Suara Kasih: Meneladani Bodhisatwa
Judul Asli:
Saling bertemu dalam sukacita karena jalinan jodoh yang luar biasa | |||
Melihat kalian semua, saya merasa sungguh bahagia dan tenang. Di Sanchong dan Banqiao, setiap orang sangat tekun mengikuti pelatihan. Di saat seperti ini, para insan Tzu Chi dari belasan negara berkumpul bersama di Aula Jing Si. Ini sungguh merupakan jalinan jodoh yang sangat luar biasa. Ini adalah jalinan jodoh baik yang telah terjalin dari kehidupan ke kehidupan. Karena jalinan jodoh baik inilah, setiap orang merasakan sukacita saat mendengar nama Tzu Chi, memiliki kesempatan untuk berkumpul bersama, serta bisa saling mendukung di dalam ladang pelatihan yang sama demi bersumbangsih bagi semua makhluk di dunia. Semua ini adalah berkat jalinan jodoh baik yang kita jalin dalam banyak kehidupan. Contohnya kalian, para Bodhisatwa yang sedang duduk di hadapan saya saat ini. Dahulu kita tidak saling mengenal. Ada di antara kalian yang telah lama bergabung. Meski berada di luar negeri, kalian sudah lama bergabung di Tzu Chi, tetapi ada kemungkinan belum pernah bertemu dengan saya. Meski demikian, kalian tetap mengemban misi Tzu Chi dengan baik. | |||
| |||
Dharma adalah ajaran yang diajarkan Buddha, yang telah kita dengar, dan harus kita praktikkan. Inilah ajaran Buddha yang sesungguhnya. Dunia ini adalah ladang pelatihan kita. Setiap tempat bisa dijadikan ladang pelatihan diri. Kita harus menyadari berkah setelah melihat penderitaan serta memahami bahwa kita memiliki kekuatan yang lebih untuk membantu orang lain. Tak hanya kita sendiri yang harus berbuat begitu. Satu orang hanya memiliki sepasang tangan. Kita memerlukan seribu tangan dan mata bagai Bodhisatwa Avalokitesvara. Seribu tangan berarti minimal lima ratus orang. Analogi seperti ini seharusnya pernah saya ceritakan kepada kalian. Kita memerlukan puluhan ribu pasang tangan yang bekerja sama dengan hati yang sama dengan Buddha. Hati Buddha adalah hati penuh cinta kasih dan welas asih agung. Kita harus membangkitkan tekad luhur Bodhisatwa. Jadi, kita harus memiliki kesatuan hati untuk bersama-sama membangkitkan cinta kasih universal ini. Buddha berkata bahwa dalam memberikan persembahan, jika hanya memberikan persembahan kepada para petapa, berarti kita telah memiliki hati yang diskriminatif karena beranggapan bahwa dengan memberi persembahan kepada petapa, kita akan memperoleh pahala dan penguatan. Berharap Buddha atau para petapa memberkati kita berarti tamak akan pahala dan memiliki pamrih di hati. Jika memiliki pamrih, maka pahala yang diperoleh juga akan terbatas, bukan pahala yang tidak terhingga. Saat membantu orang yang kekurangan ataupun orang yang tengah kelaparan, kita tidak mungkin berkata, “Saya sudah membantu kamu, kamu harus memberkati saya.” Apakah kalian berpikir seperti ini? Kalian tentu berpikir sebaliknya. Saat melihat penderitaan orang lain, kita harus membangkitkan rasa iba. Perasaan iba ini adalah welas asih dan cinta kasih agung. Sumbangsih tanpa pamrih akan membawa pahala yang tidak terhingga. Bukankah insan Tzu Chi seperti itu? Setiap orang bersama-sama menghimpun kekuatan untuk membantu orang yang membutuhkan sehingga mereka bisa melewati kesulitan, dan setelah itu kita pun merasa tenang. Hanya begitu saja. Inilah sumbangsih tanpa pamrih. Inilah yang disebut kesatuan hati yang murni. | |||
| |||
Bukankah ini yang dilakukan Tzu Chi? Di Tzu Chi, setiap orang diharapkan untuk dapat bersatu dalam kemurnian hati. Saya berharap setiap orang sama-sama memiliki hati yang murni dan berkembang menjadi hutan bodhi. Saya berharap kalian dapat menaburkan benih bodhi di hati setiap orang di mana pun kalian berada. Jika setiap orang di seluruh dunia memiliki cinta kasih penuh kesadaran, maka dunia ini akan menjadi Tanah Suci yang penuh dengan Bodhisatwa dunia. Ini bukan sesuatu yang tidak mungkin asalkan masing-masing dapat membangkitkan tekad untuk menginspirasi paling tidak satu orang. Jika lebih dari 1.000 orang di sini melakukan ini, coba bayangkan, jumlah Bodhisatwa dunia akan segera bertambah satu kali lipat menjadi dua kali lipat, empat kali lipat, dan enam kali lipat. Lihatlah, jika setiap orang bisa terus menyebarkan kemurnian hati ini, maka akan semakin banyak orang yang terinspirasi dan tersadarkan. Cinta kasih berkesadaran dan kondisi batin yang tercerahkan ini sungguh tenang dan damai. Damai tanpa beban berarti tercerahkan. Kita harus menjadi orang yang sadar dan memahami dengan jelas sifat manusia, berusaha menciptakan keharmonisan antarmanusia serta mengerjakan segala hal dengan harmonis. Dengan demikian, berarti kita telah selaras dengan prinsip kebenaran. Untuk menjadi orang yang sadar dan tidak hidup dalam ketersesatan, kita memerlukan kondisi lingkungan yang saling mendukung dan membimbing. Di dalam dunia Bodhisatwa ini, selain bersumbangsih tanpa pamrih, kita juga harus menaati sila dengan baik. Jika bisa menaati 10 Sila Tzu Chi dengan baik, kita tidak akan tersesat. Dengan begitu, kembali pada hakikat kebuddhaan yang murni bukanlah hal yang sulit. Jadi, dunia Tzu Chi adalah dunia Bodhisatwa. Jika sekelompok Bodhisatwa ini dapat saling mendukung dan menginspirasi, maka secara alami setiap orang akan sama-sama tersadarkan. Kita semua berada di dalam silsilah ajaran Jing Si dan mazhab Tzu Chi. Jika kita dapat membawa ajaran ini saat terjun ke tengah masyarakat, maka dunia kita ini akan menjadi dunia Bodhisatwa. Semoga dengan bertambahnya orang baik, dunia akan menjadi semakin harmonis, empat unsur menjadi semakin selaras, dan dunia dapat aman serta tenteram. Diterjemahkan oleh: Laurencia Lou. | |||