Suara Kasih: Menciptakan Kehidupan yang Bermakna

 

Judul Asli:

Menciptakan Kehidupan yang Bermakna

Mencurahkan perhatian bagi para lansia dengan penuh kehangatan
Menciptakan kehidupan yang bermakna
Menyambut para perawat baru bagai menyambut anggota keluarga sendiri
Para senior rumah sakit memiliki hati orang tua

 

Dalam kehidupan manusia, kita dapat melihat banyak penderitaan. Akan tetapi, pula banyak pula kehangatan di dunia. Kita dapat melihat Indonesia yang berada jauh dari Taiwan. Insan Tzu Chi Indonesia senantiasa memerhatikan dan menghibur para lansia dengan cinta kasih. Mereka bagaikan anak dan cucu yang memerhatikan orang tua mereka sendiri. Terhadap orang yang sakit, mereka bersungguh-sungguh melindungi dan memberi perhatian. Kita juga melihat di wilayah Taoyuan terdapat seorang ibu dan anaknya. Sang anak menderita kanker dan sang ibu sudah tua  dengan kondisi tubuh yang lemah.  Insan Tzu Chi  memerhatikan mereka bagaikan keluarga. Insan Tzu Chi membantu mereka  membersihkan rumah yang pernah tergenang air agar mereka bisa tinggal di rumah yang nyaman dan bersih. Inilah kehangatan di dunia. Jadi, meskipun terdapat penderitaan, kita tetap bisa melihat kehangatan di dunia. Bukankah ini berkat Bodhisatwa dunia? Ya, Bodhisatwa dunia. Kita membutuhkan lebih banyak Bodhisatwa dunia untuk terus menghimpun kekuatan cinta kasih. Akan tetapi, dengan makin banyak insan Tzu Chi, makin banyak pula orang yang harus saya perhatikan. Dengan begitu, kekhawatiran saya juga bertambah.

Belakangan ini, ada beberapa relawan  yang meninggal dunia. Kepergian mereka  sungguh membuat saya merasa kehilangan. Contohnya, istri Relawan Li di Taidong yang baru saja dimakamkan dua hari lalu, yakni Meihui. Saya ingat pada kunjungan terakhir saya  ke Taidong,  saya tidak melihat Meihui. Saya pun bertanya kepada Relawan Li, “Mengapa saya tidak melihat istrimu?” Relawan Li menjawab, “Dia sakit kaki sehingga sedikit kesulitan untuk berjalan. Dia meminta saya untuk minta izin pada Master karena tidak bisa kembali menemui Master.” Saya kembali bertanya,  “Ada masalah lain?” Dia menjawab, “Tidak ada, hanya sakit kaki saja. Dia hanya sedikit kesulitan berjalan, itu saja.” Akan tetapi,  setelah beberapa hari kembali ke Hualien, saya mendapat kabar bahwa dia berada dalam kondisi kritis  dan diantar ke rumah sakit.

Dua hari setelah itu, saya kembali mendapat kabar bahwa dia telah meninggal dunia. Saya merasa sangat kehilangan. Pasangan suami istri ini sangat berdedikasi. Mereka memiliki tanah yang sangat luas  di samping Terowongan Hijau Taidong. Mereka sepakat untuk mendonasikan tanah tersebut kepada Tzu Chi agar Tzu Chi bisa berkembang di Taidong. Mereka sangat berdedikasi. Mereka sungguh adalah pasangan Bodhisatwa yang memiliki satu guru dan satu tekad. Saya sungguh  kehilangan.

Ada pula seorang Tzu Ching yang sangat patuh. saat saya melakukan perjalanan ke Kaohsiung, dia juga berada di tengah kelompok Tzu Ching dan memimpin kegiatan para Tzu Shao. Lalu, dia juga kembali ke Griya Jing Si untuk mengikuti peringatan ultah Tzu Ching ke-20  dan berpartisipasi  dalam pementasan adaptasi Sutra. Akan tetapi, setelah beberapa waktu, akibat keletihan dari waktu ke waktu,  dia pun sedikit demam. Akan tetapi, dalam hari pementasan, saya mendengar bahwa staminanya sangat baik  dan gerakannya sangat energik. Akan tetapi, keesokan harinya, suhu tubuhnya kembali meningkat. Karena itu,  insan Tzu Chi pun memintanya untuk ke dokter. Dia lalu berjalan ke rumah sakit. Setelah diperiksa, kondisinya terlihat tidak normal. Jadi, dari ruang gawat darurat, dia segera dipindahkan ke ruang perawatan intensif. Kondisinya menurun drastis. Ternyata dia menderita leukemia. Dia baru berusia 19 tahun. Dia sangat polos dan cemerlang.  Semoga anak ini  dapat benar-benar  menuju arah yang penuh kemurnian serta datang dan pergi dengan bebas.

Inilah ketidakkekalan hidup. Sungguh tak sampai hati melihatnya. Dalam proses lahir, tua, sakit, dan mati, kita memerlukan bantuan tim medis. Lihatlah kondisi dunia medis saat ini. Kondisi lingkungan masyarakat dan pikiran masyarakat yang tidak selaras membuat dunia medis terlihat bagai sesuatu yang menakutkan. Sebagian dokter menjadi waspada dan takut hingga tidak dapat tenang menjalankan praktik. Kondisi masyarakat saat ini membuat pikiran manusia menjadi tidak tenang. Karena itu, kita sering mendengar bahwa banyak rumah sakit  yang kekurangan tenaga medis, padahal dunia pendidikan  telah menghabiskan begitu banyak daya untuk membina tenaga medis.

Siswa kedokteran baru lulus setelah 7 tahun. Mereka harus magang, menjadi dokter jaga, dll. Perlu waktu belasan tahun untuk bisa menjadi dokter yang punya izin praktik. Jika bukan karena cinta kasih tanpa pamrih, apakah para dokter bisa mengatasi berbagai rintangan yang dihadapi?

Jadi, kita harus mengubah pandangan masyarakat yang menyimpang terhadap para dokter dan perawat agar mereka bisa menjalankan pekerjaan dengan tenang. menjalankan pekerjaan dengan tenang. Dengan demikian, kehidupan manusia barulah memiliki jaminan, kesehatan, dan kebahagiaan. Tadi kita telah melihat isu tentang kurangnya tenaga perawat. Tanggal 1 Agustus ini, kita akan menyambut sekelompok perawat baru. LIhatlah, Kepala Rumah Sakit Chao  sangatlah berhati-hati. Dia terlebih dahulu meninjau asrama, lingkungan tempat tinggal bagi para perawat, dll. Perhatian penuh cinta kasih ini bagaikan menyambut anak sendiri yang pulang ke rumah setelah lulus dan bergabung dalam usaha keluarga. Sungguh terlihat penuh kehangatan. Singkat kata, hidup di dunia ini, kita harus menjaga pola pikir kita untuk dapat menciptakan kehidupan yang cemerlang. Inilah tujuan kita. Meskipun dunia ini penuh dengan penderitaan,  kita harus memanfaatkan tubuh yang sehat ini untuk memperluas dan memperdalam makna kehidupan kita. (Diterjemahkan Oleh: Laurencia Lou)

 
 
Orang yang selalu bersumbangsih akan senantiasa diliputi sukacita. Orang yang selalu bersyukur akan senantiasa dilimpahi berkah.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -