Suara Kasih: Menciptakan Tanah Suci di Dunia

 
 

Hati tak tenang kala bencana melanda
Membangun rumah mewah di bawah tanah
Menciptakan Tanah Suci di dunia
Bervegetarian dan menciptakan berkah

 

Salah satu dari ajaran Tiga Tiada adalah  “tiada orang yang tak kumaafkan di dunia ini.” Saya berharap melalui kegiatan kali ini, semua orang dapat membangkitkan niat baiknya. Meski dahulu ada hubungan yang tak baik antara warga Tionghoa dengan warga Jepang, namun jika dilihat dari sisi kemanusiaan, kita hendaknya mengulurkan tangan bagi korban bencana di Jepang. Saya berpikir bahwa semangat saling mengasihi adalah nilai yang penting bagi kaum Tionghoa. “Saat kami terkena bencana gempa bumi, warga Jepang juga menolong kami. Kini saatnya kami membalas budi,” kata salah seorang warga Sichuan Tiongkok. Janganlah kita memandang perbedaan suku bangsa. Kita harus dapat merasakan derita orang lain. Janganlah memandang perbedaan suku bangsa. Semua orang hendaknya bekerja sama untuk meringankan beban korban bencana.

Dalam dunia Tzu Chi, para pengusaha memiliki pandangan demikian. Pada umumnya, pengusaha selalu memikirkan cara untuk mendapatkan keuntungan. Namun, meski jumlah uang di rekening bank mereka terus bertambah, jumlah waktu dalam sehari tetap 24 jam. Meski uang mereka bertambah banyak, namun waktu yang mereka miliki  tetaplah sama. Mereka memiliki waktu yang sama dengan kita, yakni 24 jam dalam sehari. Namun, mereka memiliki beban hati yang berat karena selalu menghitung laba dan rugi. Tapi, tidak semua pengusaha seperti itu. Insan Tzu Chi yang berprofesi sebagai pengusaha berbisnis dengan orang lain berdasarkan kepercayaan. Jadi, mereka melakukan transaksi komersial dengan penuh ketulusan dan kejujuran. Inilah pengusaha yang patut diteladani.

 

Para Bodhisatwa sekalian, terhadap sesama kita harus bersikap tulus, benar, yakin, dan jujur. Inilah sikap yang dimiliki seorang Bodhisatwa dan hal ini menciptakan kedamaian. Kita juga harus mempraktikkan cinta kasih, welas asih, sukacita, dan keseimbangan batin. Mempraktikkan cinta kasih adalah menginspirasi semua orang agar niat baik mereka terbangkitkan. Bila semua orang memiliki niat bajik, maka secara alami dunia akan damai.

 

Memiliki rasa senasib dan sepenanggungan berarti tak tega melihat makhluk lain menderita. Karenanya, kita bersatu hati untuk membebaskan orang lain dari penderitaan. Jika semua orang memiliki niat dan tekad yang sama serta saling bekerja sama dan mendukung, pikirkanlah, bukankah akan tercipta Tanah Suci? Orang yang menciptakan berkah akan hidup penuh berkah. Bila setiap orang demikian, maka dunia ini akan seperti Tanah Suci. Tapi, bila semua orang menciptakan karma buruk, maka bencana akan terus terjadi tanpa henti. Bencana terjadi akibat ulah manusia sendiri. Inilah hukum sebab akibat. Bencana terjadi akibat 3 hal buruk yang ada dalam pikiran manusia, yakni ketamakan, kebencian, dan kebodohan. Jika ada ketamakan dalam hati seseorang, maka ia akan terus berusaha mendapatkan keuntungan meski merugikan orang lain. Orang yang memiliki ketamakan tak akan dapat hidup harmonis dengan sesama dan dari sinilah konflik berawal. Jika timbul ketamakan dalam hati kita, segeralah lenyapkan dan bangkitkan niat untuk berdana.

