal  saat menyalurkan bantuan.

Kita juga dapat melihat banjir di Thailand. Dalam konferensi video beberapa hari lalu, kita mengetahui bahwa air banjir di sana surut dengan sangat lambat. Sementara itu, air dari wilayah utara terus dilepaskan ke wilayah selatan. Kemungkinan air belum bisa surut dalam sebulan. Yang paling dikhawatirkan adalah  masalah sampah dan merebaknya wabah penyakit. Saya sungguh khawatir melihatnya. Beberapa hari lalu saya mengimbau  insan Tzu Chi di Thailand untuk melakukan kegiatan daur ulang. Semoga masyarakat setempat bisa bekerja sama dengan harmonis dan saling membantu antar sesama. Dengan begini, dampak dari banjir setidaknya bisa dikurangi.

Kita juga dapat melihat Honduras. Beberapa hari ini, insan Tzu Chi  menyalurkan bantuan kepada 1.922 keluarga di sana. Insan Tzu Chi AS yang berangkat ke sana tak banyak. Bagaimana mereka memindahkan semua barang? Ternyata insan Tzu Chi El Salvador juga berangkat ke Honduras. Kaum muda setempat yang tak terkena banjir juga turut membantu. Melihat antusiasme dan cinta kasih para insan Tzu Chi, sekelompok anak muda itu merasa tersentuh. Karena itu, mereka pun berinisiatif untuk turut membantu. Saya melihat secercah harapan karena semua orang saling membantu. Orang yang tak terkena banjir membantu sesamanya yang tertimpa musibah. Ini adalah secercah harapan.

Kita juga bisa melihat Jepang. Penyaluran bantuan kali ini sepenuhnya  dijalankan oleh insan Tzu Chi Jepang. Di Jepang, kebanyakan relawan adalah wanita. Saat tiba di lokasi pendistribusian, mereka bertanggung jawab menyiapkan tempat dan mengangkat barang yang berat. Melihat kerja keras mereka,  warga setempat merasa sangat tersentuh. Karena itu, mereka pun turut bersumbangsih. Walikota Shiogama juga merendahkan hati untuk turut terlibat dalam pendistribusian. Inilah kekuatan cinta kasih yang dapat menginspirasi semua orang untuk bersumbangsih tanpa pamrih. Ini juga merupakan sebuah harapan yang bersumber dari kekuatan cinta kasih. Saya sangat berterima kasih  dan merasa tersentuh.

 

 

Orang bijak dapat menempatkan dirinya sesuai dengan kondisi yang diperlukan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -