Suara Kasih: Mengakhiri Konflik
Judul Asli:
Mengakhiri konflik dengan hati yang lapang dan pikiran yang murni | |||
Saya terus berkata kepada setiap orang bahwa kita harus menciptakan keharmonisan dalam masyarakat. Untuk menciptakan keharmonisan dalam masyarakat, kita harus menyucikan hati manusia. Hati bagaimana yang disebut tersucikan? Hati kita harus lapang dan pikiran kita harus murni. Dengan hati yang lapang dan pikiran yang murni, barulah masyarakat bisa harmonis dan bebas dari konflik. Taiwan sangat kecil. Ia tak bisa tahan terhadap konflik. Saya memiliki niat yang sangat sederhana, yaitu mengakhiri konflik di masyarakat. Akan tetapi, masyarakat kita malah tak bisa membedakan yang benar dan salah. Apa yang harus kita lakukan? Dalam era sekarang, insan Tzu Chi harus bisa membedakan yang benar dan salah. Saudara sekalian, saya hanya berharap kalian bisa membedakan yang benar dan salah. Tentu saja, kalian juga harus mengetahui apa yang tengah dilakukan oleh Tzu Chi, apa yang tengah saya galakkan, untuk kalian tapaki dan bagaimana cara kita melakukannya. Tujuan kita sangat sederhana, yaitu menolong dunia dengan ajaran Buddha. Guru saya juga berbicara mengenai ajaran Buddha yang humanis di dunia. Dunia sungguh membutuhkan ajaran Buddha. Ajaran Buddha mengandung prinsip kebenaran. Kita harus mempraktikkan hukum kebenaran yang tak berwujud itu ke dalam tindakan nyata. Meski tak berwujud dan tak terlihat, tetapi ia adalah hukum kebenaran. Meski hukum kebenaran tak terlihat, namun manusia bisa membuatnya menjadi berwujud dengan bersumbangsih dan berbuat baik. Jika hal itu baik dan benar maka kita harus melakukannya. Hal yang buruk janganlah kita lakukan. Jadi, janganlah kita berbuat kejahatan, tetapi lakukanlah kebaikan. Kita harus membedakan mana yang baik dan mana yang jahat. | |||
| |||
Kemarin, saya mendengar relawan Sheng-sheng berbagi tentang gempa 21 September 1999 silam. Apakah kalian ingat pada saat itu saya terjun langsung ke lokasi bencana untuk memutuskan banyak hal, seperti mendirikan sekolah dan mendirikan Perumahan Cinta Kasih? Relawan yang lebih senior mungkin tahu bagaimana saya bersikeras mendirikan perumahan seluas 39,7 meter persegi karena saya ingin kondisi Taiwan bisa segera pulih dan sistem negara bisa kembali berfungsi. Bagaimana mungkin kita membiarkan Taiwan hancur akibat gempa 21 September 1999? Di wilayah Taichung yang merupakan lokasi bencana terparah dengan banyak rumah yang roboh, bolehkah kita membiarkan warga menjadi pengungsi? Tidak boleh. Melihat tenda pengungsian saat itu, saya merasa tak sampai hati. Karena itu, saya memutuskan untuk mendirikan Perumahan Cinta Kasih. Kita harus meminjam lahan orang lain. Saat meminjam lahan dengan orang lain, saya berkata kepada mereka bahwa kita akan menjaga lahan yang dipinjam dengan baik dan tidak menyemennya. Apakah kalian masih ingat? “Ingat,” jawab para relawan. Karena itu, kita mengembangkan penggunaan conblock agar bumi bisa “bernapas”. Janganlah kita merusak bumi. Berhubung meminjam lahan dari orang lain selama 3 tahun maka kita harus mengembalikan tanah tersebut dalam keadaan bersih seperti semula. Inilah pertimbangkan kita pada saat itu. Kita juga membuat lanskap bagi warga. | |||
| |||
Perumahan yang kita bangun itu juga didesain senyaman mungkin agar saat warga tinggal di sana, mereka bisa merasakan kegembiraan. Setelah kembali dari bekerja, mereka bisa bersantai di taman sambil berbincang-bincang dengan tetangga. Setelah tenang secara fisik dan batin, mereka bisa berkonsentrasi untuk memulihkan kehidupan mereka. Mereka yang sudah mampu akan membeli rumah, menyewa rumah, atau membangun rumah baru. Selama tiga tahun itu, kita telah membantu banyak warga menenangkan fisik dan batin. Kita tak pernah meminta mereka untuk mengingat bantuan yang kita berikan. Usai memberikan bantuan, kita akan mundur tanpa meminta balas budi. Melihat anak-anak bisa bersekolah dengan sukacita dan para guru bisa mengajar dengan penuh rasa syukur, kita sudah merasa sangat puas. Intinya, kita bukan ingin meminta balas budi, tetapi kita harus mengingat sejarah Tzu Chi. Insan Tzu Chi selalu bersumbangsih tanpa pamrih. Setelah bersumbangsih bagi orang, kita akan merasa tenang. Kita juga harus mundur tanpa meminta balas budi. Kita harus terus maju dengan langkah yang mantap. Saya yakin kalian bisa memahami maksud saya. Rekonstruksi pascagempa 21 September 1999 jangan kita lupakan begitu saja. Kalian harus sering mengingat sejarah ini dan berbagi kepada insan Tzu Chi baru yang mungkin tak mengetahui hal ini. Kalian harus selalu mempelajari sejarah Tzu Chi. Di dalam Kitab Sejarah Tzu Chi terdapat banyak kisah perjalanan insan Tzu Chi saat memberikan bantuan. Karena itu, saat mengadakan pelatihan relawan, saya berharap kalian bisa mewariskan sedikit ajaran Jing Si dan sejarah Tzu Chi. Ajaran Jing Si adalah giat mempraktikkan jalan kebenaran. Jadi, semangat dan fondasi kita harus kokoh. Jadi, semangat dan fondasi kita harus kokoh. Mazhab Tzu Chi adalah Jalan Boshisatwa dunia. Kita harus terjun ke masyarakat untuk menapaki Jalan Boshisatwa. Kita harus mempelajari semangat Boshisatwa untuk mempraktikkan dan menapaki Jalan Boshisatwa. Saya berharap kalian selalu ingat bahwa saat bekerja sama dengan orang lain, janganlah kita menciptakan perdebatan karena kepentingan pribadi. Belakangan ini, saya sering berkata bahwa kita harus mengesampingkan urusan pribadi dan mengutamakan masalah dunia. Kini, arah kita sudah jelas dan jalan yang akan kita tapaki telah terbentang dengan penuh cinta kasih. Jalan ini sangat aman dan rata. Saya berharap kalian bisa terus bersungguh hati. Ingatlah untuk mempelajari sejarah Tzu Chi serta membedakan yang benar dan salah. (Diterjemahkan Oleh: Laurencia Lou )
| |||