Saat kita memberi, hati kita akan terasa lebih lapang. Bila tidak, kita sulit berlapang dada. Jadi, jika ketamakan timbul, segeralah tingkatkan kewaspadaan dan lenyapkan ketamakan dengan berdana. Inilah cara melenyapkan ketamakan yang diajarkan Buddha. Saat ketamakan timbul, segeralah berdana. Janganlah demi mendapatkan keuntungan, kalian merugikan orang lain. Ini akan memicu terjadinya perselisihan. Jika demikian, kita akan sulit hidup harmonis dengan sesama. Agar dapat hidup harmonis dengan orang lain, kita harus memiliki semangat berdana. Selain ketamakan, jika kita memiliki kebencian, maka ini akan memicu terjadinya kerusuhan.

Lihatlah, jika terjadi kerusuhan, bagaimana warga dapat hidup tenang? Tanpa ketenangan, orang-orang yang bekerja di perindustrian, perdagangan, dan pertanian tak akan dapat bekerja dengan baik. Pikirkanlah, bagaimana orang dapat bertahan hidup? Jika kita memiliki ketamakan dan kebencian, hal ini akan berdampak pada keluarga bahkan komunitas kita. Inilah sumber bencana. Satu hal lagi adalah kebodohan, yakni tak memahami prinsip kebenaran. Banyak orang tak paham akan prinsip hidup. Inilah yang disebut kebodohan. Semua orang tahu bahwa dalam masyarakat yang kacau, roda ekonomi tak dapat berputar sehingga warga tak dapat hidup stabil.

Mereka tahu sumber dari kekacauan ini, namun tak sadar bahwa semuanya berawal dari ketamakan, kebencian, dan kebodohan sendiri. Manusia tak mengintrospeksi diri. Mereka selalu mengulangi kesalahan sehingga kekacauan terus terjadi. Berapa banyak karma buruk yang telah tercipta? Jika kita berdiam diri dan merenung, kita akan menemukan bahwa hati yang penuh ketamakan, kebencian, dan kebodohan adalah sumber dari segala bencana. Karma buruk kolektif manusia membuahkan banyak bencana dan terjadi tanpa henti. Namun, sebagian orang berpikir bahwa asalkan memiliki uang, mereka dapat menghindar dari bencana. Mungkinkah?

Ada sebuah perusahaan yang membangun rumah mewah di bawah tanah. Karenanya, mereka terus menggali tanah. Dikatakan bahwa lokasi tersebut sangat aman. Meski terjadi bencana di atas permukaan bumi, mereka akan tetap selamat. Pikirkanlah, apakah mereka akan aman selamanya? Biaya pembangunan rumah mewah tersebut sekitar 90 miliar rupiah. Bila uang yang akan digunakan orang-orang untuk membeli rumah ini dikumpulkan, berapa banyakkah jumlahnya? Kita dapat menggunakan uang ini untuk menolong banyak orang yang membutuhkan, seperti warga Afrika yang kelaparan. Sungguh banyak bencana di dunia ini. Kita membutuhkan cinta kasih dan sumbangsih dari banyak orang. Jika setiap orang ingin menyelamatkan bumi, mereka harus menyelamatkan diri sendiri terlebih dulu.

Untuk menyelamatkan bumi, hati manusia harus dimurnikan terlebih dulu. Tak perlu kita membangun rumah di bawah tanah. Hanya dengan pikiran kita, kita dapat menciptakan surga, bahkan lebih dari itu, kita dapat menciptakan Tanah Suci. Asalkan hati dan pikiran kita dapat berubah, bukankah kita akan merasa seperti di surga dan Tanah Suci? Para Bodhisatwa sekalian, kita sungguh harus berusaha menciptakan Tanah Suci di dunia. Diterjemahkan oleh: Lena

 
 
Menghadapi kata-kata buruk yang ditujukan pada diri kita, juga merupakan pelatihan diri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -